🌱Prolog | Vanilla Mint Cafe

0
0
Deskripsi

Seorang cowok berumur 24 tahun sedang asyik tertawa dengan dua bocah kembar laki-laki yang bergelayut di lengan kanan dan kirinya. Tawa dua bocah itu semakin nyaring saja ketika dirinya mengangkat kedua lengannya seperti orang yang sedang angkat beban. Dua bocah itu bukan anaknya, melainkan keponakan-keponakannya. 

            Seorang cowok berumur 24 tahun sedang asyik tertawa dengan dua bocah kembar laki-laki yang bergelayut di lengan kanan dan kirinya. Tawa dua bocah itu semakin nyaring saja ketika dirinya mengangkat kedua lengannya seperti orang yang sedang angkat beban. Dua bocah itu bukan anaknya, melainkan keponakan-keponakannya. 

            “Agi Momo agiii!” Teriak keduanya masih belepotan.

            “Hiyaa!”

            “AAAA!” Kedua bocah itu makin kesenangan.

            “Momo capek dong kalau lagi-lagi terus.” Ibu kedua bocah itu datang menghampiri, lalu duduk dan menyiapkan camilan.

            “Ayo duduk, snack time dulu.” 

            Mosaki―nama cowok itu―kemudian menarik kursi hijau berlapis kain putih khas acara pernikahan lalu mendudukinya, berikut dua bocah itu yang dibawanya ke kanan dan kiri pangkuannya.

            “Abang mana Kak Bulan?” Tanya Mosaki pada ibu bocah kembar itu yang tidak lain bernama Bulan, istri abangnya.

            “Jagain Yuuta sama Yuushi, pada ngantuk jadi rewel. Anak-anak itu capek, main terus seharian ini, bahkan nggak tidur siang, giliran udah capek nggak bisa tidur gara-gara rame.” 

            “Perlu aku ke sana, Kak?” Tawar Mosaki. Setelah mengatakan itu mulutnya terbuka menerima suapan camilan dari kedua keponakannya bergantian. “Udah Momo udah kenyang, kalian aja.”

            “Nggak usah, Abang udah bisa kok, makanya Kakak kesini. Udah dibawa ke rumah sebelah biar lebih sepi, ditidurin di sana katanya. Bantuin Kakak jagain Riku sama Ryo aja, habis ini Kakak harus balik bantu siapin Bunga lagi.”

            Mosaki mengangguk saja, baiklah kalau begitu. 

Minoru―abangnya―menikah 7 tahun lalu dan dikaruniai dua kali anak kembar dan semuanya cowok. Keponakan kembar pertamanya bernama Yuuta dan Yuushi yang sudah berumur lima tahun. Lalu, keponakan kembar keduanya adalah yang sekarang bersamanya, Riku dan Ryo, baru berusia lima belas bulan. Dari dulu ia senang sekali bermain dengan semua keponakannya, ia selalu menawarkan untuk menjaga mereka, kecuali saat dirinya harus mulai berkuliah di Singapura. Saking seringnya ia membawa keponakan-keponakannya ke tongkrongan, banyak teman-teman mengira dirinya itu calon-calon orang yang akan menikah muda.

            Ia datang bersama abang dan kakak iparnya, juga kedua orang tuanya, untuk membantu persiapan pernikahan Bunga, anak perempuan dari salah satu pemasok bahan baku untuk perusahaan keluarga yang diadakan di rumah mereka di Bandung. Memang jika didengar hubungan antara pemasok dan pemilik perusahaan itu terkesan jauh sekali, tapi antara keluarganya dan keluarga Bunga memiliki hubungan yang cukup dekat lebih dari sekadar urusan bisnis. Abangnya itu juga sahabat putra sulung keluarga ini. Walaupun dirinya tidak dekat dengan Bunga sekalipun seumuran, ia tetap berakhir di sini karena keluarganya. Tiba-tiba saja diminta pulang di akhir pekan, di tengah kesibukan ujian semester pertama S2-nya. Untung saja Singapura Jakarta Bandung itu dekat.

            “Udah ya, Kakak tinggal lagi.” Pamit Bulan karena snack time anaknya sudah selesai yang kemudian diangguki oleh Mosaki. Kembalilah dirinya bermain-main lagi dengan dua keponakannya sampai ada ibu-ibu tamu yang tiba-tiba menanyainya apakah dirinya sudah menikah dan menawarinya jadi menantu. Mosaki hanya tersenyum saja menanggapi itu, itu bukan pertama kalinya dan sudah biasa. Untuk dirinya pribadi, menikah muda tidak ada dalam agendanya. Setidaknya seperti abangnyalah yang menikah di umur menjelang 28 tahun. Sudah selesai dengan masa nakalnya, sudah menyiapkan finansial yang baik, dan tentu saja mental.

            Sampai umurnya 24 tahun ini tiga dari yang dirinya sebutkan tadi belum ada satu pun yang ia penuhi, jadi tentu saja menikah masih menjadi agenda kesekian dalam hidupnya. Pacar? Ia baru diputuskan untuk yang kesekian. Alasannya kali ini karena ceweknya itu ingin segera menikah tapi dirinya masih ingin menunda. Dirinya bahkan baru menempuh S2-nya. Sekalipun dirinya berasal dari keluarga berada, bisa dikata uang sudah bekerja untuknya tanpa dirinya harus sibuk mencari kerja. Tapi mau bagaimana ia belum siap menikah. Akhirnya seminggu lalu dirinya ditinggal nikah. Lagi, sekarang ia harus melihat orang menikah, semakin memporak-porandakan luka hatinya yang belum kering.

            Malam pun tiba, setelah sholat maghrib tadi dirinya memutuskan untuk tetap di dalam kamar saja. Kamar anak sulung keluarga ini sambil menjaga keempat keponakannya. Jujur saja dirinya kurang suka keramaian, ia selalu saja melipir seperti ini, beruntung ada keponakan-keponakannya yang selalu bisa dijadikan alasan. Itulah kenapa dulu saat nongkrong ia sering membawa mereka, biar bisa dijadikan alasan pulang.

            Tiba-tiba saja Mosaki mendengar teriakan seseorang. Bukan hanya dirinya tapi para keponakannya juga sampai berhenti bermain. Mosaki berusaha untuk mengabaikannya. Sayangnya, semakin diabaikan semakin mengganggu saja. Mana tadi yang di luar diputar musik pengiring hajatan tapi sekarang dihentikan, lalu gerusak-gerusuk ramai seperti ada sesuatu yang besar terjadi dibalik pintu itu.

            Mosaki mengatakan pada keponakannya yang tertua, Yuuta, yang paling dewasa juga di antara keempatnya, untuk Yuuta menjaga saudara-saudaranya dan tetap di dalam sementara dirinya keluar mengecek keadaan.

            Saat Mosaki keluar, satu ruangan di seberang itu ramai dikerumuni orang. Itu kamar pengantin. Mosaki melihat Bulan menangis di hadapan abangnya. Dirinya langsung diserang panik, kenapa kakak iparnya yang ceria itu sampai menangis? Dan kenapa abangnya yang berkepribadian tenang itu sampai terlihat gusar? Tanpa menunggu lagi, Mosaki menghampiri keduanya, ia harus memastikan apa yang terjadi.

            Semuanya terjadi begitu cepat untuknya. Ia yang dari tadi menghabiskan waktunya bermain dengan para keponakannya, tiba-tiba duduk di depan meja akad sebagai pengantin pria dari mempelai wanita yang bahkan ia tidak kenal. Ok, baik, ia kenal, tapi hanya sekadar nama, tidak lebih! 

            Semuanya berawal dari keributan yang terjadi disebabkan oleh mempelai pria yang harusnya menikah itu membatalkan pernikahan karena menghamili perempuan lain. Keributan ini bukan hanya sekadar undangan pernikahan sudah disebar, tapi bahkan para tamu sudah datang untuk menyaksikan prosesi akad yang akan digelar sehabis isya’ atau kurang lebih satu jam dari waktu itu. Bunga―mempelai wanita―bahkan sudah selesai dirias. 

            Teriakan yang tadi ia dengar tidak lain adalah Ambu Yanti―sapaan keluarganya untuk ibu Bunga―yang histeris mengetahui kabar itu. Bisa Mosaki lihat semua orang menangis, Maminya dan semua wanita yang ada di sana. Agra―kakak Bunga―memeluk Bunga yang jelas juga menangis. 

Saat dirinya masih mencerna apa yang terjadi, tiba-tiba tangannya diraih oleh Ambu dan permintaan untuk menggantikan sang mempelai pria itu pun dilontarkan padanya. Ia menggeleng, terang-terangan menolak permintaan itu. Ia tidak mau munafik, tujuannya ke sini adalah menghadiri pernikahan, bukan sebagai yang menikah. Ambu pun tidak lagi memaksa bahkan meminta maaf untuk permintaan tidak masuk akalnya. 

Namun, orang-orang yang tadi sore bahkan menggadang-gadang dirinya sebagai menantu idaman itu menatapnya seperti seorang penjahat. Harusnya yang jahat adalah laki-laki yang membuat situasi rumit ini terjadi, bukan? Laki-laki yang bahkan ia tidak tahu wujudnya itulah yang harusnya bertanggung jawab. Tapi, kenyataan tiba-tiba memukulnya tanpa pengertian, dirinya dipojokkan tanpa diberikan kesempatan untuk menjelaskan alasannya. 

Keluarganya tidak memaksakannya, keluarga Bunga sudah pasrah, tapi mulut orang-orang itu membuat Mosaki mendengar fakta-fakta yang tidak seharusnya ia dengar. Bahwasanya biaya pernikahan ini ditanggung penuh oleh pihak perempuan. Yang mana biaya itu harusnya menjadi biaya pernikahan Agra, tapi harus digunakan dulu untuk menutupi biaya pernikahan adiknya. Belum lagi rentenir yang tiba-tiba datang di tengah kegaduhan, mengatakan bahwa pinjaman online ilegal dalam jumlah besar ditagihkan atas nama Bunga harus dibayar saat itu juga karena sudah lewat tenggat dan peminjam tidak bisa dihubungi.

Intinya, Mosaki berubah jahat dalam semalam. Lebih parahnya lagi, keluarganya yang datang sebagai tamu pun juga ikut menjadi jahat akibat penolakan yang terang-terangan ia berikan. Sudah malu, menanggung hutang pula, biaya dari mana lagi mereka akan menikahkan putrinya, memangnya ada yang mau kalau tahu ternyata pernah ditinggal calon. Sial! Seribu sial! Dirinya memang seharusnya tidak perlu pulang. Hati nuraninya bekerja di saat yang tidak tepat.

Bunga, gadis itu sudah melepaskan pelukan kakaknya, ia berusaha melepaskan siger yang menghiasi kepalanya. Walaupun tidak berkata apa pun, dengan melakukan itu ia mengatakan pada semua orang bahwasanya dirinya pun sudah merelakan semuanya. Pada saat melihat itu, detik itu, Mosaki benar-benar menghardik hati nuraninya. Menyetujui permintaan sebagai pengantin pengganti adalah keputusan terbodohnya seumur hidup! Ia menyesal bahkan sedetik setelah mengatakan itu.

Mosaki langsung kembali ke Singapura malam itu juga setelah resepsi selesai. Mengabaikan keluarganya yang memilih tinggal untuk membantu keluarga Ambu Yanti menyelesaikan masalah yang terjadi. Minoru sudah sempat menghentikannya, meminta tinggal setidaknya malam ini saja, tapi Mosaki untuk pertama kalinya tidak mengidahkan ucapan kakak yang selalu menjadi panutannya. Akhirnya, keluarganya pun membiarkan Mosaki pergi, yang itu juga berarti meninggalkan begitu saja gadis yang baru dinikahinya. Ia merasa sudah melakukan apa yang hati nuraninya inginkan, yaitu menyelamatkan gadis itu dari rasa malu. Tidak ada lagi alasan lain untuk tetap berada di tempat itu.

🌱🌱🌱

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya 🌱1🌱Life Crisis Update | Vanilla Mint Cake
0
0
Suara musik terdengar begitu keras dan berisik di ruangan yang kurang cahaya itu. Entahlah bagaimana dirinya bisa nyasar di tempat laknat ini―setidaknya untuk dirinya. Wanita-wanita berpakaian minim berjoget bersama para pria. Ada yang masih waras, ada juga yang sudah kobam. Bau alkohol dan nikotin dimana-mana. Dan, yang paling membuatnya miris adalah suara desah yang dari tadi semakin menjadi-jadi dari orang di belakangnya. Sial! Setidaknya kalau sudah tidak tahan mau itu-itu, sewa kamar kek. Apa harus dirinya juga yang sewakan?! Jika kakaknya tahu, apa tidak diseret pulang dirinya dari negeri tetangga ini? …
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan