My Sweetness Hubby

12
0
Deskripsi

My Sweetness Hubby

Dalam diam, aku menikmati tetesan air yang berjatuhan dari langit lewat jendela kayu yang terbuka. Tetesan yang semula pelan itu kian deras, kelamaan terdengar desiran angin yang membuat daun jendela bergoyang. 

"Nira, kau masih saja menikmati hujan? Tutuplah jendelanya dan kemarilah!" Ucap Zain sembari melongok dari pintu kamar.

"Sayang? Cepatlah! Nanti masakanku dingin." Zain mulai tak sabaran. 

Ya, malam ini aku sedang malas sekali untuk memasak, dan meminta suamiku membuatkanku nasi goreng lombok hijau, masakan andalannya. 

"Iya sebentar aku menyusul!"

Kami duduk bersisian di ruang keluarga, sembari menonton tv, sesekali Zain menyuapkan nasi goreng buatannya ke mulutku. 

"Hari ini kamu super duper manja, lagi kenapa sih?"

"Emangnya nggak boleh, yang?" Aku meraih gelas di meja kecil yang tak jauh dari tempat kami duduk. Kuteguk gelas berisi es teh tawar, yang lagi-lagi dibuatkan suamiku.

"Boleh pakek banget. Tapi aneh aja, kayak bukan Nira yang mandiri, nggak mau ngrepotin orang lain."

"Sekali kali, orang hamil kan pengin di manja-manja sama suami," jawabku. Aku menatap wajah Zain yang seperti terkejut mendengar ucapanku. Mengerlingkan mata, aku menggoda suamiku. 

"Apa, yang?"

"Enggak ada siaran ulang!" Balasku, pura-pura merajuk, aku hendak berdiri meninggalkannya sendiri. 

Tapi setelah meletakkan piring kosong bekas makan kami, tangan Zain cepat-cepat menarik tanganku, membuatku jatuh duduk ke pangkuannya. 

"He he he, aku tahu kok kamu bilang apa tadi. Sini dong Bunda, jangan ambekan gini sih!" Bibir Zain mengecup pipiku.

Kami masih duduk di ruang keluarga, masih dengan aku yang duduk di pangkuannya.

Tangan Zain memainkan rambutku—menjadi kebiasaannya saat kami sedang emm...apa istilahnya? Pillow talk? Ya, itu. Tapi kali ini bukan di atas ranjang ya... 

"Tau enggak?" Tanya Zain, mendekatkan kepalanya ke rambutku menghirup sekilas aroma coklat yang menguar dari bekas keramas sore tadi.

"Tau apa?"

"Sebenernya aku udah tahu sih apa yang bikin kamu manja banget hari ini."

"Ih enggak seru! Ngeselin! Tau darimana coba?" Aku memukul bahu Zain, kesal karena kejutannya nggak kerasa spesial. 

"Siapa yang lupa naruh test pack di wastafel, hemmm." Kali ini Zain menyurukkan kepalanya ke leherku dan menggigit bahuku pelan. 

"Nyebelin!"

Suara hujan di luar sana masih terdengar. Karena kekenyangan dan mengantuk, juga kesal karena gagal memberi kejutan, akhirnya aku menurunkan kaki ke karpet tebal di bawah sofa. 

"Kemana?" Zain masih tak rela melepasku. Tetapi aku tetap ingin masuk ke kamar saat ini juga. 

"Tidur!" 

"Padahal aku punya kejutan loh." 

Oke... kata-kata Zain berhasil menghentikan langkahku.

Apalagi, pria itu mengeluarkan sesuatu dari saku celananya—kotak panjang berlapis beludru warna merah.

"Aaaaa...mau....!!"

"Makanya sinih, coba buka!"

Saat ku buka kotak itu, di dalamnya ada sebuah kalung emas putih dengan batu blue safir yang kemaren kutaksir. Bisa-bisanya dia tahu?

"Hiks ...sayang! Kok kamu tau banget mauku sih!"

Zain menyatukan rambutku dalam satu genggaman, untuk memudahkan memasang kalung pemberiannya di leherku. Begitu terpasang, dia masih betah memainkan jemarinya melingkari garis kalung di tengkukku.

“No!” aku memekik saat Zain berusaha semakin merangsangku—bahkan Zain sudah membawaku ke kamar dan membaringkanku di ranjang.

“Tidak sebelum kita periksa kandungan dan meminta saran dokter!” 

Sungguh aku sendiri juga tergoda untuk bercinta dengan suamiku saat ini. Hanya saja aku yang belum pengalaman soal kehamilan, jelas tak mau mengambil resiko yang bisa membahayakan calon buah hati kami.

Kulihat raut kecewa Zain, lalu dia menghembuskan nafasnya. Tapi secepat itu, bibirnya langsung menyunggingkan senyuman.

“Sorry… sayang.”

"It's Okay... Ayah masih bisa menunggu," ucap Zain. 

Ia berbaring di sampingku, memposisikan tubuhnya miring menghadapku. Kening kami bertaut. Tatapan sendunya sungguh membuatku tak tega. 

"Sorry—"

"No... It's okay, Honey. Sekarang saatnya kita tidur, right?"

Kecupan singkat mendarat di bibirku. 

Ah... Sepengertian ini Zain padaku—selalu. 

Bahkan sedari awal kami di jodohkan. Yang mana mulanya aku pernah menolak dengan keras perjodohan itu. Tetapi Zain dengan tak pernah lelah mencoba memenangkan hatiku yang kala itu masih terbelenggu rasa pada mantan kekasihku. 

Seandainya saja dulu Zain tak berkeras, mungkin aku tak akan sebahagia saat ini.

Tanganku meraba bekas cukuran jambang di dagu Zain yang sudah mulai tumbuh lagi. Lalu naik ke pipi suamiku, mengelusnya penuh rasa sayang. Kumajukan bibirku untuk mengecup pipinya.

“I love you Ayahnya baby…”

“Love you too Bundanya baby,” Zain membalas dengan mencium bibirku dalam setelah mengatakan cinta padaku. 

Hujan masih asyik turun dari langit malam. Udara yang dingin di luar, tetapi Zain memberikan pelukan hangatnya—membuatku merasakan kenyamanan luar biasa yang mengantarkan kami pada lelap.

***

TAMAT

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori
Free Story
Selanjutnya My Hot Ex-Brother in Law - 1
5
0
Blurb  Syahnaz ditaksir seorang pria. Sesungguhnya dia juga suka. Tapi, dia takut keluarganya tahu hubungan mereka--karena pria yang menaksirnya adalah bekas kakak iparnya sendiri. Dan selain itu, dia takut salah mengartikan ketertarikan bekas kakak iparnya.  Benarkan pria itu benar-benar mencintainya? Atau hanya sekadar membutuhkannya di atas ranjang?  Cerita adult romanceTerdapat adegan dewasa, mohon bijak memilih bacaan.Salam -ghee-
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan