
Ayu jatuh cinta. Demi mengejar pria itu, dia rela mengubah habis-habisan penampilannya. Tak sampai di sana, perangainya pun berubah.
Sampai sebuah perrbincangan yang diam-diam dia dengarkan membuatnya tersadar.
Demi orang lain, Ayu mulai kehilangan dirinya sendiri.
Namanya Ayu. Cahayu Arunika. Pasaran. Sepasaran seluruh hal tentang hidupnya.
Muka Ayu selalu dibilang biasa-biasa saja alias tak ada keunggulannya. Talentanya? Kayaknya selain sanggup mengendus aroma keteknya sendiri dan tetap hidup setelahnya, tidak ada lagi.
Bagaimana dengan karakter?
Oh, Tuhan. Bahkan sang Mama, selalu berdoa agar anak busuk tersebut bisa ditukar tambah saja. Dapat mesin cuci satu sudah lumayanlah itu. Dari pada terus menjadi beban keluarga.
Namun setidaknya sekarang Ayu sudah tak terlalu jadi beban. Karena perawan tak laku-laku itu kini telah mendapat pekerjaan. Tenang, masih merupakan pekerjaan manusia. Budak korporat profesinya. Sebelumnya Ayu sudah berusaha ikut tes sana-sini tapi selalu ditolak. Maklum IPK-nya melarat.
Jadi, Mama Lina yang terhormat kaget bukan main ketika gumpalan daging hidup yang dua puluh lima tahun lalu dikeluarkannya dari rahim, keluar kamar dengan riasan tebal dan aroma tubuh sewangi pohon beringin di malam jumat.
"Astaga, kerasukan apa kamu?!"
Di depan pintu kamar, lengkap dengan kemeja merah muda dan rok span di atas lutut, Ayu menyapa Ibunya ramah. "Oh, pagi Mah."
Mama mendekat. "Baju dari tempat sampah mana yang kamu pungut?!"
"Beuh, si Mamah. Sirik aja Ayu punya baju baru."
"Kok kamu wangi?!"
Cewek itu berkacak pinggang. "Ayu bau bawang, Mama protes. Ayu wangi, Mama juga protes. Mama maunya Ayu bau apa? Bau kentut?"
Sinisan sang Putri dibalas tak kalah julid. "Bau duit."
Anehnya adalah komentar kasar tersebut disambut sunggingan mencurigakan. "Tenang, Mah. Ayu bentar lagi dapet Paksu kaya raya."
"Hoh, pelet siapa yang dipake?"
Jatuh sudah senyuman itu. "Mama ini kalo sama Ayu pikirannya negatip mulu. Coba sih mikir yang positip dikit."
"Belajar bedain garam sama gula dulu kamu baru nanti Mama puji."
Sudut bibir wanita muda naik sebelah. "Heh, Mama juga belajar dulu bedain sein kanan sama kiri."
"Kamu---!"
Ayu sudah melesat ke depan dan buru-buru mengambil sepeda motornya. Kepeleset dikit di depan pintu, tapi masih sanggup kabur.
Sepanjang jalan di pagi hari Ibu kota yang dilalui motor matic biru, akan tertinggal jejak aroma yang cukup kuat. Jangan kaget jika setelahnya tersebar rumor horor tentang 'misteri bau kemenyan di sepanjang jalan pagi ini'. Karena pelakunya tengah berkendara dengan hati berbunga-bunga.
***
Orang Indonesia itu biasanya mudah penasaran akan segala hal. Ada orang kecelakaan, dicari. Gunung lagi meletus, didatangi lavanya. Tsunami, dikejar airnya. Mungkin penjabarannya agak berlebihan tapi itu fakta.
Fenomena sederhana pun tak luput dari pandangan mata yang mampu dijadikan bahan bakar premium gosip di balik kubikel. Tentu sambil berbisik-bisik.
Namun sepertinya ini memang bukan sekedar fenomena. Siapa yang tak tahu Cahayu Arunika yang terkenal akan segala keunggulannya dalam hal minus? Wajah amat unggul jeleknya, penampilan pun terbaik noraknya. Pokoknya segala hal tentang cewek itu adalah versi terbaik dari segala kekurangan.
Masih menjadi misteri bagaimana makhluk itu bisa masuk ke perusahaan besar ini meski hanya sebagai karyawan biasa mengingat performa kerjanya pun sama saja hancurnya.
Ada yang julid Ayu itu katanya pakai jalur orang dalam. Tapi orang dalamnya saja heran kenapa dia bisa masuk. Atau jadi simpanan pejabat tinggi perusahan. Namun tiap kali jejeran Bos dekat dengannya, tiba-tiba langsung pada ingat Tuhan.
Mereka bilang kehadiran Ayu di tempat ini adalah sebuah anomali.
Lebih dari itu, adalah penampilan cewek tersebut sekarang.
Kemeja merah muda ketat dimasukkan ke rok span pendek, high heels hitam, serta make up setebal 1 meter menempel di wajah. Alisnya sudah setajam celurit petani dan terdapat bulu-bulu palsu di mata yang siap tawuran dengan anak STM. Bau kemenyan menyerbak kemana-mana sampai Bu Inggit dari Divisi Accounting yang sedang hamil langsung mabuk darat.
Ayu abaikan semuanya. Berjalan santai menuju ruangan Marketing tempatnya bekerja. Segera dia mengeluarkan senjata ampuh.
Cermin, lip cream, bedak, maskara, semua peralatan yang dia beli dengan paket bundling hanya lima puluh ribu rupiah. Jadi jangan bayangkan bagaimana kualitasnya.
Manik Ayu menyipit, mengintip karyawan lain. Sadar bahwa pagi itu, bukan hanya dirinya, tapi seluruh teman kerja ceweknya juga sedang merias diri.
Secara khusus mata Ayu menuju ke seorang gadis jelita dengan wajah kecil dan kulit halus. Cindy Khaira Melani namanya. Cewek yang jadi idaman banyak pria dari yang masih lajang, duda, punya istri, sampai punya cucu.
Perempuan itu pasti dilahirkan di pagi indah ketika embun di atas daun jatuh ke bumi. Wajahnya teduh dan manis. Tak hanya itu, perilaku, kecerdasan, dan etos kerja yang sempurna, selalu mendapat pujian. Bertolak belakang sekali dengan Cahayu Arunika.
Ini semua adalah salah Mamanya yang dulu saat hamil bukannya periksa ke Bidan, justru ke Dukun.
"Pagi, semua."
Belum selesai blush on merah menyala diterapkan ke seluruh pipi, lantunan adem mengalir dari arah pintu. Seluruh gadis di balik kubikel tegak kepalanya. Termasuk Ayu, membalas dengan senyum sejuta watt.
"Pagi Pak Bryan~"
Mata hitam Ayu berkilauan dengan taburan kelap-kelip khas pasar malam. Sang Marketing Manager, Bapak Bryan Adimas alias Kakanda pujaan hati yang selalu hadir menemani tiap hela nafas.
Bulu hidung Ayu bergetar. Bryan, bujangan nomor 1 di hati Cahayu Arunika sempat tersenyum setelah melihat ke arahnya.
"Pagi, Ayu. Hari ini kamu cantik banget."
DUAAAAARRRRRRR!!!
Petir menjalar ke tiap sel tubuh dan Cahayu merasakan kakinya melemas.
Ah, Kakanda... suara lembutmu seolah meminta diajak ke pelaminan.
"Pagi juga, Pak."
Kemudian Bryan masuk ke ruangannya yang terpisah. Cewek berkemeja merah muda jatuh terduduk di kursi. Mengilas-ngipas pipinya yang merah. Entah merah terbakar karena malu atau overload blush on.
Brak!
Pintu tiba-tiba terbuka. Seorang karyawan pria datang dengan muka panik. "Guys! Pak Axel udah balik dari singapura. DIA MAU SIDAK!"
***
Karena Tuhan itu adil, menciptakan dua hal berseberangan agar bumi ini stabil. Dia ciptakan cahaya juga bayangannya, jadi manusia tahu mana yang baik dan buruk. Tinggi dan rendah supaya kita belajar mengukur. Banyak hal dimiliki dan semuanya selalu dua hal bertolak belakang nan indah.
Jika Bryan sang Kakanda Pangeran berkuda putih dengan suara lembut adalah pujaan hati yang Tuhan kirim untuk memberikan cahaya kehidupan, yang satu ini adalah Iblis dari neraka yang lolos karena sedang bukan Ramadhan.
Bapak Axellio Bintoro Rahardja. Presiden Direktur yang kerjanya bolong-bolong alias sering bolos.
Tidak bolos juga sih, lebih tepatnya dia sering ada di kantor induk di Singapura.
Kalau tiba-tiba datang ke Indonesia, pasti selalu disertai dengan huru-hara. Seperti yang sudah-sudah SIDAK yang berlangsung berwujud meeting evaluasi program spesial bulanan yang selalu digelar di tanggal tertentu. Perusahaan ini adalah sebuah e-commerce dengan hampir dua ratus juga pengguna Indonesia. Menjadikannya yang terbesar.
Kedatangannya adalah ujian terbesar bagi tiap karyawan. Tak jarang meeting sejenis ini akan menimbulkan korban jiwa.
Namun bagi Ayu, ini bukan hanya sebuah ujian.
Ini adalah bentuk kutukan tingkat tiga belas menyertai tujuh turunannya. Tak main-main.
Meeting dadakan menjadi ciri khas dari kedatangan Pak Axel. Rasanya kurang kalau beliau belum buat bencana di kantor. Namun sepanjang sejarah huru-hara sosok Cahayu Arunika berhasil mencetak rekor menakjubkan.
Ayu adalah staff paling sering dihajar habis-habisan oleh Axel tetapi selalu berhasil keluar dengan selamat. Hanya babak belur saja dikit. Berbeda dengan karyawan lain yang setelah ditinju sekali oleh omongan nyelekit Pak Bos, pasti langsung tewas semua dan HRD harus segera membuat pengumuman lowongan baru.
Wajar jika di ujung lidah perempuan berkemeja merah muda itu, ada racun sianida yang amat ingin disemburkan.
Muka beku rekan kerja disertai wangi sandalwood yang memasuki penciuman menyadarkan Ayu bahwa Bos besar sudah tiba. Semua karyawan berdiri dan menyambut sang atasan. Ekor mata Ayu seketika sepat melihat raga besar bosnya sudah duduk tanpa repot-repot menjawab salam.
'Cih, kalo itu Kakanda sih, pasti udah senyum manis sambil menyapa ramah.'
Belum juga mulai sudah asam sekali mulut Ayu. Kemudian serpihan es berputar-putar di udara, siap mencari target. Axel membuka meeting dengan langsung melempar nuklir. "Berapa total transaksi di tanggal promosi?"
Seseorang berdiri. "Sekitar 16 juta lebih, pak secara nasional. Naik hampir 300 persen di hari biasa."
"Hm, sejauh ini, laporan jumlah pengguna dan transaksi kuartal III?"
Gantian seseorang berdiri. "Total pengguna di sepanjang kuartal III yang telah tercatat sebanyak 197 juta lebih. Sementara ada sekitar 243 juta transaksi dengan rata-rata pengunjung melakukan lebih dari satu transaksi."
Axel mengangguk puas. Pertumbuhan perusahaan sangat baik akhir-akhir ini setelah dia mengakuisisi aplikasi berbagi video dan melebarkan sistem pemasaran menjadi bentuk hiburan. Era digital di depan mata, dia melihatnya sebagai suatu peluang besar untuk memberikan kenyamanan tambahan bagi pelanggan.
Keputusan yang membawanya pada ratusan juta pengguna baru. "Total pengguna sekarang ada berapa?"
Membalas tanya sang atasan, seorang gadis bangun dari duduk. Pembawaan yang anggun menarik pandangan kaum adam padanya saat suara lembut mengalun. "Dengan total 15 juta pengguna baru di sepanjang tahun ini, ada sekitar 128 juta pengguna yang---"
Nafas seketika dicekik angin dari neraka. Semua karyawan membungkam saat Axel mengangkat sebelah tangan, pun dengan gadis cantik yang sedang membacakan laporan.
"128 juta?" Axel menyipit. "Laporan sebelumnya menyebutkan kalau pengguna di kuartal III saja mencapai 197 juta. Kenapa hitungan dari awal tahun justru menurun?"
Satu kata.
Mampus.
Kesalahan seperti ini yang akan jadi mangsa nikmat bagi sang Bos. Jika itu karyawan biasa, mungkin tidak terlalu masalah. Tapi ini adalah Cindy Khaira Melani, sang primadona kantor idaman semua cowok. Siapa yang rela gadis jelmaan Dewi itu dihajar?
Tapi juga tidak ada yang berani membela.
"Kamu ketua tim riset pasar kan?" Axel meletakkan dua tangannya yang bertato ular dan kalajengking di atas meja. "Dapat data itu dari mana?"
Getaran dalam suara begitu kentara saat Cindy berkata perlahan. "Maaf, Pak. Untuk data yang itu, adalah bagian dari laporan Cahayu Arunika."
Puluhan pisau menuju leher Cahayu. Dia sampai duduk tegak disodori sorot tuntutan. "I-iya, Pak."
Ini lagi. Pasti dia lagi yang kena. Kalau ada meeting, memang mangsa utama pasti selalu Ayu. Axel memicing. "Kamu pakai metode riset apa hasilnya jadi beda begitu?"
Cahayu mengedip, mengingat-ingat. Dia tidak pakai metode simsalabim abrakadabra kan?
"Pakai... metode... uuuuuhhh..."
Reaksi jengah mendominasi ruangan. Sebenarnya, selama ada Ayu di sini, semua karyawan lain pasti aman. Soalnya pasti hanya Ayu yang dibuat babak belur.
Kadang Ayu bertanya-tanya, sesungguhnya ada amalan buruk apa sampai nasibnya apes terus begini. Lebih lagi, si Bos sepertinya memang memiliki sentimen khusus padanya.
Uh, ingin rasanya Ayu menggosokkan wajah tampan itu ke parutan kelapa.
"Bawa ke saya laporannya." Titah Axel dan dituruti Cindy. Mendekat kepada atasan sambil membawa laptop. Dia menunduk sebentar di samping pak bos.
Bisik-bisik terdengar. Karyawan menyoroti posisi Cindy yang terlalu dekat dengan Axel sampai wajah mereka nyaris menyatu. Kecantikan terasa kian sempurna bersanding dengan wajah tampan.
Sejenak Ayu merinding. Dari segala hal, ini adalah satu-satunya momen dia tak iri pada Cindy. Syukurlah kalau mereka jadian bisa mengurangi sedikit saingannya menangkap hati kakanda terkasih. Soalnya menurut rumor Axel itu masih jomblo.
Nanti kalau mereka menikah, akan Ayu beri kado kitab suci dari Barat.
"Ay-Ayu!"
Oh, rupanya dia telah terjebak di lala land. Ayu terperanjat dan menoleh dengan gelagapan. "Iya?"
"Spreadsheet kamu masih dikunci." Meski tak terlalu keras suara namun Cindy berkata penuh penekanan.
"Oh, dikunci ya?" Ayu mengingat-ingat. Dia memang suka iseng mengunci dokumen. Biar kelihatan penting aja gitu. "Passwordnya itu..."
Cahayu melotot.
Dia baru ingat apa kuncinya.
Di kepala meja, alis Axel terangkat sebelah. "Apa passwordnya?"
Bibir merah kebakaran bergetar. "Oh, eh, passwordnya ya pak. Eh, itu... emmm..."
"Cepet kasih tau." Bos menuntut.
"Biar saya aja pak yang masukin."
"Stay there and say it."
Ayu mati kutu. Dia meremas rok spannya ragu-ragu. "Mm... saya lupa Pak."
"Ingat sekarang atau gaji kamu saya potong."
Bah!
Gaji kepentok UMRnya dalam bahaya!
"Pass-passwordnya..."
Bos besar masih menunggu. "Apa? Cepet sebut!"
Bukan hanya jenglot berwujud pria menjulang tinggi berbalut setelan suit serba hitam saja, tapi beberapa rekan kerja lain ikut mendesak. Mereka sepertinya juga mulai kepanasan dan ingin meeting ini segera selesai.
"E-eum..." simalakama. Ayu tak ingin mengorbankan gajinya. Tapi juga tak sanggup bicara. "Passwordnya... Pak Axel..."
Hening.
Suara dering telepon dari ruangan lain bahkan terdengar jelas dari sini.
Cindy di sebelah Axel memalingkan muka. Sementara beberapa karyawan lain mulai bersiul-siul genit.
"Duh, mbak Ayu. Diem-diem ternyata..."
"Harus pak Axel banget nih Yu, passwordnya?"
"Pantesan yah Ayu akhir-akhir ini dandan terus. Ternyata lagi ada yang diincer."
Sekali dalam beberapa kali, meeting serius memang bisa berubah cair seperti sekarang. Lagipula siapa yang tak naksir Bos muda tampan nan kaya raya. Itu adalah impian semua wanita apalagi penggemar novel.
Tapi bukan Ayu.
Kalau ini hari biasa Ayu pasti sudah mandi bunga tujuh rupa untuk membersihkan diri dari hadas kecil dan besar setelah dituduh punya perasaan pada makhluk jahanam itu. Tapi sekarang ada yang lebih emergency.
Axel mengangkat sebelah alis, namun kemudian tak ambil peduli dan memasukkan passwordnya. Mata mendelik satu detik berikutnya.
"Salah." Auranya meniru suhu puncak everest. "Jangan main-main. Cepet kasih tau saya apa passwordnya."
Tamat riwayatnya. Ayu menundukkan wajah. "Passwordnya itu, Pak Axel... terkena azab kepalanya nyangkut di jamban."
Hening lagi.
Axel melotot amat lebar. Hampir lari bola matanya. Dia masukkan kalimat durjana itu dan spreadsheet akhirnya terbuka.
Batuk-batuk aneh mengisi ruangan meeting. Bagi Ayu, dia hanya melihat akhir hidupnya telah melambai di garis finish.
***
Hari sial memang tak ada di kalender. Masih jauh dari rumah, Ayu menemukan motor kesayangannya mogok di tengah jalan.
"Astaga, ayolah. Gua udah tengik di kantor masih harus dikeringin di jalan."
Menoleh ke kanan dan kiri. Ayu khawatir tak ada bengkel di sekitar. Dia berjongkok di depan mesin motornya. Membacakan beberapa ayat suci berharap ada mukjizat dari Yang Maha Kuasa.
Saking fokusnya tak sadar ada sebuah motor berhenti di dekatnya.
"Ayu? Motornya kenapa?"
Si gadis terperanjat kecil. Ketika raganya berputar, sebuah motor merah seksi dengan penunggang yang tak kalah seksi hadir memanjakan mata.
Kakanda? Itukah engkau?
"P-pak Bryan?" Buru-buru berdiri tegak. "Oh, iya Pak. Motor saya mogok."
"Ah," pria itu tersenyum simpul. "Mau saya bantu?"
Begitu ceritanya kenapa sekarang jiwa Ayu melambai-lambai tertiup angin sepoi-sepoi di atas motor merah. Menyentuh tipis-tipis jaket pria idamannya.
Bryan bukan hanya membantunya mencari bengkel, tapi juga sebaik hati itu untuk menawarkannya pulang. Sementara motornya mungkin baru diambil besok.
Ah, kalau dicaci maki Pak Axel hanya untuk mendapatkan momen spesial seperti ini setelahnya, Ayu rela dimarahi tiap hari. Sampai bibir Pak Axel jatuh juga tidak apa-apa.
Kita bikin romantis~
Bikin paling romantis~
Sore itu, Ayu merasa terbang ke awang-awang.
***
Peristiwa kemarin meniupkan angin harapan. Sebelumnya, Bryan tak pernah sedekat itu padanya. Memang Managernya selalu ramah pada siapa pun. Tapi yang kemarin sangat berbeda.
Menyala semangat juangku!
Ayu jadi lebih effort setelahnya. Dia habis-habisan men-stalk akun sosmed Kakanda tercinta untuk tahu lebih banyak hal. Dari sana Ayu tahu bahwa Bryan banyak didekati oleh cewek-cewek modis. Rasa ingin menggebuki sekumpulan kecoak yang berusaha mendekati Pangeran setampan Bryan Adimas membara di dada.
Tapi jika cewek-cewek modis itu adalah kecoak, terus modelannya ini apa?
Tidak. Ayu akan jadi lebih modis daripada mereka semua. Target utama, Pak Manager tampan.
Kakanda, I am coming~
Ayu mengubah total penampilannya. Semakin lama semakin brutal. Bulu mata yang awalnya hanya satu sentimeter, bertambah seolah menjadi satu meter. Bedak semakin tebal sampai perbedaan warna dengan lehernya menghasilkan siluet tiga dimensi. Baju yang selalu dikenakan kian mencekik badan.
Ayu bahkan mati-matian belajar cara mencatok rambut. Sepotong dua potong rambut gosong tak jadi halangan demi perhatian sang pujaan hati.
Ini tidak nyaman, sungguh. Semua make up yang diterapkan pada wajah membuat kulit Ayu mulai bermasalah. Kakinya terkilir tak habis-habis hanya karena memaksa terus mengenakan high heels. Rambutnya rusak parah dan Ayu kesulitan bergerak dengan pakaian ketatnya.
Itu baru penampilan, karena faktanya Ayu jadi lebih agresif setelah Bryan selalu merespon semua tindakannya dengan senyum manis.
"Pak Bryan, makan bareng yuk~"
"Pak Bryan, motor saya rusak lagi. Nanti pulang bareng ya~"
"Ajarin dong Pak, Ayu nggak ngerti nih."
Pepet terus Yu!
Tapi dasar manusia, ada saja yang julid. Contohnya manusia satu ini.
"Saya memperkerjakan manusia. Bukan badut. Ngapain dandanan kamu sampai segitunya."
Pahit, pahit. Mulut Ayu pahit seketika. Bos besar yang baru keluar dari ruangan megahnya berkomentar sinis. Jadi Ayu balas lebih sinis. "Bapak bilang saya kayak badut mungkin karena Bapak gak suka perempuan. Cowok di mana-mana selalu suka sama cewek modis."
Axel mendengus sinis. "Menurut kamu modis begitu?"
"Ya jelas. Udahlah Pak, saya permisi ya. Mau jalan bareng mas gebetan. Takut aja gitu kalo gak punya gandengan sama sekali, entar saya masih sendirian lagi pas udah kepala tiga."
Puas. Ayu melangkah senang setelah menyindir atasannya yang sudah berumur tapi belum juga punya pendamping.
Apa gunanya mapan dan tampan kalau tak dimanfaatkan?
***
Event sekali dalam setahun segera tiba. Menjelang pesta ulang tahun perusahaan, rangkaian acara dan promo khusus pada platform diadakan. Pegawai bekerja mati-matian mempersiapkan acara tersebut.
Karena itu khusus bagi pegawai, akan digelar pesta besar di kantor. Ini adalah kesempatan emas bagi Ayu untuk meluncur secepat kilat di siang bolong.
"Pak Bryan~~~" Cewek yang kali ini memoles bibirnya dengan warna nude sampai romannya pucat seperti manusia kanker stadium akhir melongok ke ruangan kerja Manajernya. "Nanti ke pesta kantor sama siapa Pak?"
Bryan memindahkan pandangan dari laptopnya. "Oh, Ayu. Kebetulan saya belum ada teman."
"Yeay~ kalau gitu Bapak sama Ayu aja ya?"
Pria di balik meja kerjanya tertawa kecil. "Boleh."
***
Hanya demi penampilan, Ayu menghabiskan hampir setengah gajinya untuk membeli pakaian agar terlihat mencolok malam ini.
Bryan menjemputnya dan agak bingung melihat penampilan Ayu yang pasti tetap membahana walaupun tertiup puting beliung lalu disambar halilintar sebelum kemudian tersapu tsunami. Pokoknya cetar banget.
‘Pak Bryan pasti terkesima hehehe~’
Meski kesulitan naik ke motor, Ayu tetap berhasil. Gaun strapless hitam menampilkan bagian belakang tubuh. Sudah dipastikan oleh Ayu semua karang di punggung telah dibersihkan.
Sampai di kantor, Ayu mengangkat wajahnya tinggi mendapati banyak karyawan langsung berbisik-bisik ke arahnya. Sebagian besar dari mereka hanya mengenakan dress formal dan sederhana. Hanya Ayu yang heboh sendiri.
Demi menangkap hati Pak Bryan!
Sepanjang pesta, tak ingin Ayu lepas dari pria itu. Menempel erat dengannya kemana pun Bryan pergi.
"Eh, saya ke toilet sebentar ya?" Tiba-tiba laki-laki tersebut meminta izin.
"Oh, mau saya temenin Pak?"
"Oh gak usah!" Bryan menjawab panik. "Nggak enak. Kamu tunggu sini aja Yu."
Menghilang figur tinggi ditelan keramaian. Ayu diam sebentar lalu mengambil segelas air. Minuman ini seharusnya manis, tapi karena ada suara menjengkelkan dari arah belakang, semua jadi hambar.
"Peserta karnaval mana yang nyasar sampai sini?"
Ayu tersedak kecil. Menepuk dadanya lalu berbalik. "Hmph, seenggaknya saya punya gandengan dateng ke sini."
Aura dominasi menguar pekat, namun perempuan tengil di hadapannya selalu punya cara untuk menangkalnya. Axel memasukkan tangan ke saku celana dongker. "Saya gak lihat kamu punya gandengan."
"Dia lagi pergi sebentar." Membuang muka. Wajah tampan sang atasan seringkali membuat Ayu kesal terutama jika senyum meremehkannya muncul. Seperti sekarang misalnya.
"Mungkin dia kabur karena takut sama riasan kamu."
"ENAK AJA!"
Ayu langsung pergi. Emosinya akan selalu naik ke ubun-ubun kalau meladeni Direktur tengilnya itu. Jadi dia lebih memilih menyusul Bryan ke toilet.
Sepertinya masih di dalam. Jadi Ayu menunggu dengan sabar di luar. Terdengar suara wastafel. Sambil menunggu ada baiknya juga memeriksa make up. Buru-buru membubuhkan lipstick tambahan merasa bibirnya masih kurang merah. Ketika air berhenti mengalir, suara manusia terdengar.
"Lo harus kasih tau dia, Bryan. Kalau nggak dia bakal makin menjadi-jadi."
Ayu mengerutkan dahi. Itu suara seseorang yang tak terlalu dikenali Ayu. Sepertinya salah satu teman Bryan di divisi lain.
"Gue bingung cara bilangnya gimana."
Yang barusan, tentu saja suara pujaan hatinya. Perempuan itu mencoba menempelkan telinga lebih dekat ke pintu.
"Ya lo bilang aja, kalau lo gak nyaman dengan dia. Lo nggak suka ditempelin terus kayak gitu sampai lo gak bisa nafas." Siapa pun yang bicara dengan Bryan saat ini, jelas dia orang yang mudah bergosip. Cara bicaranya dengan seseorang penuh dengan nada provokasi. "Lagian gue aneh banget deh sama si Ayu itu, makin lama dia makin norak."
Ayu terdiam.
"Kayak, apa banget sih. Make up menor lebih-lebih dari nenek girang, pakaian sekelas P*K, kelakuan SDM rendah. Kerjaannya tiap hari cuma godain lo doang. Najis."
Di depan pintu, ada tangan yang terkepal.
"Lo itu terlalu baik, Bryan. Kalo gue sih, langsung gue ulti tuh cewek. Semua karyawan juga udah jijik sama dia. Murahan dan gak tau diri. Kita udah gemes sendiri ngeliat lo masih terlalu baik sama dia. Dia kira dia cakep apa? Muka ancur gitu juga. Mending badannya seksi. Ini mah datar kayak triplek!"
Termenung serta beku. Ayu memikirkan kalimat itu.
Apakah semua orang berpikir seperti itu tentangnya?
Berpikir bahwa dia seburuk itu?
Apa, Bryan juga berpikiran serupa tentangnya?
Ayu menunggu dengan sabar. Dia ingin dengar langsung pendapat dari mulut pria tersebut tentangnya.
"Iya, lo bener. Ayu emang makin hari makin norak."
Setrum dingin menyentuh tengkuk. Ayu menemukan dirinya menutup mulut tak percaya dan mundur perlahan. Berusaha keras tak menimbulkan suara apapun dan pergi dari sana. Tak mempedulikan bahwa acara belum selesai dan segera keluar gedung. Secara terburu-buru menghentikan taksi dan pergi menuju rumah.
Mama Lina agak terkejut melihat anak perempuannya pulang lebih cepat dari perkiraan. Ingin bertanya namun Ayu langsung masuk ke kamar. Mengunci diri.
Dia menatap cermin. Memandangi dirinya sendiri.
Apa yang telah dia lakukan?
Ayu seharusnya sedang berinteraksi dengan dirinya di dimensi lain. Namun yang didapatinya, adalah seorang peramuan dengan riasan berlebihan dan pakaian yang amat tak nyaman.
Sejak kapan? Sejak kapan dia berubah menjadi monster?
Mata itu, bukan matanya. Hidung itu juga bukan hidungnya. Pun bibir semerah darah, itu bukan miliknya.
Itu bukan Cahayu Arunika.
Sejak kapan dia suka merias wajah? Mengenakan banyak kosmetik untuk merubah penampilan. Tidak. Dia adalah perempuan sederhana yang selalu tampil apa adanya dan pas-pasan. Itu adalah apa yang membuatnya nyaman dan terbuka.
Kenapa dia mengenakan baju yang merendahkan harga dirinya? Ayu selalu meyakini bahwa baju terbaik adalah baju yang membuatnya bahagia. Teman yang akan menyaksikannya berjuang melewati sebuah hari. Memeluk ketika Ayu mulai menyerah. Bukan yang mencekik hingga dia lupa bernafas.
Kenapa dia menyakiti kakinya? Kaki yang senantiasa mengantarnya menuju banyak tempat dan pengalaman menakjubkan. Menopangnya untuk tetap berdiri tangguh mengahdapi tiap ujian. Kaki ini, tak pantas untuk disiksa.
Kenapa, Ayu? Kenapa?
Ayu terjerat pesona seorang makhluk fana sampai dia berpikir bahwa semua adalah hal abadi, hingga diperjuangkan mati-matian dan lupa pada apa yang sungguh mutlak.
Dirinya sendiri.
Ayu kehilangan dirinya sendiri. Lupa jalan pulang pada tubuh dan hatinya.
Kemana dia pergi selama ini? Kemana Ayu yang asli, yang selalu sederhana dalam menghadapi segala hal dan tetap positif setelahnya. Bahagia dengan caranya sendiri tanpa harus repot-repot menggantung diri pada orang lain. Tau cara menghargai sesuatu dengan cara unik.
Ini bukan Ayu, sungguh.
Dia menarik bulu mata yang membutakan pandangan. Menghapus kasar riasan yang menjadi topeng bagi wajah aslinya.
Ayu yang asli, selama ini pergi ke luar rumah. Berusaha mencari rumah baru setelah tersihir ketampanan seorang pria. Lupa pada rumahnya sendiri.
Ayu, pulang.
Pulang ke rumah.
Basah wajahnya, dan Ayu baru sadar itu adalah sungai dari pelupuk mata. Dia semakin kuat menghapus riasan tersebut. Mengacaknya kasar, berusaha menemukan dirinya.
Di mana? Di mana Ayu yang asli?
Anting, kalung, semua perhiasan sampai baju aneh yang dikenakan dilepas. Ayu mengambil banyak kapas dan membubuhkan cairan. Segera membelai wajah hingga kapas kotor dibuatnya.
Ini, ini adalah Ayu yang asli. Ayu tanpa topeng. Ayu yang selama ini hilang.
Tanpa disadari, Ayu telah menukar apa yang lebih penting dalam hidupnya untuk sebuah perasaan fana kepada sesama manusia.
Jati dirinya.
Dia bersandar di meja rias. Menatap sosok perempuan yang baru kembali pulang ke rumahnya setelah tersesat begitu jauh. Bermonolog dengan jiwa untuk sebuah pelajaran.
Ayu, tidakkah rumahmu indah? Kenapa pergi? Kenapa tidak menetap dan membuat rumahmu kian megah?
Bahkan jika dia tidak puas dengan rumahnya, tidak seharusnya Ayu kabur begitu saja. Berusaha mengelak dan membuang apa yang tuhan berikan untuknya.
Bagaimana dia bisa membuat seseorang mencintainya jika dia saja tidak mencintai dirinya sendiri?
Ayu, jangan tersesat lagi. Kamu punya rumah dalam dirimu. Jangan pergi menuju rumah yang lain apalagi hanya untuk meraih yang tak mutlak.
Itu akan membuatmu kehilangan arah.
Tangan terulur. Ayu mengelus dirinya di dalam cermin.
Kamu terlalu berharga untuk menjadi gelandangan di dunia ini. Terombang-ambing tanpa rumah, tanpa tujuan.
***
Telah lupa kapan terakhir kali langkahnya seringan ini. Ayu masuk ke kantor sambil bersenandung kecil dan tanpa beban menyalakan komputer.
Untaian kaget dan tanya diabaikan. Dia tahu orang-orang membicarakan penampilannya yang tiba-tiba berubah. Tudak ada lagi make up tebal, perhiasan berlebihan, atau pun gerak-gerik centil yang biasanya dia tunjukkan.
Ayu hanya kembali menjadi dirinya sendiri.
Sebuah kemeja abu-abu dimasukkan ke dalam celana katun lebar. Rambut yang biasa digerai bergelombang kini disanggul sederhana, memberikan pandangan terhadap leher tanpa hiasan. Wajahnya natural. Tak ingin lagi Ayu memberatkan diri dengan topeng. Sepasang kaki yang berharga diberikan kenyamanan dalam balutan flat shoes putih.
Moodnya begitu baik. Baru hendak menginput laporan, dia mendengar bisik-bisik.
"Iya, katanya kemarin Pak Bryan yang nembak."
"Wah, pupus harapan dong kita?"
"Momennya emang pas gitu sih. Apalagi pas lagi dansa duh."
Ayu mengedip kaget.
Bukan, bukan karena kabar itu. Tapi bagaimana hatinya tetap terasa nyaman dan baik-baik saja.
Menetap dalam dirimu sendiri memang semenyenangkan itu.
Tiba-tiba seorang rekan kerja mendekat. "Loh, Ayu. Tumben penampilannya gak cetar hari ini."
"Hehehe, iya Dian, lagi mager soalnya."
Mager tersesat lagi maksudnya.
"Oh... eh tapi lo tau gak kalo pak Bryan udah jadian sama Cindy?"
Ayu mengangkat alis. "Oh ya? Wow."
Dian terdiam dengan reaksi rekan kerjanya. "Lo... gak cemburu?"
"Cemburu? Buat apa?"
"Ya..." jadi bingung sendiri, Dian menggigit bibir bawah. "Kan lo suka Pak Bryan. Seisi kantor juga udah tau kok."
"Hahahaha, saya suka Pak Bryan." Mata Ayu berkilat. "Tapi lebih cinta sama diri saya sendiri."
***
Tidak sulit mengkonfirmasi berita tersebut ketika mereka berada di divisi yang sama. Ayu menarik nafas dan memutuskan melanjutkan harinya dengan baik. Dia sudah kapok dimarahi pak bos gara-gara selalu mengerjakan tugas dengan sistem simsalabim abrakadabra. Ayolah, dunia ini tidak semudah memilih pilihan ganda dengan hitung kancing.
Walau sebagian rasa yang tertinggal masih membuatnya merasakan sedikit sakit melihat hubungan itu. Tak apa, dia memahami teknologi canggih yang disebut 'move on'. Ayu terdiam di basement kantor melihat Bryan mengajak Cindy ke motornya.
"Tumben gak jadi badut?
Tubuh Ayu terjengit. Mukanya asam seketika. "Pak Axel." Gumamnya.
"Heh, patah hati?" Axel melihat ke arah dua karyawannya yang sudah naik di atas motor merah dan melaju meninggalkan basement. "Cih, rendahan banget begitu aja digalauin."
Ini, ini dia. Kenapa mulut bos besar ini sesekali harus dibaluri sambal rawit setan. Kalau bicara suka tak pakai hati. "Yeuu, Bapak bisa aja ngomong kayak gitu." Ayu merengut. "Beda kalau Bapak orang jelek yang gak ada lebih-lebihnya."
"Kamu ngerasa jadi orang jelek?"
Mata si perempuan memicing. "Nggak. Cuma udik doang dikit."
Suara tertahan di tenggorokan dan laki-laki berbalut setelan suit abu-abu memalingkan wajah. Ayu tahu atasannya pasti diam-diam sedang menertawakannya. Emosinya jadi tersulut lagi.
"Ketawa aja Pak. Nggak usah ditahan. Orang udik kayak saya emang kodratnya jadi bahan tertawaan."
Hanya batuk-batuk kecil dan ditutup deheman berat sebagai respon untuk kalimat satir. Axel menoleh lagi pada makhluk yang tingginya hanya mencapai dadanya tersebut.
Merasa diperhatikan, Ayu ikut menoleh.
Axel Bintoro Rahardja, memiliki mata hitam nan tajam. Gelap dalam maniknya mampu memerangkap seseorang dalam jerat tak kasat mata. Perempuan itu mengedip bingung dengan ekspresi tak terbaca pada wajah adonis.
"Don't you know that Ayu means beautiful?"
Ayu meneleng. "Hah?"
Tuk!
"Aw!" Keterlaluan. Sengatan panjang di tengah dahi membuat Ayu bersumpah serapah ria.
Bisa-bisanya Axel menyentil keningnya dengan penuh kekhidmatan begitu!
"Woy Pak! Sakit!"
"Belajar bahasa Inggris kamu. Kerja di perusahaan elit tapi gitu aja nggak paham."
Ayu masih mengelus keningnya. "Ya nggak usah pake kekerasan juga dong! Bapak ini nggak punya perasaan banget sih!"
"Saya punya perasaan kok. Saya bisa suka sama seseorang."
Berhenti. Mata Ayu menatap penuh dendam membara. "Oh, Bapak bisa punya perasaan ke orang?" Dengusan meremehkan keluar. “Bukan cowok kan?”
“Mau saya sentil lagi?”
“Dih!” Ayu bersungut-sungut. "Bapak nih nyebelin banget! Ayu jadi kasihan sama cewek yang Bapak taksir!"
Itu sebenarnya hanya sebuah gerutuan tak sengaja tanpa maksud disampaikan pada lawan bicara. Namun telinga sensitif Axel menangkapnya dengan jelas apalagi si wanita mengatakannya dengan lugas. Pria itu menunduk menuju wajah natural yang merengut. "Emang," dan Axel menyeringai kejam. "Kasihan banget yah, kamu."
Lalu pria dengan setelan abu-abu masuk ke mobilnya yang telah disiapkan sejak tadi. Meninggalkan sosok gadis terdiam di tempat mencerna ucapannya.
"Hah?"
Namun ketika dia menoleh, Range Rover hitam sudah meninggalkan tempat.
"Bentar. Tadi maksudnya apa? Hah? Pak, Pak?! Pak Axel tunggu Pak!!!"
FIN.
A good love could change you to a better. Not change who you really are.
30 Agustus 2024
4610 words