
di sebuah kota kecil yang bernama sukamistis, ada seseorang wanita bernama runi datang dan hidup di kota tersebut, awalnya kota itu tenang tanpa ada masalah,hingga wanita yang bernama runi datang ke kota tersebut, keguguran sering di alami para warga dan gangguan mistis bagi yang melahirkan , tak lain dan tak bukan ini adalah kelakuan runi yang bersekutu dengan iblis untuk menjadi kuyang, dia melakukan perjanjian dengan iblis lantaran ingin awet muda,diketahui runi adalah wanita penghibur laki...

Bab 1: Kota Sukamistis yang Tenang
Kota Sukamistis, sebuah kota kecil yang terletak di tengah hutan lebat dan dikelilingi sungai-sungai yang mengalir tenang, selalu dikenal sebagai tempat yang damai. Penduduknya ramah, hidup sederhana, dan percaya kuat pada tradisi serta mitos-mitos leluhur. Meski terpencil, Sukamistis memiliki pesona tersendiri—udara sejuk, sawah menghampar hijau, serta suara jangkrik yang menemani malam-malam sunyi.
Di kota ini, kehidupan berjalan tanpa banyak perubahan. Pasar kecil selalu ramai di pagi hari, warung kopi menjadi tempat berkumpul para bapak-bapak yang berbincang soal politik dan cuaca, sementara ibu-ibu sibuk dengan urusan dapur dan anak-anak mereka. Di pinggir kota, terdapat sebuah rumah bersalin kecil yang dikelola oleh dokter Yana dan para bidan, Nana dan Rini. Di tempat inilah, kebahagiaan sering lahir dalam bentuk tangisan bayi yang baru menghirup udara dunia.
Namun, dalam beberapa bulan terakhir, ada sesuatu yang mengusik kedamaian Sukamistis. Para ibu hamil mulai mengalami keguguran tanpa sebab yang jelas. Beberapa wanita mengaku mengalami mimpi buruk sebelum keguguran, seolah ada sesuatu yang mengintai mereka dalam gelap. Dokter Yana kebingungan. Tidak ada penjelasan medis yang bisa menjawab fenomena ini.
Salah satu pasangan yang turut merasakan ketakutan itu adalah Rino dan Erni. Mereka baru saja menikah setahun lalu dan sedang menanti kelahiran anak pertama mereka. Erni adalah perempuan ceria, penuh kasih sayang, sementara Rino adalah pria sederhana yang bekerja di bengkel kecil miliknya. Mereka berdua tak pernah membayangkan akan menghadapi teror yang jauh di luar nalar mereka.
"Mas, kamu dengar cerita di pasar tadi?" tanya Erni suatu malam saat mereka duduk di teras rumah sederhana mereka.
"Cerita apa?" Rino menyesap kopi hitamnya, menikmati udara malam yang sejuk.
"Bu Ilmi... keguguran juga. Sama seperti Bu Susan minggu lalu," suara Erni terdengar cemas.
Rino meletakkan cangkirnya. Matanya menatap istrinya dengan raut khawatir. "Lagi? Ini sudah yang keberapa, ya?"
"Keempat," Erni menjawab pelan. "Dan anehnya, mereka semua bilang merasakan sesuatu yang sama sebelum keguguran."
Rino menghela napas panjang. "Kamu jangan terlalu dipikirkan, ya? Yang penting kamu jaga kesehatan. Aku nggak mau ada apa-apa sama kamu."
Namun jauh di dalam hatinya, Rino tak bisa mengabaikan kegelisahannya. Ada sesuatu yang tidak beres di Sukamistis. Sesuatu yang tak kasat mata, namun mengancam kehidupan mereka. Dan mereka belum tahu bahwa semua ini baru saja dimulai...
Bab 2: Kedatangan Runi
Kedamaian Kota Sukamistis mulai terusik dengan kedatangan seorang wanita asing bernama Runi. Ia muncul entah dari mana, tiba-tiba menetap di sebuah rumah kontrakan di pinggiran kota. Runi dikenal sebagai wanita yang luar biasa cantik—kulitnya putih bersih, rambut hitam panjang, dan senyumannya mampu membuat siapa saja terpana. Namun, ada sesuatu yang aneh darinya, sesuatu yang sulit dijelaskan dengan kata-kata.
Sejak Runi tinggal di Sukamistis, cerita-cerita aneh mulai beredar di antara warga. Beberapa pria mengaku melihatnya berjalan sendirian di tengah malam, mengenakan pakaian yang tak biasa. Ada yang mengatakan bahwa ia sering berbicara sendiri di pekarangan rumahnya. Ada juga yang bersumpah melihat bayangan aneh melayang di sekitar rumahnya saat dini hari.
Di warung kopi Pak Maman, tempat berkumpulnya para lelaki kampung, nama Runi menjadi topik hangat.
"Kalian pernah lihat Runi malam-malam?" tanya Pak Udin sambil menyeruput kopi hitamnya.
"Pernah! Waktu aku pulang dari rumah Pak RT, aku lihat dia berdiri di bawah pohon beringin dekat jembatan. Diam aja, nggak bergerak!" sahut Topan, matanya melebar saat bercerita.
"Halah, mungkin dia cuma nunggu ojek!" canda Doni, tertawa kecil.
Pak Udin menggeleng. "Tapi aku dengar suara perempuan nangis waktu itu... waktu aku coba dekati, suara itu tiba-tiba hilang. Pas aku noleh lagi, Runi juga udah nggak ada."
Percakapan mereka terhenti saat suara langkah kaki terdengar mendekat. Semua menoleh. Dan di depan warung kopi, berdiri seorang wanita berparas menawan dengan senyum yang tak pernah lepas dari wajahnya.
"Pagi, bapak-bapak," sapa Runi lembut.
Suasana mendadak hening. Pak Maman yang sedang menuang kopi hampir menjatuhkan teko dari tangannya. Pak Udin menelan ludah. Hanya Topan yang masih berusaha bersikap santai, meskipun jelas terlihat keringat dingin di pelipisnya.
"Selamat pagi, Mbak Runi," jawab Pak Maman, mencoba bersikap ramah.
Runi tersenyum, lalu berjalan masuk ke dalam warung dan duduk di sudut ruangan. Ia memesan segelas teh manis, tetapi anehnya, teh itu dibiarkan begitu saja. Mata Runi mengamati satu per satu orang yang ada di warung, seolah-olah sedang memilih sesuatu.
Sejak hari itu, rumor tentang Runi semakin liar. Ada yang mengatakan bahwa para pria yang terlalu dekat dengannya akan mengalami nasib buruk. Namun, tidak ada yang benar-benar tahu siapa sebenarnya Runi, dari mana asalnya, dan apa tujuannya datang ke Sukamistis...
Dan inilah awal dari teror yang akan mengguncang kota kecil itu.
Bab 3: Korban Pertama
Sejak kedatangan Runi, suasana di Sukamistis mulai berubah. Warga semakin sering mendengar suara-suara aneh di malam hari—tangisan lirih yang terdengar di sudut-sudut gelap desa, desiran angin yang membawa bisikan samar, dan langkah-langkah misterius yang terdengar di atap rumah-rumah.
Pak Udin, pria paruh baya yang dikenal suka bergaul dengan banyak wanita, menjadi korban pertama. Malam itu, ia pulang dari warung kopi dalam keadaan sedikit mabuk. Langkahnya sempoyongan melewati jalan setapak menuju rumahnya yang berada di pinggir desa. Di sepanjang perjalanan, udara terasa lebih dingin dari biasanya, dan bulu kuduknya tiba-tiba meremang.
Tiba-tiba, dari kejauhan, ia melihat sosok wanita berdiri di bawah pohon besar di dekat rumahnya. Sosok itu mengenakan kain panjang, rambutnya tergerai menutupi sebagian wajahnya.
"Mbak Runi?" panggil Pak Udin dengan suara agak bergetar.
Wanita itu tidak menjawab, hanya tersenyum tipis. Pak Udin, yang awalnya merasa penasaran, perlahan mendekat. Namun, semakin dekat ia melangkah, semakin ia merasakan sesuatu yang tidak beres. Bau anyir tiba-tiba menyeruak di udara, membuat perutnya mual.
Saat ia mencoba berbalik untuk pergi, wanita itu mengangkat wajahnya. Mata Pak Udin membelalak. Yang ia lihat bukanlah wajah cantik Runi, melainkan sesuatu yang jauh lebih mengerikan—kepala yang melayang tanpa tubuh, dengan rambut panjang berkibar dan organ-organ tubuh yang menjuntai di bawahnya.
Pak Udin ingin berteriak, tapi suara tidak keluar dari tenggorokannya. Tubuhnya kaku, seolah ditahan oleh sesuatu yang tak terlihat. Dalam hitungan detik, makhluk mengerikan itu melesat ke arahnya dengan kecepatan luar biasa.
Keesokan paginya, warga menemukan Pak Udin tergeletak di depan rumahnya. Tubuhnya pucat, matanya melotot ketakutan, dan ada bekas luka aneh di lehernya. Tidak ada yang tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi sejak saat itu, teror di Sukamistis baru saja dimulai.
Bab 4: Ketakutan Mulai Menyebar
Kematian Pak Udin menjadi pembicaraan hangat di seluruh Sukamistis. Warga yang tadinya menganggap desas-desus tentang Runi hanya sekadar gosip, kini mulai ketakutan. Banyak yang enggan keluar rumah saat malam tiba, bahkan beberapa keluarga memilih untuk memasang jimat perlindungan di depan pintu mereka.
Di rumah Rino, suasana juga semakin tegang. Erni mulai merasa tidak nyaman, sering mengalami mimpi buruk, dan tubuhnya terasa lemas tanpa sebab yang jelas. Meskipun belum ada kejadian besar yang menimpanya, ia merasakan firasat buruk yang terus menghantuinya.
"Rino... kamu dengar itu?" bisik Erni pada suaminya saat malam tiba.
Rino membuka matanya, mencoba mendengarkan. Awalnya, hanya kesunyian yang terdengar, tapi kemudian... suara itu datang lagi. Suara bisikan lirih, seperti seseorang yang memanggil.
"Tolong... tolong aku..."
Rino langsung bangun dari tempat tidurnya, mencoba mencari sumber suara itu. Ia berjalan ke jendela dan mengintip ke luar, tapi yang ia lihat hanya halaman rumah yang kosong. Tidak ada siapa-siapa.
"Tidak ada apa-apa, Erni. Mungkin kamu cuma mimpi," kata Rino mencoba menenangkan istrinya.
Namun, Erni menggeleng. "Aku tahu aku tidak salah dengar... suara itu nyata. Aku merasa sesuatu yang buruk akan terjadi lagi."
Sementara itu, di tempat lain, Mertsi, adik Erni, mulai curiga dengan semua kejadian aneh ini. Ia merasa semua peristiwa buruk yang terjadi sejak kedatangan Runi bukanlah kebetulan.
"Kita harus mencari tahu siapa sebenarnya wanita itu," ujar Mertsi kepada Disa dan Araini saat mereka berkumpul di rumahnya.
"Tapi bagaimana caranya? Kita tidak bisa begitu saja menuduh dia tanpa bukti," kata Disa.
Mertsi menggigit bibirnya, berpikir keras. "Kita akan mengawasi gerak-geriknya. Aku yakin ada sesuatu yang disembunyikannya. Kalau benar dia terkait dengan semua kejadian ini, kita harus menghentikannya sebelum ada korban lain."
Ketakutan semakin menyebar, dan di tengah kegelapan malam, teror Kuyang Runi semakin mendekat...
Bab 5: Rahasia yang Terlupakan
Mertsi duduk di teras rumahnya, matanya menatap lurus ke depan dengan pikiran yang berkecamuk. Sejak kematian Pak Udin dan berbagai gangguan aneh yang mulai menghantui desa, ia merasa ada sesuatu yang mengerikan sedang terjadi.
"Ini bukan kebetulan..." gumamnya.
Disa dan Araini, yang baru saja datang, duduk di sebelahnya. "Mertsi, kau kenapa? Wajahmu terlihat gelisah," tanya Araini.
Mertsi menghela napas dalam. "Aku merasa semua kejadian buruk ini ada hubungannya dengan Runi. Sejak dia datang ke desa ini, banyak hal aneh terjadi."
Disa menatapnya dengan ragu. "Tapi itu cuma spekulasi. Apa yang bisa kita lakukan?"
Mertsi bangkit dari duduknya. "Aku ingin mencari tahu siapa sebenarnya Runi. Aku yakin, ada sesuatu yang ia sembunyikan."
Malam itu, mereka bertiga memutuskan untuk mencari informasi lebih lanjut tentang Runi. Mereka mengunjungi rumah-rumah warga tua yang telah lama tinggal di desa untuk mencari petunjuk. Salah satu dari mereka, Mbah Saroh, seorang wanita tua yang hampir selalu berada di dalam rumah, tampaknya mengetahui sesuatu.
"Runi... nama itu bukan nama baru di desa ini," kata Mbah Saroh dengan suara bergetar. "Bertahun-tahun lalu, ada seorang wanita dengan nama yang sama. Dia menghilang secara misterius setelah dituduh melakukan sesuatu yang keji."
Disa dan Araini saling berpandangan. "Apa yang terjadi padanya, Mbah?" tanya Disa penasaran.
Mbah Saroh menghela napas. "Konon, dia bersekutu dengan sesuatu yang bukan dari dunia kita. Aku tidak tahu apakah ini orang yang sama atau bukan, tapi... jika memang benar, kalian semua dalam bahaya."
Kata-kata Mbah Saroh membuat ketiganya semakin yakin bahwa Runi bukan wanita biasa. Mereka harus mencari tahu lebih banyak, sebelum ada korban berikutnya.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
