
Kita mungkin sering menemukan hidangan ikan lele yang digoreng dan disajikan dengan sambal pecel. Tapi, tahukah sobat kalau ikan lele juga rupanya senang dengan daging manusia?
Catatan tentang ikan lele yang memangsa manusia sudah ada semenjak abad ke-19. Namun, satu diantaranya yang paling mengerikan bisa jadi adalah penyerangan kapal ferry Sobral Santos II. Bayangkan, dari 500 penumpang kapal nahas tersebut, hanya 178 orang yang berhasil selamat. Sebagian besar dari penumpang kapal tersebut habis...
Sumber masalah klasik
Sobral Santos II merupakan sebuah kapal ferry yang melayani jasa transportasi lintas Sungai Amazon. Pada tanggal 19 September 1981, kapal ini dijadwalkan berlayar dari Kota Santarem, Provinsi Para, menuju kota Manaus yang berada di provinsi Amazonas. Kedua kota ini berada di negara Brazil.
Sebagai sebuah negara yang dilintasi sungai Amazon, sarana transportasi yang bisa diandalkan oleh penduduk Brazil kala itu adalah kapal ferry.
Namun sebelum lanjut, mari kita flashback ke zaman dimana fasilitas transportasi umum masih belum sebaik masa sekarang. Diantara kita mungkin ada yang pernah mengalami bagaimana rasanya berdesak-desakkan di dalam kereta api atau pun di dalam kapal penumpang.
Nah, hal ini jugalah yang terjadi pada masa tersebut. Sobral Santos II membawa kurang lebih 500 orang penumpang. Penulis tidak bisa menemukan data tentang batas maksimal penumpang kapal ini. Tetapi jika dilihat dari ukurannya, kapal ini seharusnya hanya mampu membawa maksimum 300 penumpang saja. Correct me if I’m wrong.

Sebagian dari penumpang ini konon merupakan penumpang yang seharusnya diangkut oleh kapal lain. Sayangnya, kapal yang dimaksud justru tidak bisa berlayar karena satu dan lain hal. Melihat keuntungan yang bisa didapat, Sobral Santos II pun bersedia mengangkut mereka.
Alhasil, beberapa penumpang di dalam Sobral Santos II pun terpaksa menempati berbagai sudut ruangan yang ada. Beberapa penumpang bahkan terpaksa menempati ruang mesin, yang hanya boleh dimasuki para teknisi.
Sekelompok penumpang berusaha mengingatkan sang kapten dan ABK kapal tentang hal ini, yang justru tidak mendengarkan keluhan mereka sama sekali. Sebagian penumpang yang berusaha turun kembali pun mengurungkan niat mereka karena ruang gerak yang terlalu sempit.
Jika hal itu masih dirasa belum cukup, kapal ini juga rupanya membawa muatan kargo yang tidak sedikit. Muatan-muatan ini nantinya akan berperan besar pada banyaknya korban yang berjatuhan.
Malam Saat Tragedi Terjadi
Dalam perjalanannya, Sobral Santos II berhenti di pelabuhan Kota Obidos, provinsi Para. Pada saat itulah kapal ini tiba-tiba saja oleng dan terbalik.
Tidak diketahui secara pasti bagaimana hal tersebut bisa terjadi. Sebuah situs yang menghimpun data kecelakaan maritim menyebut bahwa penumpang kapal ini menumpuk di salah satu sisi kapal. Hal ini diperparah oleh muatan kargo yang tidak diikat dengan baik. Muatan-muatan ini berjatuhan saat kapal mulai miring, sehingga membuat kapal semakin miring dan akhirnya terbalik.
Celakanya, beberapa kargo yang berjatuhan pun justru menimpa para penumpang, yang membuat mereka tak sadarkan diri. Sebagian dari muatan juga menutupi sebuah pintu keluar masuk penumpang. Saat evakuasi dilakukan oleh para penyelam. Mereka harus berjibaku membongkar muatan-muatan yang menutupi pintu tersebut, dimana diyakini sekitar 100 hingga 200 orang tewas karena terjebak di dalamnya.
Lantas, mengapa para penumpang menumpuk di salah satu sisi kapal? Sebuah teori menyebutkan bahwa para penumpang ingin melihat pelabuhan secara langsung, yang berada di salah satu sisi kapal. Praktis, hal ini membuat kapal terbalik karena berat sebelah.
Sementara itu, sebuah teori lain menyebut bahwa Sobral Santos II tenggelam karena tali kapal terlepas saat hendak berlabuh, hingga menyebabkan kapal tersebut terguling. Bisa jadi, kedua masalah tersebut muncul secara bersamaan dan menyebabkan kapal terguling.
Serangan ikan lele
Namun hal yang lebih mengerikan justru baru dimulai. Di tengah kondisi gelap gulita, para penumpang yang panik dan berusaha menyelamatkan diri seketika dihadapkan dengan sekumpulan makhluk aneh yang menarik mereka ke dasar sungai.
Jelas, kepanikan pun semakin melanda para korban. Sebagian berusaha berenang menuju tepian. Mereka yang masih terjebak di tengah sungai terus-menerus ditarik ke dasar sungai oleh makhluk yang mereka gambarkan sebagai monster. Seseorang yang mencoba membantu para korban dengan menyelam pun lantas mengurungkan niatnya setelah melihat sebuah “makhluk raksasa” yang berenang di dalam sungai.
Kala itu, mereka belum mengetahui jika yang menyerang mereka adalah sekumpulan ikan lele berjenis Red Tail Catfish.
Sekedar informasi, Red Tail Catfish merupakan spesies ikan lele yang berukuran sangat besar. Di alam liar, mereka dapat tumbuh hingga mencapai panjang 1,8 meter – ukuran yang sepadan atau bahkan lebih tinggi dari tinggi rata-rata seorang manusia dewasa. Ironisnya, Red Tail Catfish justru kerap dijadikan ikan hias akuarium oleh sebagian kalangan.

Ikan ini dikenal amat rakus dan akan memangsa ikan-ikan lain yang ada di sekitarnya, bahkan jika ukuran tubuh mereka sepadan dengan mangsanya. Jika sudah tidak ada spesies ikan lain di sekitarnya, Red Tail Catfish juga bisa memakan sesama kelompoknya sendiri alias kanibal.
Pada malam kelam tersebut, jeritan dan tangisan para korban terus terdengar di tengah serangan para ikan lele. Seolah tak cukup, tak lama setelah itu muncul pula serangan dari ikan lele jenis Piraiba.
Lele Piraiba sendiri merupakan jenis ikan lele yang rupanya berukuran lebih besar daripada Red Tail Catfish. Ukuran rata-rata tubuh mereka berkisar di angka 2,3 meter, dengan panjang maksimal mencapai 2,8 meter! Cukup untuk menelan seorang manusia dewasa hidup-hidup!

Dari sekitar 500 orang penumpang kapal, hanya 178 orang yang berhasil selamat. Sebanyak 300 orang dilaporkan meninggal, dan sisanya dianggap menghilang. Beberapa dari korban tewas pun hanya menyisakan bagian-bagian tubuhnya saja, sehingga identitas mereka tak dapat dikenali. Maklum saja, kala itu teknologi pendeteksi DNA masih belum ditemukan.
Adapun menurut salah satu sumber, kapten kapal Sobral Santos II selamat dari insiden tersebut, namun harus mendekam di penjara atas kelalaiannya.
Investigasi Lanjutan
Isu tentang sekumpulan monster sungai yang menyerang korban Sobral Santos II masih belum dapat dicerna dengan baik pada masa itu, dan bahkan hingga bertahun-tahun setelahnya. Orang-orang hanya berkata bahwa monster sungai yang dimaksud merupakan sekumpulan ikan piranha.
Hingga akhirnya, pada tahun 2014, seorang peneliti asal Inggris bernama Jeremy Wade pun menginvestigasi soal monster sungai yang dimaksud, serta bagaimana sebetulnya tragedi malam itu berlangsung.
Wade memulai investigasinya dengan meneliti ikan lele Piraiba, ikan Arapaima, ikan Black Caiman, ikan Hiu Banteng atau Bull Shark, ikan Boto, Black Piranha, serta ikan Candiru. Namun, Wade tidak dapat menemukan bagaimana ikan-ikan tersebut mampu menyerang ratusan orang dalam waktu beberapa jam saja.
Barulah ketika Wade meneliti tentang Red Tail Catfish, ia menemukan sebuah teori yang paling masuk akal sekaligus mencengangkan soal serangan monster sungai tersebut.
Di malam saat tragedi berlangsung, sekelompok Red Tail Catfish datang memangsa para korban, diikuti oleh sekelompok lele Piraiba. Mereka memangsa korbannya dengan menariknya ke dasar sungai. Sementara itu, sisa-sisa bagian tubuh yang tak termakan pun menjadi santapan ikan Black Piranha.
Tak lama, muncul jenis-jenis ikan Boto, ikan Bull Shark, ikan Black Caiman, serta ikan Candiru yang juga ikut menyantap anggota tubuh manusia yang tersisa. Pagi harinya, sekelompok piranha lain datang dan memangsa apa saja yang tersisa dari jenazah para korban.
Artinya, semua ikan yang diteliti Wade ikut berkontribusi pada menghilangnya 300 lebih nyawa manusia di malam tersebut.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
