Aku—Mendengar dan Sakit

2
0
Terkunci
Deskripsi

   Percakapan alot antara Bu Ifaw dan suaminya (Pak Hiqro) ternyata kedengaran oleh Jangila. Barulah 'kesadaran' itu memeluknya erat. Tak tahu harus bagaimana lagi, segala 'kebanggaan' dan 'kengganannya' runtuh hancur begitu saja. "Gengsi, aku gengsi! Aku tak mengakui kedua orang tuaku, hanya karena mereka miskin! Aku, a,k ...." Jangila terduduk diam di kamarnya, jiwanya berteriak kencang, tak ada satu pun manusia yang mendengarnya.

  Duduk. Memandangi kedua tangan yang memegang lutut...

1 halaman

Dukung suporter dengan membuka akses karya

Pilih Tipe Dukunganmu

Paket
27 konten
Akses 30 hari
100
Sudah mendukung? Login untuk mengakses
Selanjutnya Pelabuhan Tunusa
2
0
   Pemandangan itu sangat memukau, menarik perhatian Pecijo, seorang pecinta jogging yang tahu betul keindahan yang diperoleh dengan kedua kaki tanpa bantuan alat apapun kecuali sepatu lebih terasa di hati, ketimbang yang dikunjungi dengan banyak alat bantuan.  Sayangnya ada satu hal yang membuat hati Pecijo gusar, yaitu patung besar yang terdapat di penghujung jalan menuju kapal berada. Sial! Ini patung apa! Kemudian Pecijo dengan cepat mengawasi keadaan sekitar. Di tempat ini, kental dengan aroma sniper! Batinnya.  Gasubu seolah tak merasa apa-apa, dia tak begitu menggubris akan patung raksasa itu, matanya hanya tertuju ke kapal besar yang sedang ditambatkan. Perjalanan lagi, perjalanan lagi! Daftar nama mantan para pilot pun tak kunjung surut, masih ada 8 lagi! Ujarnya dalam hati.   Dilihatnya daftar nama para mantan pilot yang masih tertulis rapi di sebuah selembaran kertas yang masih tetap terus digenggamnya. Dari 7 ke 8, dengan Pak Dibibat -- Desa Palsyiar, heum ... Kata Pak Rakepa di sana pun masih terdapat banyak ajaran s.y.i dan palu arit! Nampaknya tak benar-benar menjadi lebih sulit dari Tunusa! Detak jantung Gasubu pun ikut terbelalak dengan ancaman yang tak bisa terlihat jelas dengan mata.  Lagi-lagi Pecijo berada di belakang Gasubu, Gasubu sudah berada agak jauh dari Pecijo, Gasubu yang sibuk terpukau dengan pemandangan kapal-kapal besar nan indah, sedang Pecijo yang terlarut kesal pada patung raksasa yang juga mengarah ke kapal-kapal yang sedang ditambatkan.    Bukannya bersiap-siap dan merasa khawatir lagi, Pecijo malah sedang tenggelam pada kekesalannya akan patung raksasa yang mengarah ke arah kapal-kapal berada. Orang-orang ngapain bikin patung kayak gini!? Meresahkan! Sangat tidak menghibur! Muak!   Dalam rentang jarak yang tak dekat juga tak terlalu jauh, mereka sedang mengalami masanya sendiri-sendiri. Pesona kapal-kapal besar yang cukup membuat Gasubu lupa kalau perjalanan yang sedang ditujunya tak mudah.  Ini patung harusnya dihancurkan! Buat apa dipelihara! Kenapa ya yang begini bisa dibilang seni, beg* beg* negeri ini udah kebanyakan patung! Emang juga manfaatnya patung! Buat mengenang!? Mengenang!? Yakin!? Kenapa gak didoakan saja setiap hari! Kenangan bohong! Negri setan! Pecijo melihat keadaan sekitar, dia ingin sekali menghancurkan patung berbentuk orang ukuran raksasa itu.   Ketika keterpukauan sedang menyelimuti dirinya, Gasubu pun sadar kalau dia harus segera mempercepat langkahnya, karena daftar orang-orang yang akan dikunjunginya itu tidaklah sedikit. Baru Pak 'Rakepa' dan sekarang sedang menuju 'Dibibat', entah seperti apa orangnya, meski menurut Pak Rakepa dia adalah orang yang ramah, belum tentu juga bagi Gasubu dan Pwcijo.  Kesadarannya pun timbul seketika. Et! Si Bapak mana lagi!? Kepalanya menoleh ke belakang, terlihatlah Pecijo yang sedang menatap tajam ke arah patung raksasa. Ah Bapak-bapak suka aneh mikirnya! Gitu aja, masa sampe diliatin sedetail itu, buat apa coba! Ujar Gasubu. Pak! Pak! Teriak Gasubu. Karena jangkauan jarak antaranya dan Pecijo tak terlalu jauh, terdengarlah teriakannya. Oei! Nak muda! Sahut Pecijo sambil melambaikan tangan.  Yah bocah itu! Pake manggil-manggil segala! Baru aja mau ngerubuhin ni patung! Batinnya. Karena sudah dipanggil, pun juga orang yang berada di dekat mereka pun ada beberapa yang tersita perhatiannya dengan gaya komunikasi Gasubu, hal itu yang membuat Pecijo harus segera meninggalkan patung raksasa.  Dengan mengaitkan kedua genggamannya ke tali tas ransel, sesekali Pecijo menoleh ke belakang. Tatapannya sinis dan penuh hembusan pembantaian ketika menoleh ke arah patung raksasa tersebut. Lain kali harus dihancurkan, mungkin di pertemuan berikutnya! Pungkasnya sambil tetap berjalan ke arah Gasubu dengan langkah yang sedikit lebih dicepatkan.  Terlihat cukup banyak juga orang-orang yang akan berangkat naik kapal, Gasubu mengingat-ingat, 'Palsyiar' berulang-ulang di kepalanya. Pecijo kini malah teralihkan rasa takutnya akan para sniper oleh patung raksasa yang sudah sangat membangkitkan emosinya.   Angin bertiup menerbangkan debu-debu sekitar jalan menuju tempat kapal berada, sepertinya angin-angin itu menyambut akan keberangkatan Gasubu dan Pecijo. Keinginan untuk pulang memang ada, tetapi tugas yang sudah mereka taruh sendiri di pundak masing-masing pun tak bisa ditinggal begitu saja.   Perjumpaan demi perjumpaan terjadi begitu saja, sulit rasanya hentikan segala yang tak bisa dihentikan, keinginan yang bukan keinginan, ketika bertemu jalan untuk mewujudkan, malas lebih disanjung dari merealisasikan.   Seperti perpisahan yang terjadi bagai perjumpaan, mengalir bersamaan dengan perputaran waktu yang deras dan menggerus apa yang ada di depannya. Hidup memang tak selalu apa kata kita dan harus berjalan sesuai rencana, karena rencana hanya pengalih saja agar hidup tak terasa hambar.  Proses pembelian tiket pun memakan waktu yang cukup membuat Gasubu dan Pecijo pegal berdiri. Banyak juga ya orang-orang yang akan berpergian menggunakan kapal? Kata Gasubu pada Pecijo yang sedari tadi mengawasi keadaan sekitar.  Tanpa menoleh ke arah Gasubu Pecijo bilang, Ya, beginilah Nak, mungkin pemandangan laut lebih memukau dari pemandangan udara. Sahutnya lalu kembali waspada dengan orang-orang sekitar. Jika pembela kerusakan saja waspada, bagaimana dengan para pecinta sekaligus pengemban 'kebenaran'?  Khuaaaaah! Tiba-tiba ada seseorang yang berteriak dalam barisan antrian yang lain. Otomatis Gasubu dan Pecijo menoleh ke arah orang yang berteriak itu. Seseorang berbadan kekar berambut panjang, kaca mata hitam, atasannya kaus lengan yang ketiaknya kelihatan, bercelana tentara, dan bersandal jepit.   Mata mana!? Mataaa! Haaaa! Teriaknya dengan sangat kuat ke arah kepala orang yang berada di depannya, nampak orang yang berada di depannya itu ketakutan, meski dia menggunakan sepatu outdoor dan berpakaian rapi seperti orang kantoran, tetapi tubuhnya jauh berbeda dengan orang yang meneriakinya. Seketika itu juga 2 orang petugas keamanan pelabuhan Tunusa berlari dengan cepat mendatangi pusat kericuhan dadakan itu.    Kedua petugas keamanan itu pun dengan sigap melerai kedua orang yang membuat perhatian banyak orang tertarik ke detak yang mereka buat. Sudah sudah Pak, maafkan saja, dia mungkin gak sengaja. Kata salah seorang petugas keamanan yang berjenggot tipis. Sudah! Sudah! Apa!? Nih! Kaki saya bonyok! Kata orang yang berkaca mata hitam sambil menunjuki jempolnya yang memang sedikit berdarah sebab injakan kaki seorang yang berada di depannya tadi.  Sedang seorang penjaga keamanan yang satu lagi sibuk mengingatkan seorang yang telah menginjak kaki si kaca mata hitam. Kamu harus segera bergegas mengobatinya, di sana ada toko yang menjual obat untuk orang yang terluka, kapas pun ada di sana, cepat! Seketika itu juga seseorang yang memakai sepatu out door itu berlari ke arah yang ditunjuki oleh si petugas keamanan pelabuhan yang kumisnya super off side.  Seketika itu juga antrian kedua orang itu terhenti. Orang-orang pun menggantikan posisi yang sebelumnya ditempati mereka. Seorang yang berkacamata hitam itu masih tampak kesal, tetapi apa daya petugas keamanan pelabuhan Tunusa tampak lebih kuat darinya, jadi terpaksa baginya nurut dengan keadaan yang yang diinginkan petugas keamanan yang menyuruhnya diam dan tenang, serta memaafkan orang yang tak sengaja menginjaknya.  Tak semudah membalik lembaran buku yang sedang dibaca, memaafkan bukan perkara yang mudah, kecuali bagi jiwa-jiwa yang sudah menetap lama di langit sana, jasadnya di bumi jiwanya di langit, lain hal bagi orang-orang jasad dan jiwanya yang telah melekat erat dengan dunia, memaafkan adalah hal yang sangat mustahil, sangat kecil persenannya.  Orang itu berbeda. Seorang yang telah menginjak kaki si pria berkacamata itu kembali membawa obat luka dadakan, kapas, serta perban pelekat luka. Karena sudah disugesti oleh petugas keamanan yang berkumis tebal agar segera meminta maaf, maka seorang pria berpakaian kantor dan bersepatu out door itu segera datang sambil meminta maaf dengan wajah penuh rasa bersalah ke pria tinggi berkaca mata hitam.  Gasubu dan Pecijo yang telah berhasil membeli tiket tujuan pelabuhan 'Palsyiar' segera mendekat ke arah mereka, Kalau jadi perkelahian, seru ya Pak!? Kata Gasubu kepada Pecijo dengan wajah menyeringai. Pecijo membalas dengan senyuman kesetujuannya. Betul Nak! Itu pasti seru! Sahutnya. Kemudian mereka tertawa, hahaha!  Otomatis orang-orang sekitar yang berada di dekatnya pun jadi memandanginya, termasuk orang yang bertubuh kekar berkacamata hitam yang kakinya terinjak sepatu out door pria berpakaian kantoran. Cih! Apa yang mereka tertawakan! Geramnya.  Ssst! Pak, suaranya dijaga! Seorang petugas keamanan yang berjenggot memperingati Pecijo dan Gasubu. Sontak mereka berdua terdiam, lalu memalingkan fokusnya ke seorang yang bertubuh kekar dan berkacamata hitam.  Sebenarnya ketika Gasubu dan Pecijo tertawa seorang yang berpakaian seperti pakaian kantor tertegun dengan ketawa mereka. Seolah waktu terhenti untuk beberapa saat, ternyata Gasubu dan Pecijo pun tak kalah oleh seorang yang bertubuh kekar, berkacamata hitam, dan bersandal jepit itu, makanya dia geram.  Ketika seorang petugas keamanan yang berjanggut memperingati Gasubu dan Pecijo, barulah mereka menyudahi tawanya dan segera beralih pandang ke seorang yang telah meringis kesakitan sebab tak sengaja diinjak oleh penumpang kapal yang berstelan orang kantor dan bersepatu out door.  ___ RTD. Kamis 24 Februari 2022 halub© 22:28 ..... Sumber gambar: https://pixabay.com/id/photos/pelabuhan-danau-arsitektur-6587129/
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan