
Benar-benar menggapai bintang dalam arti sebenarnya bukanlah suatu perumpamaan tentang menggapai mimpi. Perjuangan keras yang telah ia lalui untuk menggapai bintang akhirnya terjadi. Namun, disetiap keberhasilan seseorang pasti ada orang lain yang tidak akan suka akan hal tersebut. Itu yang akan dialami oleh tokoh utama cerita ini.
Atmosfer tegang terasa di sebuah gedung NASA. Semua lalu lalang, sibuk dengan kepentingan mereka masing-masing yang harus mereka kerjakan. Mereka sedang sibuk mempersiapkan penerbangan roket mereka yang akan menuju ke planet yang digadang-gadang dapat menjadi planet alternatif jika Bumi sudah tak layak huni lagi. Tak lain dan tak bukan, Mars. Roket akan diisi oleh 3 astronot yang akan mengemban misi melihat, meneliti, serta menilai kondisi di Mars sekarang.
“Apakah semuanya sudah siap?” Ucap seorang kepala divisi.
“Pengecekan terakhir telah dilakukan pak,” saut seorang peneliti perempuan yang bertugas mempersiapkan semua yang diperlukan untuk misi tersebut.
“Kalau begitu lakukan peluncuran.” perintah kepala divisi.
“Siap,” semua anggota di ruang tersebut menjawab dengan kompak.
“Para astronot, apakah kalian sudah siap,” Ucap gadis tadi yang bernama Cynthia.
“Kami siap,” ucap salah satu astronot yang telah duduk di kursi guidance system.
Cynthia mengangguk mulai menghitung mundur. “Peluncuran dilakukan dalam 10. 9. 8. 7.”
“Tunggu, bukankah ada satu hal lagi yang seharusnya diperiksa?” Seseorang yang duduk di kuris paling belakang berbisik ke rekan di sampingnya. Rekannya menoleh “Mungkin sudah diperiksa petugas lain,” temannya hanya mengangguk mengerti.
“3. 2. 1. Roket meluncur.”
Peluncuran roket telah dilakukan, asap memenuhi pangkalan peluncuran roket. Setelah lepas landas roket meluncur dengan mulus ke langit. Sampai akhirnya melewati lapisan atmosfer-atmosfer bumi. Setelah keluar dari Bumi sepenuhnya, roket harus mengurangi beban/massa roket agar dapat meneruskan perjalanan. Bagian sisi bawah peluncur roket akhirnya dibuang untuk alasan tersebut kemudian mesin peluncur diganti dengan yang sudah disiapkan.
Semua orang di dalam gedung NASA merasa sangat senang atas keberhasilan peluncuran roket pertama mereka. Semuanya berteriak gembira, saling memeluk, rasa bahagia menyelimuti mereka. “Pangkalan divisi satu masuk, para astronot apakah kalian baik-baik saja,” tanya Cynthia kepada tiga astronot tersebut. “Disini Diego Hansen masuk, kami baik-baik saja peluncuran berjalan lancar,” ucap salah satu astronot. “Clara Washington masuk, tentu kami baik, persiapan kita selama 10 tahun tidak mengecewakan,” astronot lain menanggapi. “Ini Angkasa Prakarsa masuk, kami aman, semua terkendali. Roket mulai terbang dengan stabil,” saut astronot terakhir.
Setelah beberapa menit, para astronot melepaskan sabuk pengaman di kursi guidance system. Mereka mulai melayang kesana-kemari menikmati ruangan tanpa gravitasi.
“Hei, Clara lihat air yang melayang seperti balon ini! Keren bukan?” Ucap Diego sambil mengeluarkan sedikit air kantong plastik yang sudah disiapkan.
“Jangan bermain dengan stok air kita Diegoo,” ujar Clara sebal.
“Clara benar Diego, jangan menghamburkan persediaan kita,” sahut Angkasa.
“Hei, Angkasa bukankah saat ini impianmu telah tercapai? Menggapai bintang atau pergi ke angkasa.”
Angkasa tersenyum melihat jendela dihadapannya yang menyuguhkan sebuah karya lukisan tuhan yaitu angkasa. Melihat bintang, Bumi, dan benda-benda angkasa lainnya.
“Kita berhasil mewujudkan mimpi kita Cynthia, pergi ke luar Bumi untuk menggapai bintang,” Angkasa menyebutkan nama Cynthia juga karena Cynthia juga bermimpi untuk pergi ke luar angkasa.
Diego, Clara, dan Angkasa sudah berhasil melewati banyak tes sulit yang akhirnya bisa mereka taklukkan semua. Pemandangan luar angkasa ini adalah hasil yang mereka dapatkan dari kerja keras itu. Semua astronot dan petugas NASA senang, tersenyum, dan bahagia kecuali satu orang.
“Halo semua, aku ucapkan selamat kepada kalian bertiga yang telah berhasil menjadi astronot pada proyek kali ini,” ucap kepala divisi satu kepada para astronot.
“Terimakasih pak kepala,” sahut ketiga astronot.
“Kerjakan tugas kalian dengan baik, buat proyek ini menjadi sebuah perubahan besar.”
“Siap!”
Tak selang beberapa lama mereka melakukan tugas masing-masing dengan profesional. Pemeriksaan keadaan pesawat, kelengkapan persediaan, jalur peluncuran, dan alat teleportasi telah siap. Alat teleportasi ini telah disiapkan untuk memangkas waktu dan jarak antara Bumi dan Mars namun hanya dapat digunakan sekali. Karena itu ketiga astronot masih harus mempersiapkan kesiapan roket untuk melalui teleporter. Itu membutuhkan waktu sekitar seminggu dengan masih mengontak pangkalan divisi satu.
Semua stabil dan terkendali selama 3 hari setelah roket diluncurkan. Namun, di hari keempat roket tiba-tiba kehilangan kontak dengan pangkalan divisi satu. Semua anggota NASA panik mengetahui kabar tersebut. Termasuk Cynthia yang merupakan penanggung jawab dalam penerbangan roket kali ini.
“Cynthia, apa yang terjadi?” tanya kepala divisi satu ke Cynthia dengan ekspresi marah.
“Maaf pak kepala, aku tidak tahu apa yang terjadi pada peluncuran ini,” Cynthia menundukan kepalanya.
“Apa yang kau katakan! Ini adalah tanggungjawabmu! Aku tidak mau tahu, cari kesalahan yang membuat kehilangan kontak ini apa yang terjadi pada para astronot dan jangan biarkan berita ini tersebar pada publik kau paham!” Kepala divisi satu marah sambil keluar dari ruangan.
Cynthia menangis, tubuhnya jatuh ke lantai. Salah seorang anggota menolong Cynthia untuk bangun. Dia wakil dari Cynthia dalam proyek ini. Ia menenangkan Cynthia. Setelah jam kerja hari itu usai dia mengajak Cynthia mengobrol.
“Sudah Cynthia, jangan bersedih. Masalah ini akan kita hadapi bersama, sberapa gelap masalah ini pasti akan ada titik terang yang akan menuntun kita pada penyelesainnya.”
“Terimakasih telah memberiku semangat.”
“Sama-sama Cynthia, kita semua harus semangat. Kau juga, bukankah Angkasa adalah teman baikmu dari kecil? Kau harus semangat!” Tiba-tiba Cynthia sedikit meluruskan bibirnya yang awalnya melenkung.
“Yaa, aku harus semangatt!”
Mereka melanjutkan perbincangan yang lebih santai. Beberapa saat kemudian, Cynthia meminta izin untuk pergi ke kamar mandi. Di kamar mandi, Cynthia menatap kaca.
“Selamat atas penerbangan pertamamu teman, semoga kau tenang dan senang disana. Kau bilang kita akan pergi bersama, namun kenyataannya justru seperti ini. Sudah kusiapkan hadiah spesial untukmu,” ucap Cynthia di depan kaca kamar mandi dengan raut muka datar.
Di tempat lain, kepala divisi satu sedang berada di ruangan kantornya. Ia belum pulang karena suatu hal. Saat suasana ruang kantor sedang lengang, seseorang datang mengetuk pintu lalu masuk tanpa menunggu dipersilakan untuk masuk.
“Kenapa kau datang?” tanya kepala divisi satu yang sedang melihat keluar jendela besar dengan banyak lampu gedung menyinari.
“Kau masih bertanya kenapa?” orang misterius itu balik bertanya.
Kepala divisi berbalik badan menatap orang itu.
“Ini semua salahmu, apapun yang terjadi tetap salahmu. Ketidaksiapan, ambisi, dan egomu menghancurkan semuanya.”
“Lalu kenapa? Dia pantas mendapatkannya, dia telah melakukan sesuatu yang mengancam jabatanku. Lagipula aku kepala divisi, tak ada yang akan mencurigaiku.”
“Cih, semoga kelakuanmu dibalas kembali.” ucap orang misterius itu sembari berjalan keluar ruangan.
Beberapa hari kemudian masih belum ditemukan apa yang terjadi pada kehilangan kontak ini. Hari demi hari, bulan demi bulan, hingga 1 tahun lewat masih belum mendapatkan titik terang dalam masalah ini. Akhirnya NASA memutuskan mengakhiri masalah ini dan menarik kesimpulan bahwa roket mengalami keruskan dan akhirnya meledak kemudian para astronot telah tiada. Berita itu disampaikan ke publik dan akhirnya anggota-anggota keluarga dari para astronot protes karena baru diberitahu hal ini. Mereka protes, mengamuk, dan mengancam pihak NASA. Namun, apalah daya mereka hanya warga biasa. Akhirnya berita itu perlahan mulai dilupakan juga.
10 tahun kemudian, saat pangkalan divisi 1 NASA sedang sibuk mempersiapkan rencana baru penerbangan roket untuk pergi ke Mars dengan 3 awak kapal yang salah satunya adalah Cynthia. Mereka mendapat sebuah kode yang berisi.
“●●●● -● ●-●● ---”
Setelah mendapat pesan tersebut peluncuran roket yang seharusnya masih 5 tahun lagi dipercepat menjadi 2 tahun lagi. Semua terkejut, heran, bingung, serta ada beberapa yang kesal. Bagaimana bisa setelah lebih dari 10 tahun mereka hilang, secara tiba-tiba ada yang mengirim pesan ke pangkalan divisi 1.
2 tahun berlalu, hari peluncuran roket tiba. 3 awak kapal telah bersedia di kursi guidance system masing-masing. Peluncuran dilakukan. Semua lancar dan terkendali seperti peluncuran sebelumnya.
“Pangkalan divisi 1 masuk, ini Cynthia Herman. Semua baik-baik saja, persiapan kita amat matang. Sepertinya misi kali ini akan berhasil, tidak seperti sebelumnya,” Cynthia berkomunikasi dengan pangkalan divisi 1 sambil melihat ke luar angkasa.
“Yaa, semua baik-baik saja, aku senang bisa bersama senior Cynthia dan…” mata astronot itu melebar.
Cynthia yang awalnya masih tersenyum melihat angkasa yang indah menoleh ke arah si astronot “Ada apa? Kenapa kau memotong kalimatmu?”
Si astronot terdiam. Kemudian ia menunjuk sesuatu di arah samping. Cynthia reflek menoleh. Ia sangat amat terkejut melihat apa yang sedang ada di hadapan bola matanya ini. Puing-puing roket. Awalnya ia mengira jika puing itu ganya sisa satelit yang rusak, namun itu salah. Terdapat angka peluncuran yang sama persis pada roket yang 10 tahun lalu meluncur. Saat ia mengabarkan ke pangkalan divisi 1, semua juga sangat terkejut. 1 pertanyaan sama yang ada dipikiran mereka “Jika roket itu hancur, maka 3 astronot pasti tewas, lalu siapa yang mengirim pesan tersebut?” Semua terdiam.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
