
Moment Noel datang ke basecamp Kemaren Sore demi ketemu Abang Leon.
Maaf.
Satu kata yang sejak tadi menggulung di ujung lidah Noel. Dia tatap sosok Leon yang berdiri sambil menolak pinggangnya. Semakin dalam Leon menatapnya, semakin dalam pula Noel menyembunyikan wajahnya.
Bocah yang hampir mati kedinginan itu tidak lagi merasakan perih di ujung lututnya yang sobek karena kerikil jalanan. Baju basah dan kotor sudah menyatu dengan tubuhhya yang kaku.
“Bunda tau gak lo ke sini?”
Sebanyak apa pun Leon bertanya, rahang Noel tetap mengatup dengan sempurna. Leon mendengus pelan hingga pandangannya berakhir pada darah yang mengalir di lutut adiknya itu.
Leon berjalan ku sudut ruangan, mencari kotak P3K yang hampir kosong dan tersisa kain kasa dan obat merah. Dia lempar kotak itu ke atas meja di depan Noel.
“Jangan sampe ayah ngamuk liat anak kesayangannya lecet.”
Noel masih diam seribu bahasa. Bahkan tubuhnya kaku bagai patung tanpa nyawa. Entah apa yang membuat Noel begitu berat mengucapkan kata maaf.
Malu, gengsi, atau mungkin harga diri. Entahlah.
Namun, hati Noel terus berdebar seakan meledak kapan saja. Dia mengingat kembali pesan menyakitkan yang sempat dia kirimkan pada abangnya tadi pagi.
Stop tanyain Bunda Zia sama Bunda.
Semakin diingat, rasanya Noel semakin menjadi orang jahat. Noel tak bisa membayangkan sesakit apa hati Leon saat membaca pesan itu.
Dalam benak Noel, pesan itu terus terbaca dengan jelas, bersamaan dengan bayangan tulisan Leon dalam bukunya.
Perlahan, Noel merasakan matanya kembali memanas perih. Pandangannya mulai buram karena linangan air mata yang tak mampu dia tahan.
Di sudut berbeda, Om Jimmy dan Minu hanya menyaksikan dari kejauhan. Keduanya seakan tidak diizinkan untuk ikut campur.
“Mereka berdua emang suka gitu, Om?” tanya Minu penasaran.
“Dari orok mereka gitu.”
Minu menoleh karena jawaban pria di sampingnya. Sebagai teman, Minu baru melihat dengan jelas bagaimana hubungan Loen dan adiknya.
“Biasalah, Brother Complex. Mereka tuh saling sayang sebenernya, tapi udah keduluan cemburu. Leon merasa ayahnya lebih sayang Noel. Nah, Noel merasa bundanya lebih sayang Leon. Makanya, dari kecil mereka bertarung supaya ayah sama bunda mereka sayang sama salah satu aja. Leon cari perhatian dengan jadi anak bangor. Kalo Noel cari perhatian dengan jadi anak pintar.”
“Anjir, udah kaya drama korea.” Minu mengambil camilan di sampingnya, menikmati cerita Leon dan Noel yang pertama kali dia dengar. “Menurut Om Jimmy, di antara mereka berdua, Leon sama Noel, siapa yang paling unggul? Di depan ayah bunda mereka maksudnya. Kadang nih, Om. Gue juga merasa bonyok gue lebih mihak sama adek gue.”
“Dengerin nih, Aminulloh! Orang tua itu punya porsi kasih sayang yang sama buat anak-anak mereka. Cuman, cara menyampaikan kasih sayang itu beda-beda ke setiap anak.”
Minu mencebik mendengar jawaban Om Jimmy. “Kayaknya jawaban lu gak relatable sama lu dah, Om.”
Jimmy langsung menoleh, menatap Minu yang asyik menikmati camilah seolah tengah menonton drama live action di depan mereka.
“Kenapa?”
“Ya, masa gue minta dicukur sama orang botak. Masa gue nanyain masalah anak sama bujang lapuk kayak lo, Om. Istri aja masih di tangan Tuhan.”
Jimmy tak segan menjitak kepala Minu. Dia cekik bocah menyebalkan itu di bawah keteknya. “Awas ya lu kalo minta dana buat beli alat band lagi!”
Minu hampir kehabisan napas di bawah ketek bujang kolot itu. Wajahnya memerah sambil menepuk-nepuk punggung pelaku penganiayaan itu.
“Ampun, Om. Lagian yang ngerusakin alat juga si Leon!” pekik Minu.
Saat Minu dan Jimmy masih rusuh, Leon dan Noel masih di tempat yang sama dengan posisi dan keheningan yang sama.
Noel terus memainkan jarinya dengan gelisah. Hatinya sudah tak bisa menahan lagi. Meski dengan pupil yang bergetar, Noel memberanikan diri untuk menatap Leon.
“Bang, kita masih saudara ‘kan?” tanyanya dengan suara yang tak kalah bergetar.
Leon malah menoyor kepala Noel. “Emang ada yang namanya mantan adik?”
Pandangan Noel langsung berbinar. Matanya seperti puppy yang meminta dielus kepalanya.
“Jadi, datang ke sini buat tanya itu doang?”
Noel mengangguk samar dan dibalas dengusan kecil oleh Leon. Leon tahu masih bayak hal yang ingin Noel sampaikan padanya. Tapi, malam ini cukup sampai di sini saja.
“Tsk. Gak ada kerjaan banget. Ayo pulang, bunda sama ayah udah ngamuk-ngamuk di rumah.”
Saat Noel akan mengekori Leon ke luar, di seketika berhenti. Ada hal yang hampir dia lupakan. “Bang, motor ayah gimana?” tanyanya.
Leon langsung menoleh. Raut wajahnya langsung berubah. Dia teringat dengan kondisi motor ayah mereka yang hancur tak berbentuk. “Lah iya. Bunda mungkin gak akan marah, tapi ayah lebih sayang sama motornya dibanding sama kita berdua.”
𝓣𝓸 𝓫𝓮 𝓬𝓸𝓷𝓽𝓲𝓷𝓾𝓮𝓭…
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
