Grateful - 06

830
188
Deskripsi

"Katanya, sesuatu yang buruk itu pasti akan pergi dan diganti dengan yang baik. Tapi, gimana kalau ternyata sesuatu yang buruk itu aku sendiri?"

"Ruqa."

"Ya, Ilo?"

"Tahu 'kan, kita nggak bisa memiliki semua yang kita mau?"

"Ya, Ilo. Allah nggak akan bikin hambaNya merugi."

"Dan nggak ada hal yang nggak bisa kita syukuri di dunia ini. Sekalipun itu menyakitkan, pasti akan ada hal baiknya."

"Iya, Ilo."

"Jangan khawatir, ya. Kisah kita ditulis langsung oleh Sang Pencipta dan Dia nggak akan salah menentukan...

Ruqa memindahkan ulat-ulatnya ke pohon yang lain dengan dibantu Ilo. Tidak lupa juga meminta maaf pada hewan yang tidak bisa diselamatkan. Setelah memastikan semuanya nyaman di pohon baru, Ruqa langsung kembali ke kamar. Sengaja menutup pintu dengan keras, menjelaskan betapa marahnya dia dengan Billal.

Masih dengan tangis, ia menelepon Rasya dan mengadukan perbuatan Billal pada pria itu. Ia  menyuruh Rasya menelepon Billal dan memarahi juga.

Sampai menjelang siang, Ruqa tidak mau keluar kamar. Hanya menangis, merasa bersalah pada ulat-ulatnya yang 'tewas'.

"Ru! Abang nganter Ilo ke Bandara dulu, ya!" pamit Billal saat membuka kamar Ruqa.

Tentu saja Ruqa tidak mengacuhkan. Ia duduk memeluk lutut di dekat jendela kamarnya yang besar, memunggungi pintu, tidak mau menatap Abangnya.

"Ru!"

"Pergi sana! Aku nggak peduli sama kamu lagi!"

"Ya, udah."

Ruqa mendengar pintu ditutup. Tentu saja ia makin kesal dan menoleh ke belakang ingin mengumpat. Namun ternyata, orang yang Ruqa kira sudah keluar itu malah berdiri di dalam kamar.

"Ciye ... mau ngomel-ngomel karena nggak dibaik-baikin, 'kan?" goda Billal mimicing jahil dan berakhir dengan tawa yang keras.

"Aku benci sama kamu, Bang!" Ruqa melempar bantal sofa ke wajah Billal. Sayangnya pria itu mampu menangkap.

Billal menghampiri dan duduk di depan Ruqa. Sikap pria itu membuat Ruqa kembali menangis.

Senyum jahil Billal berubah lembut dengan sorot penyesalan. Ia menggenggam tangan Ruqa dan berkata, "Maaf, ya. Abang nggak tahu kalau ulat-ulat itu sengaja kamu pelihara. Abang baru nyadar juga pohon itu punya banyak ulat."

"Abang nggak pernah perhatian sama aku!"

"Siapa bilang?"

"Buktinya Abang nggak tahu kesukaan aku. Abang cuma bisa ngerjain aku aja!"

"Eh, Abang tahu ya apa kesukaan kamu!"

"Nggak! Abang nggak tahu!"

"Mau Abang sebutin?"

Ruqa menantang lewat picingan mata.

"Mark Lee, Renjun, Jeno, Haechan, Chenle, Jisung! Noh, kurang perhatian apa coba, sampai Abang tahu anggota boy band Korea!"

"Kurang! Kurang Nana! Na Jaemin! Kurang satu member! Itu yang Abang bilang perhatian?" Ruqa menyolot dengan mata yang melebar.

"Cuma kurang sebiji doang."

"Mas Rasya hapal tuh semua member! Abang aja emang nggak perhatian!"

"Astaghfirullah! Punya adik cewek sebiji aja bener-bener pengen banting akal sehat aja!" geram Billal. "Gini, deh! Pertengahan bulan, Abang mau ke Semeru ama temen-temen. Ntar Abang ajak deh! Asal kamu nggak haid!"

"Serius?" Ruqa berubah antusias. Ia mengusap bekas air matanya dan menatap penuh harap pada Billal. "Emang kalau haid nggak boleh naik gunung, ya?"

"Ya nggak juga! Masalahnya kalau kamu lagi 'dapet', dramamu bisa nyusahin orang satu rombongan!"

"Ih, Abang sih nggak pernah jadi cewek! Harusnya Abang coba, gimana sulitnya cewek kalau lagi Haid!"

"Lah emang gender bisa dibongkar pasang? Mulai ngawur 'kan!" Billal berdiri. "Abang pergi dulu! Kasihan Ilo udah nunggu, tuh!"

Ruqa mengikuti tatapan Billal ke luar jendela. Pria berkaus putih dengan rambut terikat asal sedang memasukkan tas carriernya ke dalam bagasi mobil.

"Abang!" panggil Ruqa.

"Apa?"

"Aku belum maafin Abang, 'kan?"

"Hah?"

"Mau dimaafin, nggak?"

"Pasti ada maunya, nih?" gumam Billal curiga.

Ruqa mengangguk dengan mengulum senyum. "Minta nomornya dia!" Ia menunjuk Ilo.

"Ish! Dibilangin seleranya bukan kamu! Jangan macem-macem atau nggak Abang ajak hiking!"

"Iiiih ... yaa mana tahu aku berjodoh sama dia, Bang!" cetus Ruqa merajuk.

"Ilo beda kayak kita, Ru. Udahlah, pokoknya keluarga dia ama keluarga kita beda. Takutnya kamu kena mental deket sama dia."

"Kenapa? Keluarganya, penjahat ya?" bisik Ruqa dan mendapat jentikan di keningnya dari Billal.

"Ngawur! Udah, skip aja kalau tentang Ilo!"

Billal pun beranjak pergi, membuat Ruqa semakin manyun dibuatnya.

Ia menatapi pria yang berdiri di kap mobil Billal itu dengan penasaran. Tidak sengaja pria itu menoleh dan pandangan mereka bertemu. Namun, Ilo memilih untuk pindah ke tempat yang tidak bisa Ruqa jangkau.

Baru Ia sadari jika tadi, Ilo-lah yang membantunya menyelamatkan ulat-ulatnya. Ternyata, dibalik sikap ketus itu menyimpan sebuah kelembutan.

'Karena kamu merawat mereka.'

Ruqa mengingat bagaimana Ilo tadi memberi alasan kenapa mau membantunya.

"Apa aku orang yang spesial buat dia?" pikirnya percaya diri.

Kemudian ia mengambil ponsel lalu mengirim pesan pada pria itu lewat akun twitternya. Ia menyapa, tetapi tidak mendapat balasan.

Saat dilihat dari jendela, ternyata Billal sudah mengajak Ilo pergi.

"Ntar juga dibalas," pikirnya.

🌱

Seharian ini, Ruqa tidak melepaskan ponsel dari tangannya. Bukan karena sedang asyik berbincang dengan sahabatnya di grub, tetapi sedang menunggu notifikasi twitter. Berharap Ilo akan membalas pesannya.

Sudah beberapa kali ia mengirim pesan. Sebelum tidur pun sempat dilakukan lagi. Berharap ketika bangun akan mendapat balasan.

Nyatanya, keesokan paginya Ruqa hanya melihat tanda terbaca pada chat yang dia kirimkan, tetapi tidak mendapat balasan.

"Gila nih cowok!"

Pagi-pagi bukannya disambut dengan rasa syukur masih diberi napas, malah melontarkan umpatan.

Jemarinya mulai menyentuh satu per satu keypad di layar ponsel.

 

 

"Arrrrrgh! Gila banget sih nih cowok! Amit amit bisa kenal sama yang modelan gini!" Ruqa membanting ponsel di kasur sambil berteriak melampiaskan emosi.
 

 

"Sok kecakepan banget jadi cowok! Di luar banyak yang lebih cakep dari kamu! Makhluk Bengah, bener bener penimbun dosa! Mulutnya durjana sekali! Nggak ada baik-baiknya! Haaaaargh!"
 

 

"Ngapain sih? Kerasukan arwah ulet ijo yang mati penasaran itu!" sergah Billal yang baru membuka pintu kamar adiknya.
 

 

"Bang! Bilangin sama temen kamu yang namanya ...." Ruqa mengambil ponselnya untuk mengeja nama panjang Ilo. "Al Mashal Ilodalu! Bilangin sama dia, jangan sampai dia muncul di hadapanku lagi. Suruh jauh-jauh dariku! Aku nggak sudi ketemu dia lagi!"
 

 

Billal menatap heran. Ia diam sejenak memperhatikan adiknya yang marah tanpa ia ketahui sebabnya. Sambil pergi ia berujar, "Lagian udah dibilang bukan tipenya, masih aja maksa."
 

 

"Abang!"
 

 

"Iya. Ntar aku sampein!" jawab pria itu asal sambil menutup pintu.
 

 

Sementara Ruqa mulai mengatur napas yang tersengal-sengal. Mulutnya masih terus mengutuk dan mencaci maki pria bernama Ilo tersebut. Bahkan memukuli ponselnya yang menampilkan foto Ilo di layarnya.
 

 

"Jangan sampai kamu muncul di depanku lagi!"
 


 

🌱
 


 

Hari hari Ruqa di Yogyakarta mulai membosankan ketika menginjak minggu kedua. Kegiatannya monoton. Bangun tidur, lari pagi di sekitar kampung, itu pun jika pulang selalu saja ada anggota badannya yang merah karena mendapat cubitan dari ibu-ibu. Katanya gemas melihat aktingnya di televisi. Mau tidak lari pagi, tapi kata Billal harus latihan fisik agar tidak terlalu capek saat pendakian nanti.
 

 

Siang dia hanya menghabiskan waktu di rumah. Kadang ke toko buku mencari kisah romance yang bisa mensupport imajinasinya dalam berkasih. Ketika sore menjelang, ia habiskan di kafe, atau nongkrong di salah satu bangku jalan Malioboro untuk mencari calon jodoh. Sayangnya, meski beberapa kali dilakukan, tidak ada satu orang pun pria yang mendekatinya. Lebih banyak remaja yang meminta foto.
 

 

Bagaimana ada yang mau mendekati jika setiap kali keluar, didampingi Pak Djoko dan Bi Warih yang mungkin dianggap orang tua Ruqa. Kalau tidak begitu, keluar dengan Billal yang pasti dikira kekasihnya. Serba repot. Kadang ia penasaran, jodohnya bakal masuk lewat mana kalau segala sisi diberi benteng yang tinggi?
 

"Oke! Semua udah lengkap! Udah kecentang semua!" seru seorang pria muda yang berada di antara perlengkapan pendakian.
 

 

Namanya Ando, teman seangkatan Billal sekaligus teman satu komunitas pecinta alam di kampus dulu. 
 

"Lanjut packing!" seru pria ceking dengan rambut kriwil pendek yang juga teman Billal. Namanya Furqan. Kali ini bukan teman kampus, Ruqa tidak tahu Abangnya nemu di mana. Namun, dua orang itu yang paling sering pergi kemana-mana dengan Billal. 
 

"Ruqa bantu apa, Mas?" tanya Ruqa pada kedua teman Billal yang sedang sibuk merapikan peralatan hiking mereka.
 

"Nggak usah nggak usah! Adek duduk aja, ya! Nanti tinggal berangkat."
 

Enaknya main sama teman-teman Abangnya ya seperti ini. Ia jadi Tuan Putri di mata mereka. Selalu mendapat perlakuan khusus dan dispesialkan. Jika Ruqa pulang ke Jogja, Billal dan teman-temannya selalu meluangkan waktu khusus mengajak Ruqa berkemah, membaur dengan alam. Meski wanita, tapi Ruqa cukup mandiri dan tidak merepotkan kelompok. Karena itu Billal dan teman-temannya tidak repot jika mengajak Ruqa traveling.
 

 

Sekitar pukul dua siang, Rombongan hiking ke Semeru yang ditunggangi empat orang itu berangkan ke Malang dengan menggunakan kereta api. Menempuh waktu sekitar enam jam lebih, mereka tiba di kota dingin itu sekitar pukul delapan malam.
 

Ruqa kira, mereka akan menyewa mobil untuk langsung berangkat ke Tumpang, salah satu kabupaten sebagai pintu pendakian gunung Semeru. Namun ternyata tidak. Seseorang yang pernah Ruqa kutuk kehadirannya, kini sedang berdiri menyambut mereka di dekat pintu kedatangan.
 

"Wei, Ilo! Makasih makasih, udah mau jemput kita!" 
 

Furqan menghampiri dan memeluk Ilo. Bergantian dengan Billal dan juga Ando. Sedangkan Ruqa hanya berdiri, menatap penuh dendam. Luka yang dua minggu lalu tertoreh, masih belum mengering.
 

Ilo menatapnya heran, kemudian beralih pada Billal untuk mencari sebuah alasan.
 

"Aku harus ajak dia. Sebagai permintaan maaf udah bakar ulatnya kapan hari itu," jawab Billal.
 

"Ruqa nggak akan jadi beban, kok. Dia udah terbiasa hiking," sahut Ando.
 

"Nggak masalah dengan itu. Besok adikku juga mau ikut, jadi ada temannya," ujar Ilo.
 

"Baguslah kalau gitu!" Billal menanggapi lega.
 

"Ayo, kita pulang."
 

"Kemana?" reflek Ruqa bertanya pada Billal. Penasaran dengan ajakan Ilo.
 

"Kita nginep di rumah Ilo dulu malam ini, baru berangkat besok."
 

 

"Di rumah dia?" Ruqa mengulang.
 

"Ya! Pastikan kamu jangan salah masuk kamar!" tegas Ilo kemudian berlalu.

 

"Ish!" 
 


 

🌱tbc🌱
 

Note:

Buar temen-temen yang nggak bisa like n comment. Bisa log in dulu ya. Bisa pilih lewat facebook, google, atau email biasa. Pastikan yang kalian nggak akan lupa, ya. 

Makasih banyak buat kalian yang rela ngikut sampai ke sini ❤️
 

 

 

 

 

 

 

 

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori
Grateful
Selanjutnya Grateful - 07
723
129
Ruqa tidak menyukai perasaan seperti ini. Menginginkan ada di posisi seorang anak yang memiliki keluarga lengkap. Keadaannya sudah sangat patut di syukuri. Namun, tetap tidak bisa dipungkiri jika ingin merasakan bagaimana diperhatikan dan dicintai kedua orang tua
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan