
Free bab 7-10
Jangan sampai terlewat.
Semakin seru dan menegangkan
SUSUK TERATAI PUTIH-2
BAB-7
PERINGATAN
" Ingat perjanjian kita! Jangan kotori tempat ini. Bagianmu diluar masjid. Jika ingin bertarung carilah tempat yang lain, Mutik!"
" Cih! Baiklah, aku akan pergi, dan kau anak muda, aku akan menemuimu lagi!"
Ssssst.....ssssst.....ssssssst....
Sang kakek tersenyum kepada Anggara lalu perlahan menepuk bahu lelaki muda tersebut.
" Anak muda memang lebih berani dalam mengambil sikap, namun cenderung tergesa-gesa. Tidak segala sesuatu itu harus diselesaikan dengan tenaga, terkadang kita harus menggunakan otak dan kepintaran kita!"
Sang kakek melepaskan tangannya. Perlahan langkah kakinya bergerak mundur kebelakang dengan tatapan masih di Anggara.
" Pulanglah nak! Berhati-hatilah dengan perempuan cantik!"
" Hah......!"
Anggara terbangun. Ternyata dirinya tertidur sambil duduk bersila. Entah mengapa mimpi barusan terasa sangat nyata. Lalu apa maksud dari perkataan sang kakek tadi yang menyuruhku agar berhati-hati terhadap perempuan cantik?. Anggara bermonolog dengan dirinya sendiri.
" Aarght....!"
Saat hendak berdiri bahu sebelah kanan Anggara terasa nyeri.
" Hah... Darah!"
Bajunya basah karena darah yang merembes dari luka dibahunya. Saat Anggara sedikit menyibak bajunya, seperti bekas cakaran yang kukunya menancap dalam dibahunya.
" Huft... Sepertinya tugas ini memang berat dan tidak mudah. Apakah aku harus menyerah dan pulang ke pulau seberang"
Anggara keluar dari masjid dengan sedikit tertatih karena menahan rasa sakit dibahu kanannya. Dirinya melangkah menuju rumahnya namun kenapa kakinya justru berbelok kearah sungai, menuruti kata hatinya yang kini terasa resah.
Anggara duduk di sebuah batu besar yang berada dipinggir sungai. Matanya terbuai oleh riak air sungai yang jernih.
" Jangan berbalik, diamlah, akan aku obati lukamu!"
" Kau!"
Anggara hendak berbalik, namun suara perempuan terdengar mencegahnya kembali.
" Sudah kubilang jangan berbalik. Jika kau masih nekat lebih baik aku pergi dari sini!"
Anggara terduduk kembali..
"Bukalah sedikit bajumu, aku akan mengobati lukamu!"
Anggara menurut. Dirinya menyibak baju yang menutupi bahu kanannya yang terluka. Biasanya jika luka diobati akan terasa perih, tapi entah mengapa lukanya kini terasa sejuk. Entah apa yang dilakukan oleh perempuan dibelakangnya kini.
" Angkat sedikit lenganmu, agar aku bisa membalut lukamu!"
Anggara menuruti semua perintahnya tanpa mengucap sepatah katapun.
" Sudah selesai, aku pergi dulu!"
" Tunggu Sumirah!"
Saat Anggara berbalik, tak ada Sumirah dibelakangnya. Perempuan itu entah hilang kemana. Anggara melihat sepucuk surat yang tergeletak disebelahnya.
PERGILAH DARI DESA KALIMAS SECEPATNYA JIKA INGIN SELAMAT. JIKA INGIN TETAP TINGGAL DI KALIMAS, URUNGKAN NIATMU UNTUK MENGAMBIL ALIH MASJID TIBAN. ANGGAP SAJA INI SEBUAH PERINGATAN.
Dahi Anggara berkerut.
" Peringatan?"
Anggara semakin bingung. Ada apa ini sebenarnya. Sudah 2 orang yang memperingatkan dirinya tentang masjid tiban. Tapi dirinya tidak bisa berhenti sampai disini. Dirinya harus melakukan amanah dari kakek buyutnya. Dirinya tidak boleh menyerah hanya kerena peringatan seperti ini.
" Woii...makanan!"
Anggara kaget saat tiba-tiba ada orang gila berdiri disampingnya. Rambutnya acak-acakkan, tubuhnya penuh koreng yang menimbulkan bau amis yang membuat siapapun menjadi mual.
" Woiii.... Makanan!"
Anggara merasakan keanehan pada orang gila ini. Auranya seperti tercampur. Sakitnya bukan karena penyakit biasa, namun karena ada hal ghaib yang mendalanginya.
" Woii....makanan!"
Pria gila itu masih terus berteriak meminta makanan. Anggara yang penasaran pun mengeluarkan sebuah bungkusan kain yang ada disaku bajunya, lalu membuka bungkusan tersebut dan memberikan isinya kepada orang gila dihadapannya itu.
" Ini kurma ajwa, makanlah!"
Orang gila tersebut dengan cepat menyambar sebutir kurma yang diulurkan oleh Anggara dan memakannya dengan cepat.
Tiba-tiba muka orang gila yang dipenuhi borok tersebut mengeluarkan asap, lalu lukanya perlahan menghilang.
Anggara semakin yakin jika orang gila dihadapannya ini terkena guna-guna. Tapi kenapa? Apa orang gila ini telah menyakiti hati seseorang?
" Kangmas disini rupanya. Kangmas Anggara dicari bapak. Tadi bapak kerumah, tapi kangmas tidak ada dirumah."
Lastri membuyarkan lamunan Anggara. Anggara berdiri dari tempatnya.
" Kangmas berdarah!"
Lastri berusaha menyentuh bahu Anggara, namun tangannya langsung ditepis oleh Anggara.
" Katakan kepada pak Purnomo, aku akan datang kerumah beliau setelah berganti pakaian. Terima kasih telah mencariku Lastri."
Lastri menganggukkan kepalanya, lalu menatap kepergian Anggara.
Dibalik pohon seorang perempuan yang tangan kanannya tengah sibuk mencekik leher Permana juga ikut menatap kepergian Anggara.
" Sudah kuperingatkan agar kau tidak menganggu masjid tiban. Tapi kau kini justru ikut campur urusanku. Tidak bisakah kau hidup seperti warga Kalimas yang lain agar kau bisa selamat, kangmas Anggara!"
" Aaaargght....."
Sumirah masih terus meletakkan tangan kanannya pada leher Permana. Permana gila terus meronta-ronta.
" Setelah kepergian Paijo, apa yang harus aku lakukan pada ragamu ini kangmas Permana. Haruskah aku bunuh? Tapi aku masih ingin menyiksa sukmamu!"
" Aaaaaarggght.....!"
Bruuk...
"Ohoook..ohoook..!"
Sumirah melempar tubuh Permana yang gila. Permana gila terbatuk-batuk lalu lari tunggang langgang. Sumirah menatapnya dengan mata ularnya.
" Sudah waktunya ku pertemukan kau dengan Gendis istrimu, kang mas Permana!"
*****
SUSUK TERATAI PUTIH-2
BAB-8
LAMARAN
" Jadi begini nak Anggara,saya ingin mengajukan lamaran kepada nak Anggara agar mau mempersunting anak saya, Lastri. Apakah nak Anggara bersedia?"
Anggara mendesah pelan, ini bukanlah sesuatu hal yang patut untuk dirinya banggakan, dikejar-kejar anak gadis kepala desa Kalimas. Menikah bukanlah prioritasnya saat ini. Lastri memang seorang gadis dengan paras yang cantik dan tubuh indah tanpa cacat idaman para lelaki. Tapi sayangnya tak ada rasa sedikitpun untuk Lastri dihati Anggara. Dirinya harus fokus dengan amanah mendiang kakek buyutnya. Selain itu juga hatinya sudah terisi nama perempuan lain.
Pak Purnomo yang membaca ekspresi Anggara langsung mengerti.
" Jangan terburu-buru. Kami tidak meminta jawaban nak Anggara saat ini juga. Nak Anggara boleh berfikir dengan tenang terlebih dahulu."
" Maafkan saya pak Purnomo. Sebenarnya..."
" Apa kangmas Anggara menolakku karena perempuan lain?."
Lastri langsung memotong perkataan Anggara. Padahal Anggara belum selesai dengan ucapannya.
" Wanita lain?"
" Iya bapak. Kemarin saya melihat kangmas Anggara bersama perempuan lain dipinggir sungai."
" Benarkah nak Anggara, kau sudah memiliki calon?"
Anggara menghembuskan nafas berat. Perlahan Anggara menceritakan perihal perempuan yang ia temui di pinggir sungai tempo hari.
" Sumirah? Tadi nak Anggara bilang Sumirah?."
" Iya pak Pur, perempuan yang tidak sengaja saya temui itu bernama Sumirah."
Pak Purnomo nampak terkejut dengan perkataan Anggara. Ternyata saingan Lastri adalah Sumirah. Perempuan ningrat yang telah menjanda 2 kali itu. Pak Purnomo menggelengkan kepalanya perlahan. Lastri anaknya sudah tidak mungkin mendapatkan Anggara.
Sumirah adalah perempuan yang sangat cantik dan kaya serta tutur katanya yang lembut. Walau Sumirah sedikit aneh karena setelah sekian waktu menghilang dengan wajahnya yang buruk karena luka bakar, tiba-tiba ia kembali dengan paras wajah yang cantik sempurna.
" Kau tahu siapa Sumirah itu nak Anggara?"
Anggara menggelengkan kepalanya, karena dirinya memang tidak begitu mengenal Sumirah.
" Sumirah adalah seorang perempuan yang baru saja ditinggal mati suaminya, juragan Paijo. Suaminya ditemukan warga meninggal dipinggir sungai karena dipatuk ular berbisa."
" Berarti Sumirah janda?."
" Iya."
Pak Purnomo pun menceritakan dan menjelaskan kisah Sumirah. Disini Permana baru tahu jika lelaki gila dengan badan penuh borok yang dia temui dipinggir sungai bernama Permana, suami pertama Sumirah. Serta siksaan kejam Permana kepada Sumirah.
Anggara semakin pusing dengan keadaan disekitarnya saat ini. Anggara memijit perlahan pangkal hidungnya untuk meredakan rasa sakit dikepalanya.
" Lalu bagaimana dengan saya kangmas?"
Lastri menunduk sambil memegang selendang pemberian Anggara untuknya. Lastri sudah mulai menutupi tubuhnya seperti rambut, bahu dan dada yang biasanya dapat dilihat oleh semua mata lelaki. Air mata Lastri menetes. Anggara merasa bersalah. Tetapi perasaan tidak bisa dipaksakan.
" Maafkan saya Lastri, saya masih ada amanah yang harus dipikul di bahu ini dan amanah ini sangat berat. Jujur saya belum memikirkan tentang pernikahan sama sekali. Maafkan saya Lastri."
" Jadi kangmas menolakku bukan karena perempuan lain?"
Anggara menggelengkan kepalanya mantap.
" Bukan! Ini bukan karena perempuan lain. Tapi karena saya masih mempunyai tanggung jawab yang besar Lastri."
" Aku akan mendampingimu kangmas, dalam suka maupun duka. Jangan tolak aku kangmas Anggara!."
Pak Purnomo memegang pundak Lastri anak gadisnya yang kini telah berurai air mata. Pak Purnomo sebenarnya memaklumi jika Anggara memolak anaknya itu. Lastri walaupun cantik namun dirinya jauh dari kata dewasa. Dirinya masih belum dewasa, masih kekanak-kanakkan , egois. Serta jika menginginkan seauatu harus terpenuhi. Seperti saat ini, Lastri menginginkan Anggara untuk menjadi suaminya, maka harus menjadikan Anggara suaminya walau harga diri bapaknya harus dibuang jauh-jauh saat melamar Anggara.
" Sudahlah nduk, jangan paksakan nak Anggara."
Braaaakk...!
Lastri menggebrak meja dengan keras. Matanya memerah.
" Tidak bapak! Kangmas Anggara harus menikahiku. Aku tahu alasan sesungguhnya itu karena perempuan lain. Kau harus menikahiku kangmas Anggara!."
" Maafkan aku Lastri."
" Kau akan menyesal karena telah menolakku kangmas! Akan aku pastikan kau akan menjadi milikku. Jika tidak maka tidak ada satupun perempuan didunia ini yang boleh memilikimu!. Camkan kata-kataku kangmas Anggara!."
Lastri melepas selendang pemberian Anggara, lalu melemparkannya tepat dimuka Anggara.
" Ini aku kembalikan selendang pemberianmu itu!."
Lastri berlari kekamarnya lalu membanting pintu kamarnya dengan keras.
Dueeeeer...
Pak Purnomo yang merasa malu dengan sikap putrinya itupun meminta maaf kepada Anggara serta menyuruh Anggara pulang saja. Pak Purnomo takut jika Lastri akan berbuat nekat. Anggara memakluminya pun pergi meninggalkan rumah pak Purnomo.
Disisi lain lebih tepatnya di Rawa Ireng, kanjeng ratu Lintang Pethak masih dengan semangat mengawasi pergerakkan Anggara dari pantulan danau jelmaan rawa ireng.
" Manusia selalu melakukan kesalahn yang sama. Mereka melakukan apapun atas nama cinta, walaupun nyatanya hanya demi hasrat dan nafsu belaka."
Sssst......ssssssst.....ssssst....
Sssst......ssssssst.....ssssst....
Sssst......ssssssst.....ssssst....
" Naaaaah... Sekarang apa yang akan kau lakukan Anggara...!."
*****
SUSUK TERATAI PUTIH-2
BAB-9
LASTRI
Pagi-pagi Anggara sudah berdiri di depan masjid tiban. Dirinya mematung.
" Apa yang harus aku lakukan?"
" Tahajudlah nak! Berpuasa lah!"
Tiba-tiba ada suara kakek tua yang berbisik ditelinganya. Anggara tersentak. Dirinya merasa lalai. Kenapa saat hatinya gundah dirinya justru menjauh dari sang pencipta. Tidak ada kekuatan yang lebih besar daripada kekuatan Allah swt.
Tes....tes...tes...
Tes....tes...tes...
Tes....tes...tes...
Hujan turun deras dengan tiba-tiba. Anggara berlari menuju rumahnya. Dirinya mengurungkan niatnya untuk masuk ke masjid tiban hari ini.
Sesampainya di depan rumah Anggara melihat perempuan yang memakai penutup wajah berdiri didepan rumahnya, seolah menunggu kedatangannya.
Anggara merasakan sesuatu yang buruk akan terjadi jika ia mendekati perempuan tersebut, sehingga dirinya membiarkan tubuhnya terus diguyur air hujan. Anggara berdiri didepan pagar rumahnya sementara siperempuan dengan penutup wajah itu berdiri tepat menghadap pintu rumahnya.
Mereka berdua sama-sama tidak beranjak dari tempat duduknya. Seolah menunjukkan siapa yang akan lebih kuat menahan godaan.
" Dia ingin menemuimu! Apakah kau akan menemuinya?"
Seorang perempuan berdiri dibelakang Anggara sambil memegang sebuah payung hijau, melindungi tubuh Anggara dari ribuan tetes hujan.
" Siapa dia?"
" Dia dikirim oleh perempuan yang jatuh hati padamu, namun cintanya kau tolak!"
" Kenapa kau bisa tahu?."
" Aku tahu semua tentangmu, termasuk engkau yang saat ini tengah berseteru dengan kakak perempuanku. Lalu bagaimana? Apa yang akan kau lakukan dengan dia yang ada didepan pintu rumahmu?. Dia akan terus berada disana sampai tugasnya selesai.
" Tugas? Tugas apa?"
" Tugas membuatmu jatuh cinta kepada tuan yang telah membuat perjanjian dengannya."
" Menurutmu aku harus bagaimana?"
" Kenapa tanya aku?"
" Bukankah kau sama dengan dia yang tengah berdiri didepan pintu?"
" Tidak! Dia murni dan diperintah. Sedangkan aku campuran dan tidak mau diperintah siapapun. Terlebih diperintah untuk melakukan hal serendah itu!."
" Jika kau tidak mau membantuku, kenapa kau menemuiku? Sama seperti dia yang berdiri didepan pintu rumahku. Bukankah dia menungguku, ingin bertemu denganku, sama sepertimu saat ini yang datang menemuiku!."
Pletak.....
Payung hijau jatuh ditanah, si empunya entah pergi kemana.
" Pergilah dari desa Kalimas sebelum terlambat!"
Anggara masih bisa mendengar suara halus Sumirah yang memerintahkannya agar segera pergi dari desa Kalimas.
Anggara mengambil payung hijau yang terjatuh memegangnya dengan tangan kanannya. Si perempuan dengan penutup wajah masih setia berdiri didepan pintu rumahnya.
Anggara mengambil sejumlah batu kerikil yang berada dibawah kakinya, lalu memejamkan matanya sambil berdoa.
A‘udzu bi wajhillahil karimi wa bi kalimatillahit tammatillati la yujawizuhunna barrun wa la fajirun min syarri ma yanzzilu minassama’i, wa min syarri ma ya‘ruju fiha, wa min syarri ma dzara’a fil ardhi, wa min syarri ma yakhruju minha, wa min fitanillaili wannahari, wa min thawariqillaili wannahari, illa thariqan yathruqu bi khairin, ya rahman.
Artinya: Aku berlindung dengan wajah Allah Yang Maha Mulia dan dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna yang tidak ada orang yang baik dan tidak pula orang yang durhaka dapat melampauinya, dari kejahatan apa saja yang turun dari langit dan dari kejahatan apa saja yang naik ke langit; dari kejahatan apa saja yang masuk ke dalam bumi dan dari kejahatan apa saja yang keluar dari bumi; dari fitnah-fitnah di waktu malam hari dan di waktu siang hari; dari bencana-bencana dari malam hari dan siang hari, kecuali bencana yang datang dengan kebaikan, wahai Dzat Yang Maha Penyayang.
Anggara melempar batu kerikil kearah setan berwujud perempuan yang ada didepan pintu rumahnya itu.
" Aaaaaaaaarggggggggght.....!!"
Makhluk itu menjerit dan terbakar. Anggara mengusap wajahnya dan membaca hamdallah.
" Kenapa kau melakukan hal serendah ini Lastri. Menyekutukan Allah hanya demi cintamu kepada makhluknya yang lemah ini."
Anggara perlahan melangkahkan kakinya menuju teras rumah. Dirinya mengambil sebuah ember kecil yang telah dipenuhi oleh air hujan.
" Bismillah...."
Byuuuuuuur....
Anggara menyiram depan pintu rumahnya yang terdapat tumpukan abu yang berbau busuk.
........................................ .....
Tok...tok...tok...
Tok...tok...tok....
" Assalamualaikum nak Anggara!"
Tok...tok...tok...
Begitu hujan reda, pak Purnomo bergegas pergi kerumah Anggara untuk meminta bantuannya. Anggara yang tengah berdzikir bingung melihat pak Purnomo yang panik.
" Walaikumsalam, ada apa pak? Kok bapak panik?"
" Lastri nak, anu, tolong dia!"
" Ada apa pak, tenang dulu."
" Lastri kesurupan, dia berteriak-teriak sambil terus menyebut namamu."
Huuuft.
Anggara menghembuskan nafas berat. Apa lagi sekarang?.
Pak Purnomo dan Anggara bergegas pergi ke kediaman kepala desa Kalimas tersebut. Disana banyak warga yang telah berkumpul. Dari luar terdengar Lastri berteriak-teriak sambil menyebut nama Anggara.
" Assalamualaikum...!"
" Walaikumsalam..!"
Warga yang hadir terlihat lega saat melihat Anggara datang.
" Nak Anggara, tolong Lastri nak, dia kenapa?"
Biyung Lastri langsung menemui Anggara dengan wajah penuh air mata.
Anggara menatap Lastri yang terus berteriak, kini sambil menunjuk wajahnya.
" Koe kurang ajar! Wis mateni anakku! Koe kudu melu mati!" ( kau, kurang ajar? Sudah membunuh anakku! Kau juga harus mati!)
Lastri tiba-tiba menyerang Anggara, hendak mencekiknya. Namun gerakkannya terhenti dan akhirnya terpental menabrak tembok rumah.
Bruuught.....
" Pergilah, jangan ganggu anak manusia ini!"
" Ora sudi, bocah iki wis nggawe perjanjian mbi aku lan anakku, tapi anakku malah mati. Bocah iki bakal tak gawa dadi gantine anakku sing wis mbok pateni!" ( Ora sudi, anak ini sudah membuat perjanjian denganku dan juga anakku, tapi anakku mati. Anak ini akan aku bawa sebagai ganti dari anakku yang telah mati kau bunuh!)
" Baiklah, jangan salahkan aku jika nasibmu akan sama seperti anakmu!"
Anggara mulai berdoa lalu menempelkan telapak tangannya dikepala Lastri. Lastri berteriak. Dengan gerakan seolah mencabut sesuatu dari puncak kepala Lastri, Lastri berteriak kencang lalu pingsan sambil mimisan.
Para warga yang berkumpul disuruh pulang oleh pak Purnomo karena Lastri sudah tidak kesurupan lagi.
Pak Purnomo mengajak Anggara berbicara 4 mata dengannya.
" Maafkan saya nak Anggara. Saya tahu jika Lastri mengirim pelet kepada nak Anggara. Saya sebagai bapaknya tidak bisa menolak semua keinginannya. Saya harus bagaimana nak Anggara?"
" Bawa Lastri ke pulau seberang pak Purnomo. Disana Lastri akan belajar ilmu agama dengan adik perempuan dan guru besar saya. Lastri sebenarnya gadis yang baik, hanya saja lingkungan yang selalu memanjakannya menjadi sebab Lastri memiliki sifat seperti ini."
" Haruskah saya benar-benar mengirim Lastri ke pulau seberang? Dirinya tidak pernah jauh dari kami orang tuanya nak Anggara."
Anggara mengangguk pasti.
" Di sana ada adik dan guru besar saya. Pak Purnomo jangan khawatir."
" Baiklah nak kalau begitu. Aku akan bawa Lastri ke pulau Seberang."
****
SUSUK TERATAI PUTIH-2
BAB-10
PERTARUNGAN
Malam ini Anggara tengah bersimpuh memohon petunjuk. Tugasnya terasa sangat berat. Apakah dirinya harus menyerah saja? Dimulai dari masjid tiban, lalu Sumirah yang misterius yang telah membuatnya jatuh hati, dan terakhir masalah Lastri. Anggara rasa-rasanya ingin menyerah.
Anggara tanpa terasa tertidur dan bermimpi, dalam mimpinya dirinya bertemu dengan almarhum kakek buyutnya. Sang kakek memberikan sorbannya lalu membisikkan kata-kata. Diakhir pertemuan sang kakek menyuruh Anggara untuk menikah. Dengan menikah Anggara akan terbebas dari godaan perempuan dari desa Kalimas maupun godaan dari lelembut yang menyerupai perempuan. Setelah kata-kata terakhir sang kakek buyut terucap, Anggara terbangun dari tidurnya.
" Jadi aku harus kembali ke pulau seberang untuk menikah?"
Anggara meremas dadanya yang terasa nyeri. Dirinya merasa seolah tak rela, dirinya juga merasa seseorang akan sangat kecewa jika ia menikah.
Anggara yang masih tidak yakin terus melakukan sholat malam dan hasilnya masih tetap sama. Dirinya terus bermimpi agar pulang ke pulau seberang untuk menikah. Akhirnya Anggara memutuskan untuk pulang ke pulau seberang untuk menikah. Namun sebelum itu ia harus berhasil membuka kembali masjid tiban, apapun resikonya.
Anggara memasuki masjid tiban dengan membaca Basmallah. Seperti dugaannya , seekor ular welang melingkar tepat di halaman masjid, seolah menunggu kedatangannya. Lidahnya menjulur-julur, Anggara mendengar suaranya saat berbicara.
" Aku tunggu kau dipesisir pantai segara kidul. Ayo kita beradu ilmu bocah. Siapa yang menang akan memiliki masjid tiban!."
Wussssh...
Ular welang itu berubah menjadi asap dan menghilang.
Anggara memasuki masjid tiban lalu duduk bersila. Tak lupa ia juga memakai sorban pemberian almarhum kakek buyutnya. Tangan kanannya yang memegang tasbih terus berdzikir, memohon perlindungan kepada Allah swt. Anggara menutup matanya perlahan.
" Bismillah....."
Saat matanya terbuka, Anggara sudah berada dipesisir pantai segara kidul dan dihadapannya telah berdiri seorang perempuan dengan paras yang sangat cantik.
Angin berhembus mengibarkan rambut panjangnya yang tergerai. Suara deru ombak menyambut pertemuan dua makhluk yang tengah berseteru.
" Tinggalkan Kalimas! Aku tak ingin membunuhmu!"
Suara perempuan dihadapan Anggara memecah kebisuan.
" Maafkan aku, tapi aku harus membuka kembali masjid tiban. Masjid tiban adalah rumah Allah, tempat hambanya untuk menyembah-Nya. Jadi masjid tiban bukan milikmu!"
" Bedebah kau anak bau kencur! Kau tidak tahu siapa aku ini hah!."
" Kau nyai Mutik, istri dari mbah Parman."
" Kenapa kau bisa tahu soal Parman?"
Anggara melempar sebuah bungkusan kearah nyai Mutik.
" Mbah Parman adalah kakek buyutku, sebelum meninggal beliau menitipkan ini untukmu."
Nyai Mutik menangkap bungkusan yang dilempar Anggara ke arahnya.
Nyai Mutik membukanya lalu mengangkat isi dari bungkusan itu. Sebuah mukenah putih permberian Parman untuknya saat mereka menikah dulu dan sekalipun tak pernah ia pakai dengan semestinya.
Kretesssss....kretekssss....kretesss...
Perlahan mukenah itu terbakar dan hangus tak berbentuk. Nyai Mutik menyeringai mengerikan.
Anggara menggelengkan kepalanya. Sepertinya makhluk dihadapannya ini tak bisa diajak bicara.
" Pergilah kau dari sini! Jangan kau pikir dengan memberikan barang itu aku akan luluh! Masjid tiban selamanya akan menjadi milikku dan tak ada yang boleh menyembah Tuhan didalam masjid itu!"
" Kau hanya cemburu nyai Mutik! Sebegitu irinya kah kau terhadap mendiang nenek buyutku hingga kau mengambil tubuhnya dan mengambil masjid tiban? Aku tahu, masjid itu adalah bentuk rasa rindunya kakek buyutku terhadap nenek buyutku, Martini. Tak bisakah kau lepaskan dendammu itu nyai? Kakek buyutku mbah Parman sudah meninggal. Dia juga sama besarnya rasa cintanya untukmu. Apakah mukenah itu tidak cukup sebagai bukti jika mbah Parman, kakek buyutku tidak pernah melupakanmu."
Wuuush....
Angin kecang berhembus, lagi rambut lurus nyai Mutik yang tergerai berkibar ditiup sang bayu.
" Mati kau, keturunan Parman!."
Tanpa menunggu lama nyai Mutik langsung mengubah wujudnya menjadi seekor ular welang raksasa. Anggara terkejut, namun ia segera mengendalikan emosinya.
Anggara menutup matanya dan berdoa memohon perlindungan kepada Allah swt.
" Bismillah....."
Petempuran tak lagi terhindarkan.
Nyai Mutik melilit tubuh Anggara menggunakan ekornya. Lalu membuka mulutnya lebar-lebar hendak menelan Anggara.
" Aku berikan kau satu kesempatan lagi. Pergilah dari Kalimas dan lupakan niatmu untuk membuka masjid tiban. Maka akan aku ampuni kau bocah!"
Sssssst.....ssssst.....sssst.....
Anggara tersenyum tenang lalu menggelengkan perlahan kepalanya.
" Demi Allah, aku harus membuka kembali masjid tiban. Aku harus melaksanakan amanah dari kalek buyutku."
" Bedebah.. Mati kau, keturunan Parman!."
Nyai Mutik membuka mulut ularnya lebar-lebar dan menelan Anggara.
Huup...
Tubuh Anggara ditelan nyai Mutik dalam sekali suapan.
Sssssst.....ssssst.....sssst.....
" Ha...ha...ha... Andai kau menuruti perintahku pasti kau tak akan mati sia-sia anak muda."
Sssssst.....ssssst.....sssst.....
" Aaaaaarggggght....!!!"
Bruught..
Byuuuuuur....
Tubuh ular welang jelmaan nyai Mutik menggelepar, menabrak apapun yang ada disekitarnya. Kepalanya menabrak batu karang sementara ujung ekornya bergerak-gerak menyapu air laut dan menimbulkan gelombang besar yang menghantam apapun dipinggir pantai.
" Aaaaaargght....!!"
Kepala ular jelmaan nyai Mutik tergeletak lemah dipasir. Perlahan mulutnya terbuka, lalu keluarlah Anggara tanpa ada luka sedikitpun ditubuhnya.
Nyai Mutik kembali merubah wujudnya menjadi manusia saat Anggara sudah sepenuhnya keluar dari mulut ularnya.
" Jangan besar kepala kau bocah, akan kubunuh kau!."
Nyai Mutik mengeluarkan seluruh tenaganya untuk menyerang Anggara. Satu persatu serangan nyai Mutik ditepis oleh Anggara.
" Aaaarght.....!"
Nyai Mutik terpental dan memuntahkan darah saat salah satu pukulan Anggara mengenai tubuhnya.
" Hmmmp...! Akan aku keluarkan jurus pamungkasku!"
Nyai Mutik mengambil seluruh rambut panjangnya kearah depan, lalu dalam sekali tebas menggunakan telapak tangan rambutnya terpotong hingga batas telinganya.
" Akan aku korbankan keabadianku demi membunuhmu! Setidaknya rasa haus akan dendamku terhadap Parman akan sedikit berkurang dengan membunuh salah satu keturunannya, yaitu kamu Anggara!"
Nyai Mutik mengangkat tinggi-tinggi rambutnya lalu melemparkannya kedalam air laut. Matanya terpejam dan detik kemudian terbuka, menatap tajam kearah Anggara dengan pupil ularnya.
" Musnahlah kau!"
Dengan cepat nyai Mutik menyerang Anggara, hingga akhirnya Anggara terpukul mundur dan memuntahkan darah setelah mendapatkan serangan bertubi-tubi dari nyai Mutik.
Anggara mengangkat tangannya, dirinya masih ingin bernegosiasi dengan perempuan yang pernah menjadi istri kakek buyutnya itu.
" Tenanglah nyai! Mari kita bicarakan baik-baik. Sungguh aku tak ingin menyakitimu!"
" Ha...ha..
Ha.... Masih berlagak kau bocah! Kau akan mati ditanganku!"
Anggara memegang dadanya yang terasa sangat sakit karena muntah darah. Dirinya tidak yakin akan selamat jika menerima serangan selanjutnya dari nyai Mutik.
" Maaf kakek, aku terpaksa menggunakannya!"
Anggara melepas sorban pemberian dari sang kakek buyut, mbah Parman. Saat nyai Mutik sudah didepannya dan akan mencekiknya dalam sekali hentakkan Anggara mengibaskan sorbannya tepat ke tubuh nyai Mutik.
" Ohoook....!"
Nyai Mutik terlempar dan muntah darah. Dirinya terduduk sambil memegangi dadanya.
" Sorban itu...!"
" Ya, ini sorban milik kakek buyutku, mbah Parman. Sejujurnya aku tak ingin menggunakannya. Sekarang aku mohon padamu nyai, tinggalkan masjid tiban dan hapuskan dendammu terhadap kakek buyutku, mbah Parman."
" Ha..ha..ha... Kau bercanda bocah? Bahkan jika aku terbakar di neraka aku akan tetap mencari keberadaan Parman! Ohoook.....!."
Kembali nyai Mutik mengeluarkan darah, waktunya telah habis. Perlahan rambutnya memutih, tangannya keriput, wajahnya menua.
" Akan aku bantu kau lepas dari penderitaanmu nyai Mutik. Akan aku lepaskan sukma mu dari wadah yang kau ambil paksa itu, agar kau tenang. Itu perintah terakhir kakek buyutku, mbah Parman!"
Perlahan Anggara mendekati nyai Mutik yang terduduk lemas. Saat tangannya terulur dan sudah berada di atas kepala nyai Mutik, seseorang mencekal pergelangan tangannya.
Anggara menghentikan gerakannya.
" Kau....!"
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
