Buat kamu, aku dan kita yang sering berprasangka buruk tentang masa depan, baca sampai akhir, ya!
Pada suatu hari, saya memutuskan untuk lebih sering menghabiskan waktu di sebuah tempat yang paling nyaman untuk sebagian besar orang, tempat itu adalah kamar pribadi. Tempat di mana semua tulang dan organ dalam tubuh seakan seperti sedang dimanjakan, tetapi itu adalah awal dari penyesalan karena waktu hanya habis dengan dibuang.
Saat itu waktu menunjukkan pukul 11 malam. Ponsel adalah teman paling setia untuk mata, telinga dan kedua tangan saya. Saya menemukan sebuah konten yang sifatnya mengingatkan. Bahwa di depan sana, di tahun-tahun berikutnya, semuanya akan berjalan lebih sulit dari yang diperkirakan. Konten di salah satu sosial media itu mengantarkan saya pada bayang-bayang yang menyeramkan tentang masa depan. Saya sempat berpikir kalau konten seperti itu tidaklah sehat. Sebuah konten yang mengandung unsur menakut-nakuti, tetapi pada akhirnya diselingi sebuah promosi layanan berjasa keuangan. Namun, saya berhasil menarik manfaat dari konten tersebut. Bahwa berpikir buruk di masa depan mungkin saja akan membuat diri saya lebih cepat "matang" dan dapat melakukan persiapan lebih baik dari orang-orang lain.
Gangguan-gangguan Buruk di Masa Kini
Dilema tentang pilihan hidup. Dirundung kegelisahan dan bayangan akan kegagalan. Mulai pesimis untuk sukses. Keinginan yang dihiasi dengan kelemahan. Segala keterbatasan yang seakan semakin menghambat. Mental yang lemah dan gengsi yang tinggi. Penyakit yang tak kunjung reda. Pekerjaan yang tak sejalan dengan idealisme pribadi. Semua motivasi dan semangat dalam diri yang pernah terbentuk seakan sudah tidak berguna lagi. Dalam satu hari hanya ada depresi, disforsia dan stres. Di sisi lain, pikiran untuk tetap beribadah juga luntur. Bersyukur rasanya hanya bisa menyembuhkan untuk sementara, sisanya tetap pusing kepala. Diiringi dengan ekspektasi-ekspektasi keluarga. Tidak ada yang menolong dan mendengar. Tidak mau dibunuh, tapi mau bunuh diri. Pokoknya semuanya terasa susah sampai merasa bahwa menjadi terumbu karang lebih baik ketimbang jadi manusia.
Untuk kasus salah satu mentor saya, cara untuk mengobati ini adalah mengingat tujuan awal di dalam pikiran. Tujuan hidup banyak, runtut mereka satu per satu. Mulai dari apa tujuan hidupnya, apa masalahnya, cara mengatasinya dan yang terakhir mungkin menjalankan ibadah, meditasi atau filosofi Stoicism sebagai media penenang. Yakin bahwa semuanya sudah dijalani, sisanya santai saja, karena itu diluar kendali kita.
Film dan Kehidupan
Manusia hanya bisa mengendalikan pikiran dan tindakannya, hasil itu biar dunia ini yang memberi lampu hijau. Kalau gagal ya sudah, menepi ke tujuan hidup yang lain. Kalau tidak bisa menepi ke tujuan yang lain, ya coba lagi walaupun sering gagal. Jangan lupa untuk selalu menjadikan ibadah dan kontemplasi sebagai media penenang. Atur strategi dan sisakan satu hari untuk berpikir penuh. Intinya jangan terburu-buru. Masalah tercipta karena solusi sudah lahir terlebih dahulu, itu hukum alam. Tidak ada masalah tanpa solusi. Bahkan film-film yang kamu tonton dengan penuh konflik berat saja punya solusi di menit-menit terakhir. Itu memang film, sudah direncanakan dan ditulis naskahnya sebelum diproduksi dan ditayangkan. Namun, film, lagu, novel dan lukisan itu sejatinya diciptakan memang untuk memberi pesan moral, salah satunya ialah mendapatkan solusi.
Kalau manusia bisa menjadi sutradara dan membuat skenario sebuah klimaks film yang sulit ditebak, maka Tuhan bisa lebih mengejutkan dari itu. Orang-orang sudah sering bilang di konten mereka sendiri, 'kan? Kalau rencana dan plot akhir dari Tuhan lebih sulit ditebak daripada alur atau plot twist di sebuah film yang diciptakan manusia sebagai sutradara. Kekuatan sutradara kondang seperti Bong Joon Ho dan Christopher Nolan dalam meracik sebuah cerita yang mengejutkan tokoh utamanya tidak ada apa-apanya dengan rencana Tuhan untuk hambanya. Bahkan sutradara-sutradara itu bisa jadi sutradara hebat ya karena diberi otak oleh Tuhan. Sebuah pangkal tidak bisa diremehkan.
"Kalau mau jadi investor, belajar dulu yang banyak, tidak perlu takut tertinggal. Kalau mau ke perguruan tinggi negeri, satu-satunya solusi ya belajar, kalau malas belajar ya lebih baik tidak berambisi untuk kuliah. Kalau malas belajar, tapi tetap pengin kuliah, bekerja dengan giat dan ikhlas untuk meraih uang yang banyak, lalu masuk universitas swasta. Kalau tidak punya uang ya berwirausaha. Kalau tidak punya modal ya jadi karyawan dulu sambil menabung. Kalau tidak ada lowongan kerja ya berkarya. Kalau tidak punya skill untuk berkarya ya belajar. Kalau malas belajar, kamu sulit disebut sebagai manusia. Karena manusia diciptakan sejak awal memang harus bersahabat karib dengan kata belajar atau adaptasi. Amerika tidak akan dipijak oleh Colombus kalau dia tidak belajar bagaimana caranya berlayar. Satu hal yang penting, turunkan gaya hidupmu kalau masih sadar diri sendiri sedang miskin-miskinnya." Begitulah kesimpulan cara untuk menjalani kehidupan yang paling banyak diyakini oleh orang-orang dan saya sepakat dengan itu.
Mungkin paragraf sebelumnya terdengar seperti kumpulan kalimat motivasi yang "klise" atau bersifat umum. Namun, poin utama yang terkandung dalam paragraf sebelumnya adalah pembuktian bahwa semua permasalahan selalu punya makanan yang disebut dengan solusi.
Cara Memulai Mimpi Buruk atau Skenario Buruk di Masa Depan
Ayo, sekarang buat skenario yang horor di masa depan. Untuk masa depanmu di 10 tahun mendatang, kamu akan banyak utang, cicilan bertambah, pusing membayar uang sekolah anak, belum lagi kalau anakmu nanti jadi remaja yang nakal, uang SPP digelapkan untuk keinginan pribadinya, tidak ada hari tanpa pensiun, masa tua masih sibuk kerja buat anakmu yang bisa saja jadi pengangguran kalau kamu tidak ada biaya untuk anakmu berkuliah, lalu jadi hidup susah. Tidak ada jaminan karena ilmu investasi pun tidak punya karena malas belajar, mendengar dan membaca. Di sisi lain, hidup terasa janggal kalau tidak ada kesedihan. Maka dari itu, untuk sekarang, tertawalah terbahak-bahak dengan suka ria agar duka malu dan hilang dari pikiranmu. Perjuangan dan pembelajaran memang letih, tapi penyesalan di akhir akan terasa lebih "membunuh" daripada merasa lelah saat berjuang.
Intinya belajarlah. Mati percuma kita kalau malas belajar. Setiap hari, walaupun hanya satu halaman, walaupun hanya satu paragraf, walaupun hanya satu kalimat dan walaupun hanya satu kata, ambillah satu pengetahuan untuk otak kita walau hanya 10 detik. Manusia juga bisa depresi karena belajar. Belajar mengenai apa itu istilah depresi dari berbagai macam sumber dan belajar menganalisa masalah dan ketidakmampuan diri, lalu jadilah depresi. Jangan lupa juga untuk meneliti diri sendiri untuk bekal kegiatan meditasi di suatu hari.
Udah like dan follow belom? Kalau belom, ayo, dong! Terima kasih banyak!
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰