Menjadi Mama | Part 1 | Kebiasaan Aneh

10
0
Deskripsi

Aku adalah Dimas, seorang anak laki-laki yang baru saja memasuki masa pubertas. Aku  duduk di kelas dua SMP, dan mulai merasakan banyak perubahan pada diriku. Dunia ini tiba-tiba terasa berbeda, dan rasa penasaran tentang tubuh wanita mulai meningkat.

Papaku, Andi, adalah pria yang sangat menyayangi keluarga kami. Dia selalu penuh perhatian dan berusaha memberikan yang terbaik untuk kami. Setiap pagi, sebelum berangkat kerja, dia selalu memastikan bahwa aku dan mamaku mendapatkan apa yang kami butuhkan. Kehadirannya selalu membuatku merasa aman dan bangga. Dia adalah pilar keluarga kami, sosok yang selalu bisa diandalkan.

Papa adalah seorang pekerja keras. Pagi-pagi sekali, bahkan sebelum matahari terbit, dia sudah bangun dan bersiap-siap untuk pergi bekerja. Dia bekerja di sebuah perusahaan konstruksi sebagai manajer proyek, pekerjaan yang membutuhkan banyak waktu dan tenaga. Namun, dia tidak pernah mengeluh. Setiap pagi, dia menyempatkan diri untuk sarapan bersama kami. Papa selalu memastikan bahwa aku siap berangkat ke sekolah dengan segala perlengkapan yang lengkap, dan dia selalu memberikan pesan-pesan bijak sebelum aku berangkat.

Lalu ada Mamaku, Tina, dia adalah wanita yang benar-benar penuh pesona. Dia menikah muda dengan papa di usia 20 tahun dan sekarang sudah berusia 34 tahun. Setelah menikah dengan papa, ia langsung hamil dan kini menjadi ibu rumah tangga yang mengurus segala kebutuhan keluarga dengan penuh cinta. Setiap hari, dia bangun lebih awal dari kami, menyiapkan sarapan dan memastikan rumah selalu dalam keadaan rapi dan bersih. Keahlian dan ketekunannya dalam mengurus rumah membuat kami semua merasa nyaman dan bahagia.

Mamaku adalah seorang wanita yang luar biasa. Setiap pagi, mama bangun sebelum semua orang. Dia memastikan rumah dalam keadaan bersih dan nyaman sebelum kami bangun. Aroma harum masakan yang ia buat selalu menjadi tanda bahwa hari baru telah dimulai. Mama pandai memasak, dan setiap hidangannya selalu lezat dan penuh cinta. Dia sering mengatakan bahwa makanan yang dibuat dengan cinta akan terasa lebih enak, dan aku percaya itu.

Saat aku bangun, mama sudah siap dengan sarapan di meja. "Sarapan dulu ya, Sayang," katanya dengan suara lembut. Mama selalu tahu bagaimana membuat kami merasa dihargai dan disayangi. Dia selalu ada untuk mendengarkan cerita-ceritaku, keluh kesahku, dan memberikan nasihat bijak.

Selain mengurus rumah, mama juga aktif di kegiatan sosial di lingkungan sekitar. Dia sering terlibat dalam kegiatan posyandu, membantu ibu-ibu lain, dan memberikan penyuluhan kesehatan. Keberadaannya di masyarakat selalu dihormati dan dihargai. Semua orang mengenal mama sebagai sosok yang ramah, murah senyum, dan selalu siap membantu.

Mamaku, dengan segala keahlian dan ketekunannya, adalah jantung keluarga kami. Dia tidak hanya merawat dan mengurus kami dengan penuh cinta, tetapi juga menjadi inspirasi dan teladan bagi kami. Kecantikannya yang alami, kelembutannya, dan ketulusan hatinya selalu membuatku merasa beruntung menjadi anaknya. 

Di samping semua itu, ada sisi lain dari mamaku yang tak bisa kuabaikan. Mamaku sangat cantik, dengan kulit yang cerah dan senyuman yang menawan. Tubuhnya yang langsing namun proporsional sering kali membuatku kagum. Di samping kesibukannya, mama juga menjaga tubuhnya dengan berolahraga. Setiap pagi, setelah memastikan sarapan siap dan rumah dalam keadaan rapi, mama menyempatkan diri untuk berolahraga. Kadang ia jogging di sekitar kompleks perumahan, kadang berlatih yoga di ruang tamu. Rutinitas ini tidak hanya menjaga kebugarannya, tetapi juga menambah pesonanya.

Kulitnya cerah dan lembut, rambutnya panjang dan hitam, sering kali diikat sederhana atau dibiarkan tergerai. Matanya yang besar dan penuh kasih sayang selalu membuatku merasa tenang. Senyumnya adalah hal yang paling kusukai, senyum yang tulus dan penuh kehangatan. Setiap kali dia tersenyum padaku, aku merasa semua beban dan kekhawatiran hilang seketika. Senyum itu seperti matahari yang menyinari hariku, memberi kehangatan dan kebahagiaan.

Setiap hari di rumah adalah pengalaman baru yang penuh dengan rasa penasaran. Ketika aku melihat mamaku beraktivitas di rumah, mengenakan pakaian rumah yang nyaman dan kadang sedikit terbuka, rasa kagumku semakin tumbuh. Mamaku sering memakai daster yang sederhana namun tetap memperlihatkan kecantikannya. Kadang, ia mengenakan kaos longgar yang tetap menonjolkan lekuk tubuhnya, dan kadang memakai celana pendek yang memperlihatkan kakinya yang ramping. Setiap kali dia bergerak, aku merasa seperti melihat keindahan yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.

Bagiku, mamaku adalah gambaran sempurna dari seorang wanita cantik dan seksi. Aku sering memperhatikan tubuhnya, terutama saat dia membungkuk untuk mengambil sesuatu atau saat dia berjalan dengan langkah yang anggun. Pandanganku sering tertuju pada pantat dan payudaranya yang besar. Ketika dia membungkuk, aku bisa melihat lekukan pantatnya yang sempurna, membuat hatiku berdebar kencang. Saat dia berdiri tegak, payudaranya yang besar tampak begitu indah, membuatku sulit untuk mengalihkan pandangan.

Pernah suatu pagi, aku duduk di meja makan sambil menikmati sarapan. Mama sedang sibuk di dapur, memasak sesuatu untuk kami. Dia mengenakan kaos longgar dan celana pendek, dan aku tidak bisa menahan diri untuk tidak memperhatikannya. Setiap kali dia berbalik atau membungkuk untuk mengambil sesuatu dari lemari, aku terpaku pada tubuhnya. Pantatnya yang bulat dan payudaranya yang besar terus-menerus menarik perhatianku. Aku merasa bingung dan malu dengan perasaanku sendiri, tapi aku tidak bisa berhenti memikirkannya.

Hal ini membuat imajinasiku liar, terutama saat malam tiba. Ketika aku berbaring di tempat tidur, bayangan tubuh mamaku sering terlintas di pikiranku. Aku membayangkan bagaimana rasanya memeluknya, merasakan kehangatan tubuhnya, dan tak jarang aku masturbasi sambil membayangkan mama. Aku sering terbangun di tengah malam dengan pikiran yang penuh dengan bayangan mamaku.

Setiap pagi sebelum berangkat sekolah, aku selalu melalui rutinitas yang sudah menjadi kebiasaan. Setelah bangun, mandi, dan bersiap-siap, ada satu momen khusus yang selalu kutunggu-tunggu. Aku berjalan menuju kamar mandi yang ada di ujung lorong rumahku, dan di sanalah aku menemukan sesuatu yang membuat hatiku berdebar setiap kali melihatnya.

Bra dan celana dalam mama yang tergantung di kamar mandi. Mama sering meninggalkan bra dan celana dalamnya dikamar mandi setelah dia habis mandi. Melihat bra dan celana dalam mama yang tergantung selalu memancing rasa penasaranku. Warnanya yang lembut dan desainnya yang feminin selalu menarik perhatianku.

Aku memandang bra itu sejenak, merasakan teksturnya yang lembut di ujung jariku. Aku memegangnya dengan hati-hati, mengagumi bagaimana benda ini bisa begitu indah dan misterius. Saat memegang bra mama, rasanya seperti aku terhubung dengannya dalam cara yang sangat pribadi. Aku bisa membayangkan bagaimana bra itu menyentuh kulit mama, membentuk payudaranya dengan sempurna.

Setelah itu, aku beralih ke celana dalam yang tergantung di sebelahnya. Aku menyentuhnya perlahan, merasakan kelembutan kainnya. Aku mencium celana dalam itu, mencari aroma yang familiar yang selalu mengingatkanku pada kehadiran mama, sering kali aku masturbasi sambil mencium celana dalam milik mamaku. Ada sesuatu yang menenangkan dan sekaligus menggugah gairahku. Momen ini menjadi semacam ritual bagiku, sebuah kegiatan rahasia yang hanya aku yang tahu.

Kegiatan ini menjadi rutinitas sehari-hariku setiap pagi sebelum berangkat sekolah. Meskipun aku tahu bahwa perasaan ini mungkin tidak seharusnya ada, aku tidak bisa menahan diri. Setiap kali aku menyentuh dan mencium bra dan celana dalam mama, rasanya seperti aku menemukan sesuatu yang memuaskan gairahku.

Aku merasa bingung dengan perasaanku sendiri. Di satu sisi, aku merasa bersalah karena melakukan hal ini. Aku tahu bahwa ini adalah sesuatu yang seharusnya tidak kulakukan. Namun di sisi lain, ada rasa penasaran yang tidak bisa kuhindari. Aku tahu bahwa perasaan ini salah, tapi ini juga bagian dari pertumbuhanku sebagai remaja, tetapi aku juga menyadari bahwa aku perlu belajar mengendalikan perasaan dan pikiranku. 

 

Suatu hari, seperti biasanya, aku menjalankan kegiatan rahasiaku. Setelah memastikan pintu kamar mandi terkunci, aku memegang bra dan celana dalam mama yang tergantung di kamar mandi. Sentuhan lembut kain itu di jariku dan aroma familiar yang menenangkan membuat hatiku berdebar-debar. Setelah selesai masturbasi, aku meletakkan kembali benda-benda itu dengan hati-hati, lalu melangkah ke shower untuk mandi.

Air dingin mengalir di tubuhku, membawa sedikit ketenangan pada pikiranku yang kacau. Aku membersihkan diriku dengan cepat, berusaha menghilangkan jejak-jejak rasa bersalah dan kebingungan. Setelah selesai, aku mengeringkan tubuhku dan menuju ke kamar untuk bersiap-siap berangkat sekolah.

Aku mengenakan seragam sekolah dengan rapi dan mengambil tas yang sudah disiapkan sejak malam sebelumnya. Saat itulah aku merasakan sedikit pusing. Kepalaku terasa berat, seolah-olah ada beban yang menekan. Namun, aku mengabaikannya, berpikir bahwa itu hanya karena kurang tidur atau mungkin efek dari kegiatan rahasia yang baru saja kulakukan.

Di dapur, mama sedang menyiapkan sarapan seperti biasa. Aroma roti panggang dan telur menyebar memenuhi ruangan, membuat perutku keroncongan. Mama tersenyum padaku, senyumnya yang lembut dan penuh kasih sayang selalu membuatku merasa tenang.

"Sarapan dulu sebelum berangkat, ya," katanya sambil meletakkan piring di meja.

"Makasih, Ma," jawabku sambil duduk. Aku mencoba menikmati sarapan, tetapi pusing di kepalaku semakin terasa. Aku menggigit roti panggang dan berusaha mengabaikan rasa tidak nyaman ini. 

"Kamu nggak apa-apa, Sayang? Kamu kelihatan pucat," mama bertanya, suaranya penuh perhatian.

"Ah, aku nggak apa-apa, Ma. Mungkin cuma kurang tidur," jawabku berusaha tersenyum. Mama menatapku dengan cemas, tetapi tidak menanyakan lebih lanjut. Aku menyelesaikan sarapanku dan berpamitan.

Dalam perjalanan ke sekolah, pusing di kepalaku semakin menjadi-jadi. Setiap langkah terasa berat, dan pandanganku sedikit kabur. Aku mencoba tetap fokus, tetapi rasa tidak nyaman ini sulit diabaikan. Namun, saat tiba di gerbang sekolah, sesuatu yang aneh terjadi. Tiba-tiba, aku merasa sehat kembali. Pusing yang sebelumnya kurasakan menghilang, dan pandanganku menjadi jelas lagi. Aku merasa seperti beban berat di kepalaku telah diangkat.

Aku berdiri sejenak di gerbang sekolah, merasa bingung dengan perubahan mendadak ini. Teman-temanku yang biasanya berkumpul di sekitar gerbang menyapa dengan ceria, dan aku membalas mereka dengan senyuman. "Eh, Dimas! Lu nggak apa-apa? Tadi kelihatan pucat banget," kata Rizki, salah satu temanku.

"Udah nggak apa-apa sekarang, Ki. Nggak tau kenapa tadi sempat pusing, tapi sekarang udah mendingan kok," jawabku sambil tersenyum.

Aku melangkah masuk ke sekolah dengan perasaan lega. Meskipun masih ada sedikit kekhawatiran di dalam diriku tentang apa yang terjadi tadi pagi, aku mencoba untuk tidak memikirkannya terlalu banyak. Mungkin itu hanya karena kurang tidur atau stres.

Saat memasuki kelas, aku merasakan semangat yang baru. Hari itu, pelajaran pertama adalah olahraga. Aku merasa cukup bersemangat, berharap aktivitas fisik bisa membuatku merasa lebih baik lagi. Kami berlari di lapangan, bermain sepak bola, dan melakukan berbagai latihan fisik. Semuanya terasa menyenangkan, dan untuk sementara waktu, aku bisa melupakan semua kekhawatiranku.

Namun, setelah pelajaran olahraga selesai dan aku kembali ke ruang ganti untuk berganti pakaian, aku mulai merasa pusing lagi. Kepalaku terasa berat, dan pandanganku mulai berputar. Aku duduk di bangku, mencoba mengatur napas, berharap pusing ini akan segera hilang. Namun, kali ini rasa pusing itu disertai sesuatu yang lebih mengkhawatirkan.

Tiba-tiba, aku merasakan sesuatu yang hangat mengalir dari hidungku. Aku menyentuh wajahku dan melihat darah di tanganku. Aku mimisan. Panik mulai menyelimutiku, dan teman-temanku di ruang ganti langsung menyadari apa yang terjadi.

"Eh, Dimas! Lu mimisan!" seru Budi, salah satu temanku.

Rizki segera mendekat dan memberikan sapu tangannya. "Ini, pakai ini dulu. Kita ke UKS aja, yuk."

Aku mengangguk lemah dan menekan sapu tangan itu ke hidungku untuk menghentikan darah. Dengan bantuan Rizki dan Budi, aku berjalan menuju UKS. Kepalaku masih pusing, dan setiap langkah terasa berat.

Tiba-tiba, semuanya menjadi gelap. Aku merasa tubuhku melemah dan jatuh ke lantai. Suara teriakan teman-temanku terdengar samar-samar sebelum aku benar-benar kehilangan kesadaran.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Menjadi Mama | Part 2 | Pengobatan
8
3
Setelah beberapa saat, mereka kembali ke ruangan tempat aku dirawat. Wajah mereka masih dipenuhi kecemasan, tetapi ada tekad yang kuat dalam tatapan mereka. Papa duduk di samping tempat tidurku dan menggenggam tanganku.Aku kenapa, Ma, Pa? tanyaku dengan suara pelan.Mama mencoba tersenyum, meskipun air mata mulai mengalir di pipinya. Tenang aja ya, sayang. Kamu bakalan sembuh kok, ucapnya sambil meneteskan air mata.Dimas, papa sama mama udah berdiskusi. Kami mau kamu tahu bahwa apapun keputusan yang kami buat, kami akan selalu mendukungmu, kata papa dengan suara lembut.Mama mengangguk dan menambahkan, Kita akan coba pengobatan ini, sayang. Kita harus berusaha dan berharap yang terbaik. Kami selalu di sini buat kamu, apapun yang terjadi.Aku merasa lega mendengar dukungan mereka. Meskipun begitu, ada rasa bingung yang masih menyelimuti pikiranku. Aku tidak tahu apa penyakitku sebenarnya dan mengapa mama dan papa tampak begitu sedih. Keheningan sejenak melingkupi kami, memberi ruang bagi semua emosi yang bercampur aduk. Aku melihat kekhawatiran mendalam di wajah mereka, sebuah ekspresi yang jarang kulihat sebelumnya. Papa biasanya selalu tenang dan tegar, sementara mama selalu penuh semangat dan optimisme. Tapi kali ini, mereka tampak begitu rapuh. Aku bisa merasakan betapa berat beban yang mereka pikul, dan itu membuatku semakin ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.Setelah beberapa saat, papa dan mama saling bertukar pandang dan mengangguk. Mereka memutuskan untuk kembali menemui dokter dan memberitahu keputusan mereka. Aku menatap mereka dengan harapan dan sedikit ketakutan, sementara mereka melangkah keluar dari menuju ruangan dokter.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan