Grateful - 05

674
144
Deskripsi

"Katanya, sesuatu yang buruk itu pasti akan pergi dan diganti dengan yang baik. Tapi, gimana kalau ternyata sesuatu yang buruk itu aku sendiri?"

"Ruqa."

"Ya, Ilo?"

"Tahu 'kan, kita nggak bisa memiliki semua yang kita mau?"

"Ya, Ilo. Allah nggak akan bikin hambaNya merugi."

"Dan nggak ada hal yang nggak bisa kita syukuri di dunia ini. Sekalipun itu menyakitkan, pasti akan ada hal baiknya."

"Iya, Ilo."

"Jangan khawatir, ya. Kisah kita ditulis langsung oleh Sang Pencipta dan Dia nggak akan salah menentukan...

"Siapa yang nodain kamu!" seru pria berambut gondrong itu sambil turun dari tempat tidur.

Alisnya yang tebal hampir bertautan. Dua bola matanya menatap tajam pada Ruqa. Garis rahangnya tegas bukti dia sedang mengeratkan gigi.

"Kamu yang bilang udah tanpa sadar menyentuhku!" Ruqa berdiri menuding marah.

"Saya bilang kemungkinannya. Bukan berarti saya melakukan itu sama kamu!"

"Saya saya saya saya! Nggak usah sok formal dan sopan deh! Nggak cocok sama pengecut kayak kamu!"

"Ruqa!" Billal menghampiri dan merengkuh dua bahu adiknya. "Lagian kamu ngapain ke kamar Abang? Kan udah dibilang kalau Abang masih ngurus ban mobil."

"Abang nggak bilang kalau ada temen Abang nginep di sini!"

"Abang lupa. Kepala Abang udah penuh, nih. Habis turun gunung langsung ngurus kerjaan, diskusi proyek baru sama temen-temen Abang, waktu nganter ke stasiun malah pecah ban. Hape juga mati kehabisan baterai."

"Yaudah jangan nyalahin Ruqa! Itu salah Abang!"

"Kamu harusnya tahu, mana Abangmu mana cowok lain! Bisa mikir nggak sih!"

"Kok makin marah?" gerutu Ruqa. Ia kemudian menghampiri tombol lampu, mematikannya lalu menutup pintunya. "Tuh lihat! Bisa tahu detail wajahnya?" tantang Ruqa. "Nggak 'kan!" ujarnya sambil menyalakan lampu kembali.

"Maaf ya, Lo. Tidurmu jadi keganggu karena adikku."

"Ya—"

"Abang minta maaf ke aku dulu! Jangan ke dia!" protes Ruqa.

"Iya, Abang minta maaf udah lupa bilang sama kamu. Tapi lain kali juga jangan sembrono! Untung yang tidur di sampingmu Ilo—"

"Nggak ada keuntungannya Billal. Kamu tahu gimana bahayanya situasi kayak tadi. Nggak ada jarak di antara kami," pangkas Ilo masih tidak terima. Melirik sinis pada Ruqa yang juga tak kalah ketus menatapnya.

"Aku bener-benar minta maaf, Lo," sesal Billal.

Ruqa menggertak lantai kemudian meninggalkan kedua laki-laki itu. Ia tutup pintu dengan sangat keras untuk menunjukkan jika ialah yang seharusnya marah.

Tidak bisa menahan, akhirnya ia mengadukan itu di grubnya. Bukannya mendapat ketenangan, temannya malah menakut-nakuti. Mungkin saja pria tadi diam-diam sudah menyentuh dan memanfaatkan tubuhnya.

"Aaah! Gimana, sih! Kan jadi makin jengkel kalau gini," gumamnya.

Akhirnya Ruqa letakkan ponselnya dan melanjutkan tidur meski perasaannya carut marut. Ya, bukan hanya kesal dan marah, tapi ia juga merasa bersalah ketika melihat wajah polos pria yang baru bangun tidur itu tersimpan di ponselnya.

Jemarinya ingin menghapus, tetapi hatinya berat melakukannya.

🌱

Aroma tanah yang basah serta dedaunan yang yang segar menyambut Ruqa yang baru membuka mata. Berbeda seperti di kota, bising dari mesin kendaraan, suara bel dan teriakan tukang sayur maupun jajanan adalah hal pertama yang terdengar saat keluar dari alam bawah sadarnya. Di sini ia hanya mendengar gesekan dedaunan, suara kokok ayam, burung-burung yang hinggap di dahan pepohonan, juga gemericik air dari kolam ikan di halaman depan.

Sebelum turun dari tempat tidur, ia melakukan peregangan otot dan melihat keluar jendela. Matahari sudah lumayan tinggi, terhalang ranting pepohonan untuk masuk menembus kaca jendela kamar Ruqa.

Lalu ia mengambil handuk, serta tempat baju kotornya untuk dibawa ke kamar mandi. Tidak lupa ia mampir ke dapur. Bi Warih tidak ada di manapun. Makanan sudah terhidang di atas meja makan, hanya saja masih tertutup tudung saji. Belum ada yang menyentuh. Ia sendiri tidak sedang ingin sarapan, hanya mengambil minum sebagai ganti ion tubuhnya yang hilang saat tidur.

Sambil meneguk air dan bersandar di meja pantry, pandangannya tertuju pada seorang pria yang baru masuk ke dalam rumah bersama Billal. Sepertinya memang satu frekuensi dengan Billal yang menjaga kesehatan. Terlihat peluh yang dihasilkan dari lari pagi membasahi sebagian baju mereka.

Rambut pria itu tidak terurai seperti semalam. Diikat ke belakang, dan parasnya berhias tawa. Terlihat asyik membicarakan sesuatu dengan Billal dan itu membuat Ruqa enggan mengalihkan perhatian dari pemandangan tersebut.

Ia mengarahkan ponsel secara diam-diam ke arah pria yang belum menyadari keberadaannya itu, kemudian mengambil fotonya beberapa kali.  

"Tumben dah bangun!" seru Billal membuat Ruqa meletakkan ponsel di atas meja.

Senyum ramah teman Abangnya itu mendadak lenyap ketika melihat Ruqa. Pria itu berubah ketus dan menunjukkan betapa dendamnya ia dengan kejadian semalam.

"Aku nggak pernah bangun siang, ya! Bangunku pagi-pagi terus!" sahut Ruqa berusaha memperbaiki citra dirinya di depan orang baru.

"Minum dulu, Lo! Anggap rumah sendiri," ujar Billal pada temannya.

Ruqa segera bergegas mengambilkan gelas baru dan menyodorkannya pada pria tersebut.

"Makasih," ujarnya halus meski dengan tatapan ketus. Mengambil gelas dari tangan Ruqa dengan sangat hati-hati.

"Aku nggak beracun tahu! Segitunya kalau ambil gelas!" protes Ruqa ketika pria itu berusaha tidak menyentuhnya.

"Ilo memang gitu, Ru. Dia nggak bisa ketemu makhluk nggak tahu diri modelan kamu gini!" sahut Billal.

"Kutabok kamu, Bang!" seru Ruqa sambil melayangkan tangan ke Billal. Abangnya itu hanya terkekeh geli sambil merebut gelas milik Ruqa yang masih terdapat sisa air di dalamnya.

Ruqa mengalihkan perhatian pada teman Abangnya yang baru saja mengambil minum lalu duduk di kursi meja pantry. Sorot mata Ruqa tidak lepas dari Sedikitpun dari paras rupawan itu.

Peluh pada kening dan pelipis membuatnya begitu kelihatan seksi dan menawan. Tubuhnya tinggi, padat terbentuk, dengan guratan otot yang terlihat jelas pada punggung tangan dan lengannya.

Ruqa beranikan diri menatap wajahnya, menelisik dari dagu yang sintal, bibir tidak tebal maupun tipis, pas berisi. Garis rahangnya sangat tegas. Hidungnya mancung, dengan mata yang tidak terlalu lebar juga tidak sipit. Alisnya tebal, tetapi rapi.

"Cara melihatmu bikin saya nggak nyaman," ujar Ilo memperingatkan Ruqa.

"Abaikan aja. Matanya emang susah dididik!" sahut Billal. "Jadi, kita kumpul lagi di hari pembukaan yayasan, ya. Pastikan anak-anak datang. Kamu yang urus mereka."

"Iya. Aku yakin kita semua—"

"Kamu ... yang punya akun Penimbun Dosa itu, 'kan?" pangkas Ruqa saat kedua pria di depannya sedang membicarakan hal serius.

"Jangan ikut-ikut! Buruan sana nyuci baju!" Billal mengambil keranjang baju kotor di lantai dan memberikan pada adiknya. "Sana!" usirnya.

Dengan manyun Ruqa beranjak pergi. Ia hanya ingin memastikan sesuatu. Mm ... lebih tepatnya, mencari kesempatan untuk berkenalan.

"Aku mau beresin halaman belakang dulu, habis itu aku antar kamu ke Bandara."

Langkah Ruqa terhenti ketika mendengar ucapan Billal. Ia menoleh dan bertanya, "Kamu mau pergi? Secepat ini?"

Ilo hanya melirik sebentar kemudian menatap Billal. "Mau kubantu? Mumpung aku masih di sini."

"Ok!" Billal menepuk bahu Ilo dan mengajaknya pergi.

Ruqa hanya mendengkus kesal dan berkomat-kamit tanpa suara mendapati dirinya yang diabaikan dua manusia durjana itu.

Ia pun melanjutkan langkah pergi ke tempat cuci baju di halaman samping. Dari dulu, Ruqa terbiasa mencuci baju dengan tangan, sekalipun ada mesin cuci, tidak akan ia gunakan.

🌱

Semua rutinitas pagi saat libur kerja sudah Ruqa selesaikan semua. Matahari sudah meninggi sedangkan Abangnya masih sibuk di halaman belakang. Ruqa ingin ikut membantu, tetapi malah diusir. Jadi hanya duduk di tepi sambil mendengarkan kedua pria yang membicarakan perihal bisnis. Ruqa tidak tahu itu. Karena bosan, ia pilih masuk ke dalam saja untuk sarapan.

Sambil menikmati makan pagi yang sudah sangat terlambat, Ruqa sibuk di grub WA bersama sahabatnya. Menggibahkan sosok pria yang baru tadi ia ambil fotonya secara diam-diam. Antara gemas dan juga kesal, semuanya bersatu jadi satu saat membicarakan Ilo.

Sayangnya kebisingan dari gergaji mesin milik Billal membuat keasyikannya berkurang.  Beruntung tidak terlalu lama. Ruqa mendengar dua pohon ditumbangkan sang Abang. Entah untuk apa.

Saat selesai mencuci piring, Ruqa mengintip sejenak ke halaman belakang. Ingin menikmati kegantengan teman abangnya sebelum ia masuk ke kamar. Namun, bukannya mendapat apa yang diinginkan. Ruqa justru melihat pohon alpukat tempat tinggal ulat kesayangannya sudah ditebang Billal dan baru saja dibakar.

"Abaaaaaaaaaaaaaanggg!" teriak Ruqa menarik perhatian dua pria yang mengumpulkan daun-dun kering ke dalam api yang menyala.

"Apa, sih! Berisik!" sahut Billal.

Ruqa berlari dengan uraian air mata yang berjatuhan di pipi. "Kenapa pohonnya ditebang!" rengeknya dengan memukul Billal berulang kali.

"Banyak ulatnya! Jijik tau!"

"Itu 'kan Ruqa yang pelihara!"

"Gila kamu pelihara ulat!"

"Abang yang gila!"

Ruqa berlari pergi ke tempat cuci pakaian di halam samping, mengambil seember air dan tergopoh-gopoh membawanya ke tempat Billal membakar pohon.

"Mau apa kamu, Ru!" seru Billal menghalangi tetapi Ruqa menyiram api yang baru saja menyala  itu.

"Ruqa!"

Tidak memedulikan Abangnya, Ruqa hanya menangis dan mengambili ulat-ulat yang sedang kabur dari panasnya api.

"Kasihan ... kalian kepanasan," ujar Ruqa di antara isak tangis. Ia pungut satu per satu ulat yang terlihat di depannya.

"Ru! Geli, Ru!" teriak Billal bergidik menjauh.

"Abang tega banget nyakitin mereka! Mereka juga makhluk hidup, Bang! Kenapa harus dibunuh! Mereka salah apa sama Abang!" teriak Ruqa marah.

Billal hanya diam keheranan melihat adiknya menangis dan marah seperti itu. Sementara Ilo mengambil ember Ruqa dan membawanya pergi.

Pria itu kembali dan menyiramkan pada sebagian api yang belum padam. Kemudian memberikan sebuah wadah plastik pada Ruqa.

"Taroh di sini," ujarnya sambil melihat ulat-ulat hijau tanpa bulu yang ada di tangan Ruqa kemudian ia membantu wanita itu menyelamatkan ulat-ulat lainnya.

"Kenapa bantu?" tanya Ruqa di antara isak tangis.

"Karena kamu merawat mereka."

"Makasih."

"Hm."

"Gila, sumpah! Bisa-bisanya kalian ngelakuin hal menggelikan kayak gini!"

"Diem! Bantuin!" sentak Ruqa.

"Ogah!"

Billal pergi dengan bergidik sementara Ruqa kembali mengambil ulat-ulat yang bisa diselamatkan.

🌱tbc🌱

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori
Grateful
Selanjutnya Grateful - 06
830
188
Katanya, sesuatu yang buruk itu pasti akan pergi dan diganti dengan yang baik. Tapi, gimana kalau ternyata sesuatu yang buruk itu aku sendiri?Ruqa.Ya, Ilo?Tahu 'kan, kita nggak bisa memiliki semua yang kita mau?Ya, Ilo. Allah nggak akan bikin hambaNya merugi.Dan nggak ada hal yang nggak bisa kita syukuri di dunia ini. Sekalipun itu menyakitkan, pasti akan ada hal baiknya.Iya, Ilo.Jangan khawatir, ya. Kisah kita ditulis langsung oleh Sang Pencipta dan Dia nggak akan salah menentukan takdir buat hambaNya.Benar katanya, bukan bahagia yang membuat kita bersyukur, tetapi karena bersyukurlah yang akan membuat kita bahagia. Sekalipun itu dalam kekurangan dan keterbatasan, mari berjuang untuk menjadi pemenang di hadapan Tuhan.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan