Teror Hantu Penghuni Kampus Bab 2

4
0
Deskripsi

Dea memiliki keistimewaan bisa melihat makhluk halus, akan tetapi ia merasa sangat terganggu dengan keistimewaan tersebut. Pasalnya melihat makhluk halus yang bentuknya menyeramkan, cukup menganggu.

Apalagi akhir-akhir ini Dea sering diteror oleh hantu perempuan yang ada di kampusnya. Tapi beruntungnya, Dea tidak sendirian. Seorang mahasiswa bernama Hari, ikut diganggu hantu perempuan itu juga.

Dea dan Hari pun bertekad untuk mencari tahu segala sesuatu tentang hantu perempuan tersebut, agar hantu...

Bab 2

Dea dan Matahari jalan bersisian menuju parkiran. Mereka saling diam, tidak mengeluarkan suara barang sepatah kata pun. Sebenarnya Dea ingin menegur teman sekelasnya itu, tapi ia takut dicueki. Pasalnya Matahari tidak sehangat matahari yang ada di langit sana. Matahari yang ini dingin, sangat dingin malahan.

Tiba-tiba saja Hantu Kiko kembali muncul. Hantu perempuan itu merangkul bahu Matahari dengan santai, lalu Matahari menepis tangan hantu tersebut yang ada di bahunya. Kemudian hantu perempuan itu berlalu sambil bersungut-sungut.

Kejadian itu tak lepas dari mata Dea yang berjalan di sebelah kanan Matahari. Perempuan itu mengerutkan keningnya samar. Matahari bisa melihat hantu juga? 

"Hari, kamu bisa lihat hantu juga?" tanya Dea.

Matahari tidak menjawab, ia terus berjalan seperti tidak mendengar suara Dea. Padahal Dea yakin, suaranya sangat jelas untuk didengar oleh Matahari.

Dea berdecak kesal. Perempuan itu menarik lengan Matahari dengan kasar, lalu ia berdiri tepat di depan Matahari.

"Kamu bisa liat hantu juga?" tanya Dea dengan penekanan di setiap kalimat.

"Bisa," jawab Matahari singkat. Laki-laki itu masih setia dengan wajah datarnya.

"Kok kamu biasa aja? Kamu nggak takut?" tanya Dea sambil menoleh ke kanan kiri, takut ada yang mendengar pembicaraan mereka, tapi untunglah keadaan sekitar mereka sepi.

"Kenapa harus takut? Manusia cuma boleh takut sama Tuhan," jawab Matahari lagi-lagi dengan wajah datarnya.

Dea melepaskan lengan Matahari yang ada di genggamannya. Dalam hati perempuan itu setuju dengan teman sekelasnya ini. Kita hanya boleh takut pada Tuhan, tapi masalahnya ... tidak semudah itu!

***

Waktu sudah merangkak malam. Sudah hampir pukul dua belas malam, tapi Dea belum juga bisa terpejam. Perempuan itu masih terjaga dengan posisi berbaring di atas kasur. 

Sesekali ia melihat putrinya yang tengah tertidur pulas di sebelahnya. Semenjak memiliki bayi, Dea tidak tidur di atas ranjang. Ia lebih memilih tidur di atas kasur lantai saja. Pasalnya, ia takut putrinya akan terjatuh dari ranjang.

Dea duduk dan menatap putrinya dengan lekat-lekat. Perempuan itu mengelus wajah damai putrinya dengan lembut. 

Selama ini ia belum pernah melihat hantu di rumahnya, mungkin karena dirinya dan sang ibu sering mengaji di dalam rumah, sehingga hantu-hantu tidak ada yang berniat untuk tinggal di rumah tersebut. Ya, mungkin saja begitu.

Namun meskipun di rumahnya tidak ada hantu, Dea tetap tidak bisa tenang. Bagaimana kalau Kiko datang menemuinya di rumah dan mengganggu Delaci yang masih bayi?

Selama ini Dea memang sering melihat makhluk halus di luar rumah, tapi ia selalu bisa untuk pura-pura tidak melihat mereka. Jadi di antara makhluk halus tersebut tidak ada yang menerornya.

Beda halnya dengan Kiko tadi. Si Kiko sudah tahu ia bisa melihat dirinya, otomatis Kiko tak akan membiarkan Dea hidup dengan tenang.

Eh? Namanya benar Kiko? Mirip merek es, es Kiko.

***

Namanya Matahari. Hanya Matahari, tidak ada nama belakang. Ayahnya memberi nama itu karena ingin anaknya tumbuh menjadi seperti Matahari yang menerangi dan menghangatkan seluruh isi bumi.

Sedangkan ibunya? Entah wanita itu pergi ke mana. Sejak bayi Matahari hanya tinggal bersama ayahnya saja. Kalau kata kakek dan neneknya, ibunya pergi bersama laki-laki lain.

Pria itu sejak kecil sudah bisa melihat makhluk tak kasatmata. Bahkan ia pernah memiliki sahabat dari golongan mereka. Namun sekarang sahabatnya itu sudah pergi untuk selamanya. Sahabatnya itu sudah sadar kalau ia dan Matahari berbeda alam, tidak seharusnya mereka bersama selamanya.

Matahari teringat dengan teman kelasnya tadi. Dea, perempuan yang ternyata sama seperti dirinya, sama-sama bisa melihat makhluk halus.

"Hantu perempuan tadi siapa, ya? Kenapa dia seperti mengenal Pak Arya?" Matahari bermonolog. 

Sudah hampir pukul satu dini hari, tapi ia masih terjaga. Bukan, bukan ia sibuk memikirkan makhluk halus, tapi tadi dirinya sibuk mengerjakan pekerjaan kantornya.

Ya, kalau pagi sampai sore ia bekerja, sedangkan kalau malam ia kuliah. Laki-laki itu bekerja sebagai staf tata usaha di sebuah instansi pemerintah. Ia bisa bekerja di sana berkatat bantuan dari pamannya yang anggota DPR.

Nepotisme. Ya, Matahari sadar itu nepotisme dan tidak baik, tapi ia tidak punya pilihan lain. Ia benar-benar butuh pekerjaan untuk membiayai kuliahnya. Ia tidak mungkin menodong uang pada ayahnya yang hanya sebagai guru SD.

Awalnya Matahari menolak tawaran pekerjaan tersebut, ia lebih memilih mencari pekerjaan sendiri. Namun ternyata mencari pekerjaan itu sulit, apalagi ia hanya memiliki ijazah SMA. 

Tiba-tiba saja terdengar suara berisik seperti benda yang terjatuh ke lantai.

Matahari langsung bangun dan duduk di atas kasur saat mendengar suara dari luar kamarnya. Laki-laki itu mengendap-ngendap keluar dari dalam kamar. Ia membuka pintu kamarnya dengan perlahan. Di tangan kanannya tergenggam palu berukuran cukup besar. Siapa tahu itu maling, jadi ia harus waspada.

Matahari menghembuskan napas kasar saat melihat sosok melayang di ruang tv. Sosok itu menyeringai kepada Matahari. 

"Selamat malam, Bang," sapanya dengan lirih dan dengan mulut yang tertutup rapat.

Sosok itu adalah tetangganya yang baru meninggal dua minggu yang lalu. Konon katanya, seseorang yang baru meninggal arwahnya masih akan bergentayangan di sekitar rumahnya selama tiga puluh hari.

Hantu bocah laki-laki sepuluh tahun itu masih ada di sekitar rumahnya dan sering menampakkan dirinya di depan Matahari. 

Bocah laki-laki bernama Wisnu itu meninggal akibat penyakit kanker otak. Ia hanya mampu bertahan dengan penyakitnya itu selama satu tahun saja.

Rumah Wisnu terletak persis di sebelah rumah Matahari. Malahan letaknya berdempetan, hanya dipisahkan oleh dinding batu bata saja. Ya, perumahan mereka memang bukan perumahan mewah yang antara rumah satu dengan lainnya terletak berjauhan.

"Jangan ganggu Abang! Abang mau tidur," ujar Matahari dengan tegas. Ia bicara tanpa mengeluarkan suara karena makhluk halus bisa mendengar suara hatinya.

Matahari langsung kembali masuk ke dalam kamar. Laki-laki itu membaringkan tubuhnya di atas kasur sambil memeluk guling dengan erat. Ia memaksa memejamkan matanya, ia ingin segera tidur. Besok pagi ada banyak pekerjaan yang menunggunya.

Eh? Kok gulingnya dingin? Laki-laki itu membuka matanya perlahan-lahan. 

Matahari berdecak kesal saat mendapati yang ia peluk adalah Wisnu. Bocah laki-laki itu meringis ke arah Matahari. 

"Aku bosan, Abang. Capek ngomong sama Ayah Mamak, mereka nggak ada yang dengar," celoteh Wisnu.

"Ya wajar mereka nggak bisa dengar. Alam kalian sudah beda," sahut Matahari dengan malas.

"Tapi Abang bisa."

"Abang beda. Abang manusia pilihan." Matahari memunggungi Wisnu. Ia malas menatap wajah hantu kecil tersebut. Memang sih tidak seram, tapi wajah pucatnya sedikit menganggu mata Matahari.

"Abang jangan tidur dulu dong! Wisnu bosan nih!" rengek Wisnu persis di telinga Matahari.

Matahari berdecak-decak kesal. "Wisnu! Kamu pilih pergi sendiri atau Abang usir?"

Sekarang giliran Wisnu yang berdecak-decak kesal. Hantu cilik tersebut lantas pergi dari kamar Matahari. Ia memilih pergi ke rumah orang tuanya saja, menyaksikan orang tunya yang terlelap dalam damai.

Sepeninggal Wisnu, Matahari lantas memejamkan matanya dengan relaks. Dan dak lama, ia sudah terlelap ke alam mimpi.

***

Pukul tiga pagi Dea terbangun saat mendengar Delaci menangis keras. Ibu muda itu lantas terbangun dengan segera. Dan betapa kaget dan marahnya ia saat mendapati es Kiko tengah mengganggu Delaci. Hantu perempuan itu menarik-narik rambut Delaci sambil terkikik pelan.

Dea langsung menggendong Delaci dengan erat. Perempuan itu menatap es Kiko dengan kesal. Kalau sudah berurusan dengan Delaci, tidak ada kata takut dalam kamus Dea. Siapa pun yang mengganggu putrinya maka harus berhadapan dengan dirinya.

"Apa mau kamu? Kenapa kamu ganggu anakku?" Dea bertanya dalam hati sambil menatap hantu itu dengan garang.

Kiko menyeringai lebar. Perempuan itu sedang dalam wujud perempuan cantik, sehingga cukup enak dipandang mata.

"Kita sekarang berteman, bukan? Bukannya tidak masalah kalau aku mendatangi rumah temanku sendiri?" ujarnya dengan lirih dan bibir yang tertutup rapat.

"Sstt ... cup cup cup, Sayang." Dea tidak menghiraukan Kiko. Ia sibuk meredakan tangis Delaci. Dan syukurlah Delaci tak berlama-lama dengan tangisnya, batita itu menjadi tenang dalam pelukan ibunya.

Merasa diabaikan, Kiko lantas menoel wajah Dea dengan tangan dinginnya.

"Kiko, pergi kamu!" bentak Dea sambil menepis tangan dingin Kiko yang ada di wajahnya.

"Namaku Kiki! Riski Meladiana, bukan Kiko!" proses hantu perempuan itu tak terima.

Kiki? Ternyata namanya Kiki? Bukan es Kiko? Ya ampun, ternyata Dea salah dengar.

Karena geram Kiki tak lantas pergi, Dea segera membaca ayat kursi. Belum selesai Dea membaca ayat kursi, Kiki sudah pergi. Dan hal itu membuat Dea bisa bernapas lega.

Tak berapa lama Delaci sudah terlelap kembali. Dea tidak berani tidur lagi, ia takut Kiki akan kembali muncul.

Perempuan itu pun memilih untuk berwudhu dan kemudian shalat tahajud. Selesai shalat, ia mengirimkan do'a dan tahlil untuk almarhum suami dan ayahnya.

Suaminya meninggal saat usia Delaci baru tiga hari. Suaminya meninggal akibat kecelakaan kerja. Restoran tempat suaminya bekerja terbakar. Suaminya yang bekerja di bagian dapur tidak sempat melarikan diri, dan akhirnya meninggal.

Kalau ayahnya meninggal akibat kecelakaan motor. Dan saat ini, Dea hanya memiliki ibu dan seorang putri saja.

***

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi ๐Ÿฅฐ

Selanjutnya Hantu Bau Kencur (Cerpen)
9
0
Namaku Dinda. Lengkapnya Adinda Wulandari. Sekarang ini aku hendak masuk ke dalam rumah hantu yang ada di sebuah taman bermain.Ini adalah rumah hantu terpanjang dan terluas di dunia. Di dalamnya ada banyak labirin yang di lukis dengan gambar-gambar hantu.Selain itu, ini juga adalah rumah hantu terseram, karena hantu di sini mau menarik-narik tangan pengunjung.Aku tahu semua fakta itu dari website taman bermain ini sendiri. Dan ini adalah kali pertamanya aku datang ke sini.Taman ini masih tergolong baru. Baru diresmikan tiga bulan yang lalu.Saat ini adalah hari Senin pukul sepuluh pagi. Kalau biasanya rumah hantu akan buka malam, maka rumah hantu ini buka dari pagi hingga malam.Karena ini adalah jam kerja, maka pengunjung sangat sepi sekali.Sebuah kamera pocket berada di tangan kananku. Aku suka sekali dengan yang berbau horor. Dan aku juga suka sekali main ke wahana rumah hantu dan mendokumentasikannya.Aku sendirian saja. Aku anak tunggal. Kedua orang tuaku sibuk bekerja. Dan aku juga tidak memiliki teman atau sahabat. Jadi tidak ada yang bisa aku ajak saat ini.Aku melangkahkan kakiku mantap. Saat pertama kali masuk, aku mencium bau anyir darah. Beberapa orang zombie datang menyambutku. Mereka menarik-narik tanganku.Aku tidak takut pada zombie ini, karena aku tahu ini adalah manusia. Maka aku biasa saja saat ditarik-tarik olehnya. Kakak yang baik hati, nariknya jangan berlebihan, dong! Saya masih mau menyusuri ruangan ini, ujarku sambil menghalau tangan beberapa zombie.Setelah lepas dari zombie, aku terus saja berjalan. Sekarang ini aku sudah memasuki sebuah labirin dengan tembok yang dilukis gambar-gambar hantu.Sebenarnya disini ada dua pilihan. Mau masuk labirin atau tidak. Jika tidak, tinggal jalan di luar labirin saja. Karena aku anaknya suka tantangan, maka aku memutuskan untuk masuk ke dalam labirin.Namun aura di dalam labirin ini berbeda. Tiba-tiba saja bulu kudukku meremang tinggi saat mataku bertemu tatap dengan sesosok hantu berkepala buntung.Eh, apa? Hantu berkepala buntung?Oh, no! Kalau ini, fix hantu asli. Kalau manusia tidak mungkin buntung.Dengan langkah gemetar, aku terus berjalan tanpa arah. Hantu kepala tadi terus mengikutiku. Bau hantu tersebut sangat tajam sekali. Ya, hantu itu bau kencur.Please, jangan ikutin aku terus! ujarku dengan suara bergetar. Aku bicara sambil menatap kamera. Namun kata-kataku tersebut ditujukan untuk hantu menyeramkan itu.Bau pengap dan pencahayaan yang minim membuat aku kesulitan untuk berkonsentrasi. Akibatnya aku hanya muter-muter tidak jelas.Duh!Kepalaku dan kepala buntung tersebut terantuk. Dia yang mengantukkan kepalanya di kepalaku.Aku mundur dengan dada yang naik turun karena detak jantung yang tak karuan. Semur hidup aku, inilah pengalaman terseram selama di rumah hantu, pasalnya selama ini aku tidak pernah bertemu dengan hantu sungguhan.Aku mundur dengan keringat yang sudah sebesar biji jagung. Ja-jangan dekat-dekat! teriakku.Aku menoleh ke kanan-kiri. Mencari-caru sesuatu. Tiba-tiba saja hantu itu sudah berada persis di belakangku. Bau kencur yang menyengat menusuk ke dalam hidungku.Aku yang kaget, langsung berlari tunggang langgang tak tentu arah.Gubrak!Aku menabrak dinding labirin dengan keras. Hantu kepala buntung bertambah lagi jumlahnya. Sekarang ada tiga kepala.Jantungku berdetak kencang sekali. Nafasku juga sudah tidak halus lagi. Ak-aku mohon! Jangan ganggu aku! lirihku dengan suara terbata-bata.Hantu tersebut semakin mendekatiku. Bau kencur yang menyengat itu hampir membuat aku muntah.Ketika tiga hantu itu hampir dekat denganku, aku langsung berlari ke sembarang arah. Namun lagi-lagi aku masih terjebak. Tidak kutemukan jalan keluar sama sekali.Tiga hantu tadi sudah kembali dekat denganku.Aku melafalkan do'a apa saja yang aku ingat. Ayat kursi, surah pendek. Pokoknya semua yang aku ingat, aku baca.Bukannya kepanasan, tiga hantu tersebut malah semakin mendekatiku. Mungkin dia adalah jin muslim, sehingga tidak takut dengan ayat Al-qur'an.Aku kembali berlari ke sembarang arah. Nafasku sudah mulai terengah-engah. Keringat membanjir tubuhku tanpa ampun.Aku berhenti sebentar, mengatur nafas yang semakin tidak karuan.Bau kencur menyengat lagi. Saat aku mengangkat wajahku, satu hantu berada tepat di depanku. Hantu itu menatapku dengan tajam. Aku yang sudah kelelahan. Terduduk lemas begitu saja.Kamu tidak akan bisa keluar dari sini dalam keadaan hidup! Ahahaha.... Tawa hantu itu menyeramkan sekali. Suara dan tawanya berat. Persis suara laki-laki. Mungkin dia memang hantu laki-laki.Hantu itu semakin mendekat ke arahku. Setelah ia sangat dekat denganku, ia memuntahkan banyak darah di atas kepalaku.Bau anyir membuatku nyaris muntah. Aku duduk memeluk lutut sambil mengusap wajahku yang terkena tetesan darah.Dua hantu yang lain datang lagi. Sekarang posisiku satu lawan tiga. Aku ingin berlari, tapi tidak bisa karena saat ini kakiku sudah sangat lemas sekali.Aku lalu menunduk dalam-dalam sambil terus membaca do'a. Aku tak mencium aroma kencur lagi. Dengan pelan, aku mengangkat kepalaku.Aku menghembuskan nafas lega. Tiga hantu kepala tadi telah tidak ada di depanku.Aku menyesal masuk dalam labirin ini. Harusnya tadi aku lewat luar labirin saja. Aku ikhlas ditarik-tarik zombie dan hantu lain asalkan tidak bertemu hantu asli seperti ini.Kamera pocket-ku sudah kumasukkan ke dalam tas sejak tadi. Aku sudah tidak ingin untuk membuat video lagi.Setelah nafasku sudah lumayan teratur, aku berdiri. Mencoba untuk kembali mencari jalan keluar.Aku melangkahkan kakiku dengan pelan. Namun, tiba-tiba saja tiga kepala berada tak jauh dari tempatku berdiri.Tiga kepala itu lalu mendekatiku. Aku yang kesal, lalu memukul tiga kepala tadi menggunakan sepatu. Aku memukulnya membabi buta. Saat sedang seperti ini, aku sampai lupa kalau mereka itu hantu. Tentu mereka tidak akan merasakan sakit sama sekali.Setelah puas memukul, aku berlari sekencang-kencangnya mencari jalan keluar. Namun lagi-lagi aku masih terjebak di tempat sialan ini.Aku kembali mencium bau kencur yang sangat menyengat. Ketika aku menoleh, tiga kepala buntung itu sudah ada di belakangku. Jaraknya sangat dekat.Kali ini aku tidak mau lagi memukul tiga kepala ini. Aku lantas berlari lagi tanpa arah dan tujuan.Dan kali ini, aku berhasil. Kakiku menginjak pintu keluar.Dengan seluruh anggota tubuh yang lemas, aku terseok-seok keluar dari rumah hantu sialan ini. Setelah sampai di luar, aku terduduk lemas di tanah begitu saja.Nafasku masih ngos-ngosan. Detak jantungku masih tidak karuan.Namun lagi-lagi, bau kencur masih saja datang. Ketika aku mengangkat kepala, aku mendapati tiga kepala tadi.Kali ini aku mengerutkan keningku dalam-dalam. Ternyata tiga kepala buntung tadi memiliki kaki. Sepertinya mereka menggunakan pakaian canggih. Sehingga pakaian mereka itu tidak terlihat saat tadi di dalam labirin.Mbak, kira-kira dong kalau mukul. Liat nih! Wajah saya ungu! protes salah satu hantu.Iya, Mbak. Kami di sini mau cari makan. Jangan di aniaya, protes yang lainnya lagi.Aku yang tadi ketakutan sontak saja ingin tertawa terbahak-bahak. Namun aku menahannya. Kasihan juga tiga kepala ini.Maaf, ujarku lirih. Saya nggak tau kalau Mbak dan Mas ini manusia. Saya kira hantu beneran. Sebagai ganti rugi, gimana kalau saya kasih uang untuk berobat aja? tawarku.Nggak! jawab salah satu kepala. Kami cuma mau Mbak nggak usah ke sini lagi. Kami masih sayang badan kami sendiri!Setelah mengatakan itu, mereka bertiga kembali masuk ke dalam rumah hantu itu.Aku terbengong di tempatku. Aku janji, ketika nanti aku masuk ke dalam rumah hantu dimanapun itu, aku tidak akan melakukan kekerasan lagi. Aku harus ingat kalau mereka itu manusia, bukan hantu.Setelah tiga hantu buntung palsu itu kembali masuk ke dalam rumah hantu, aku mengecek kepalaku yang tadi dimuntahi darah. Setelah aku pegang, ternyata ini bukan darah sungguhan.Tapi... Tunggu!Ini tadi dimuntahi? Oh, no!Aku langsung berlari menuju kamar mandi untuk mencuci kepalaku. Dan untung saja, di dalam kamar mandi ini ada shampo sachet. Jadi aku bisa keramas. Mungkin ini memang tujuan taman bermain ini, mereka mengotori pengunjung supaya hantu mereka terlihat nyata.Tapi selain itu, mereka juga menyiapkan shampo dan juga sabun wajah sachet untuk pengunjung membersihkan diri.Menarik sekali.S E L E S A I
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan