[Short Story] - Matahari Abu-abu

1
0
Deskripsi

"Kamu terlihat seperti bukan keturunan bangsawan."

Aku menatap lelaki dengan wajah Asia Timur di hadapanku. Lelaki yang mengaku dari keturunan bangsawan pada masa Kejayaan Majapahit itu memakan onde-onde yang disajikan dengan rakus. Matanya yang berkelopak satu menatapku dengan polos, ia menenggak minumannya sekali teguk. 

"Aku tidak perlu membuatmu yakin," ucapnya acuh. Dia kembali mengambil onde-onde yang seharusnya kusetor ke warung di depan dengan lahap. Aku hanya bisa mengelus dada. Aku...

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya [Short Story] - Kelabu Warna - Warni
2
1
Mas Taehyung, Nazma suka sama Mas.Aku mendelik, lalu dengan cepat membungkam mulut Jafri dengan cepat. Mas Taehyung menoleh ketika sibuk menjelaskan seisi Museum Nasional dengan alis terangkat. Aku berusaha tidak menatapnya, tetapi itu mustahil karena aku tidak bisa mengabaikannya.Mas Taehyung adalah tour guide kami. Dia sudah membantu kami selama dua hari mengelilingi kota Jakarta. Dia adalah kakak sepupu Jafri, yang kebetulan jadwalnya sedang kosong dan mau membantu kami mengerjakan tugas. Aku sering bertemu Mas Taehyung setiap kali mengunjungi rumah Jafri. Dia tampak sangat dewasa dan mengagumkan.Aku gak suka dia, jangan sok tahu! bisikku pada Jafri sambil melotot. Dua temanku yang lain hanya menggeleng maklum dan sibuk mengambil gambar serta mencatat.Untungnya Mas Taehyung tidak menanggapi ucapan Jafri tadi. Meskipun begitu, aku masih merasa tegang karena malu. Kuharap Mas Taehyung tidak mendengar kata-kata Jafri yang satu itu.Mas Taehyung kembali menjelaskan dengan sangat profesional. Aku fokus mendengarkan apa yang dia katakan sambil merekam supaya suatu saat kalau aku lupa, aku bisa mendengar lagi penjelasannya. Jafri yang berjalan di sampingku terus saja mendengkus saat aku berusaha berdekatan dengan Mas Taehyung.Mas Taehyung, tadi Monas dibuka untuk publik tanggal berapa, ya? celetukku. Mas Taehyung menoleh, ia hendak menjawab namun Jafri buru-buru menyela. 12 Juli 1975. Dengerin makanya.Aku mencebikkan bibir. Mas Taehyung hanya terkikik geli dan tidak bicara lagi karena sudah terlalu banyak penjelasan. Aku mematikan rekamanku, berjalan di belakang punggung Mas Taehyung sambil menikmati seisi Monas yang penuh nilai historis.Suasana Monas memang selalu ramai.  Beberapa anak kecil juga ikut masuk berpegangan bersama orang tuanya. Aku bisa melihat Mas Taehyung menyapa anak-anak itu sambil tersenyum. Aku sibuk mengagumi lengkungan manis itu dalam diam.Tiba-tiba sebuah tangan meraih bahuku. Aku terkesiap, melihat Harim berwajah pucat dengan dahi yang berkeringat. Aku menepuk-nepuk Mas Taehyung cepat. Menyadari hal itu, Mas Taehyung langsung membawa Harim ke luar dari dalam Monas dan menepi di bawah pohon tak jauh dari taman. Aku berlari mengikutinya. Jafri tampak panik. Ia mengeluarkan minyak kayu putih dan memberikannya pada Mas Taehyung.Mas Taehyung memberikan botol air mineral pada Harim, sementara aku berada di samping temanku itu sambil memijitnya. Harim menatap ke depan dengan pandangan sayu. Kalian belum sarapan, memangnya? tanya Mas Taehyung. Aku tidak menjawab, hanya menatap Jafri dengan datar. Yomi pun ikut melemparkan tatapan menyalahkan kepada Jafri, yang hanya ditanggapi Jafri dengan cengiran tak bersalah. Mas Taehyung yang sudah tahu apa yang dilakukan adik sepupunya itu menghela napas. Jaf, kamu makan jatah teman-temanmu lagi? tanyanya. Jafri menunduk, ia menendang-nendang kerikil yang ada di pucuk sepatunya tanpa menjawab. Mas Taehyung memijat pelipisnya. Ia lalu mengoleskan minyak kayu putih ke pelipis Harim pelan. Sekarang sudah tengah hari. Kalian pasti lapar, kan?Aku mengangguk, sementara Jafri mencicit takut. Yomi diam saja, ia mendekati Harim dan merangkulnya. Mas Taehyung bangkit, ia menggulung kemejanya dan melirikku. Nazma, ayo bantu saya mencari makan siang.Kenapa gak go-food aja, Mas? celetuk Jafri. Mas Taehyung menatap Jafri tak bersuara, membuat Jafri membeku dan duduk di sebelah Harim dengan tenang. Kalian mau makan apa? tanya Mas Taehyung. Yomi membuka suara. Apa aja yang enak, Mas.Aku mau ayam geprek boleh, Mas? tanya Jafri lagi. Aku melirik Jafri, laki-laki itu hanya menyengir. Mas Taehyung mengangguk. Iya, boleh, sahutnya, ayo, Nazma. Teman-temanmu keburu lapar.Aku mengangguk. Aku langsung menyusul Mas Taehyung yang sudah pergi duluan meninggalkanku. Aku menoleh ke sana dan ke sini. Cahaya matahari yang terik membuat silau. Aku berjalan mendekati Mas Taehyung. Kita mau beli apa, Mas? tanyaku. Mas Taehyung bergeming sambil menyipitkan mata. Sebelah tangannya yang menadangi mata itu menerawang jauh. Aku melihat ke arah mana dia memandang. Ada penjual lumpia mie di sana. Kamu mau? tanyanya. Aku mengangguk mantap. Tapi bukannya Jafri mesennya ayam geprek, Mas?Tidak apa-apa. Jafri juga suka lumpia mie. Ya sudah, ayo!Aku mengekori Mas Taehyung. Sesampainya di sana, Mas Taehyung langsung memesan lima porsi lumpia mie dengan sambal yang dipisah. Aku duduk menunggu pesanan selesai sambil memandangi jalan yang terik. Cuaca panas Kota Jakarta memang selalu menjadi ciri khas. Gedung-gedung tinggi yang dibangun tak jauh dari Monas terlihat dari sini. Aku memainkan ponselku, sebelum akhirnya mematikannya lagi ketika Mas Taehyung duduk di sampingku. Ada hal-hal yang mau kamu tanyakan tidak? tanya Mas Taehyung lagi. Aku menggeleng, tidak yakin ingin bertanya apa. Mas Taehyung terdiam sesaat, ia kembali mengajak bicara. Kamu sudah lama kenal Jafri?Satu tahun udah termasuk lama belom, Mas? tanyaku. Mas Taehyung mengangguk. Lumayan menurutku.Jafri anaknya menyebalkan, ya? tanyaku. Dia memang terlalu bersemangat mengekspresikan dirinya. Mas Taehyung tersenyum. Kamu harus selalu berteman sama dia, ya?Aku gak bisa janji, Mas. Tapi semoga bisa selalu berteman sama Jafri, kataku. Omong-omong, mau berteman sama aku juga, gak?Loh, selama ini bukannya kita berteman?Hah? Jadi selama ini Mas Taehyung menganggapku teman?Mas Taehyung mengangguk. Iya, kita sudah berteman kan dari dulu.Aku merasakan pipiku memanas, apalagi saat Mas Taehyung menepuk-nepuk kepalaku. Aku mengulum senyum. Tak lama, penjual lumpia menyela. Mas, pesenannya udah semua. Totalnya enam puluh ribu.Mas Taehyung langsung memberikan uang yang diminta, lalu kami pun pergi sekarang. Aku berjalan pelan di belakang Mas Taehyung, tersenyum-senyum mengagumi sosok itu. Tidak tahu ide dari mana, aku langsung mengambil foto bayanganku dan bayangannya dengan kamera ponselku, meskipun tidak foto berdua, setidaknya bayanganku yang menempel di atas aspal terlihat mesra bersama bayangannya.Mas, kayaknya Jafri bakal ngambek deh gak dibeliin ayam geprek.Mas Taehyung terkekeh renyah. Emang dia hobi ngambek, kan? Biarin aja.Nanti kalau dia beneran ngambek itu salah Mas Taehyung, ya.Iya, iya, salahku.Aku tertawa. Kami pun berlari ketika sampai di sana. Harim sudah agak baikan setelah minum air mineral. Dan benar seperti dugaanku. Jafri merajuk karena tidak dibelikan ayam geprek. Dia duduk merengut sambil bermain ponsel selagi kami mengisi perut, tetapi pada akhirnya Jafri memakan lumpia mie-nya dengan terpaksa.— Kelabu Warna - Warni —   Ini adalah hari terakhir kami menjelajahi kota Jakarta. Pagi ini kami bersinggah ke Museum Gajah, di mana sore harinya kami akan mengunjungi Pelabuhan Sunda Kelapa. Aku dan teman-temanku sudah menyelesaikan hampir setengah tugas makalah yang ditugaskan, tentunya dibantu oleh Mas Taehyung di hotel. Aku melirik Jafri yang sedang berdebat dengan Harim. Mereka berdua tampak serius.Kenapa dinamain Museum Gajah? Memangnya dulu di sini ada gajah? tanyanya tak tahu ingin melawak atau apa.Jafri berdecak. Ya gak gitu, lah. Kamu gak liat tadi ada patung gajah? Ya gara-gara itu museumnya dinamain Museum Gajah.Kamu gak bisa dipercaya. Aku bakal nanya Mas Taehyung.Jafri mendengus kesal karenanya. Harim semenjak digendong kemarin sering mendekati Mas Taehyung dengan dalih bertanya. Aku meragukannya. Harim seringkali bertanya hal-hal yang tidak ada sangkut pautnya dengan tugas yang sedang kami kerjakan. Gerak-gerik Harim yang mencurigakan itu membuatku berpikir kalau dia sepertinya menyukai Mas Taehyung. Aku menatap Harim yang masih sibuk mencari perhatian Mas Taehyung dengan perasaan tidak suka. Mas Taehyung adalah orang yang ramah. Ia menanggapi pertanyaan Harim dengan penuh rasa hormat yang tinggi. Aku berusaha bertanya juga, tetapi Harim selalu memotong pembicaraanku.Jafri rupanya menyadari hal itu. Ia mendekatiku dan berusaha menghiburku. Kamu ketinggalan jauh sama Harim, tuh, ledeknya. Aku menyikut Jafri kesal. Dia cocok sekali kujadikan pelampiasan.Sampai akhirnya sore hari datang. Kami singgah di Pelabuhan Sunda Kelapa dengan perasaan senang. Tugas kami sebentar lagi akan selesai, apalagi tadi siang sempat direvisi dan ditinjau lagi. Suasana Sunda Kelapa yang cantik dengan sinar kejinggaan Mentari memberikan kesan nostalgia ketika kami melangkah. Yomi dan Harim berjalan menuju kapal-kapal dan mengambil foto berdua. Aku memandang laut yang memantulkan cahaya matahari dengan penuh kekaguman.Mas, habis dari sini yakin mau kuliah di Korea? tanya Jafri di belakang sana. Aku mendengar ucapan sayup-sayup mereka.Saya yakin, Jaf. Lagipula, saya sudah diterima di salah satu universitas di sana. Ini kesempatan yang bagus untuk saya.Aku menoleh ke belakang, melihat Mas Taehyung tampak bahagia atas pernyataannya. Jafri tampak mengangguk paham.Mereka berbicara lagi, tetapi aku tidak berniat mendengarnya. Aku memasang earphone di telingaku dan menyetel musik dengan volume yang keras. Ketika mengetahui Mas Taehyung ingin melanjutkan kuliah ke luar negeri, aku merasa tidak rela. Aku tahu, mungkin aku tak berhak merasakan seperti itu, tetapi sulit untuk menghalau perasaan ini. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika Mas Taehyung di sana. Mungkin aku tak bisa pura-pura ingin belajar kelompok ke rumah Jafri hanya untuk mengagumi Mas Taehyung diam-diam. Aku menghela napas.Aku menoleh ke belakang lagi, melihat Harim dan Yomi diganggu oleh Jafri. Mereka berdua tampak kesal sementara Jafri tersenyum riang tanpa beban. Aku melirik ke seluruh penjuru, mencari-cari ke mana perginya Mas Taehyung.Kamu mendengarkan lagunya terlalu keras.Aku terkesiap saat melihat Mas Taehyung sudah berada di sampingku. Aku buru-buru mematikan musik yang kupakai dam mencopot sepasang earphoneku. Mas Taehyung tertawa kecil, matanya menatap langit dengan binar-binar.Mas Taehyung dari tadi di sini? tanyaku. Mas Taehyung mengangguk. Aku menggigit bibir bawahku. Bisa-bisanya aku tidak sadar dia di sampingku sejak tadi.Aku menatap Mas Taehyung. Mas, tadi aku gak sengaja denger obrolan Mas sama Jafri. Apa bener Mas Taehyung bakal kuliah di Korea?Mas Taehyung beralih menatapku. Matanya menatapku sayu. Iya, Nazma. Saya akan kuliah di Korea.Aku menunduk, entah kenapa aku semakin merasa sedih. Mas, masih inget gak pas Jafri bilang kalau aku suka sama Mas? tanyaku ragu. Mas Taehyung menatapku, membuatku merasakan debaran yang sangat meresahkan. Sebenarnya aku memang suka sama Mas Taehyung.Aku langsung membuang muka, merasakan pipiku memanas setelahnya. Mas Taehyung terkekeh geli. Ia terus memandangiku.Terima kasih sudah menyukaiku.Mas Taehyung mengacak-acak rambutku, ia tersenyum. Kamu mau tunggu saya empat tahun lagi, tidak?Aku membulatkan mata. Menunggu?Mas Taehyung mengangguk. Aku hanya menatapnya tidak mengerti hingga Mas Taehyung berkata lagi.Setelah kuliah saya selesai, saya akan kembali lagi ke sini untuk menemuimu. Kamu mau nunggu saya?Aku mengangguk pelan. Kami berpisah dan tidak bertemu lagi setelah hari itu. Aku tidak lagi bertemu Mas Taehyung di rumah Jafri. Tidak bertemu di mana pun. Empat tahun berlalu hingga akhirnya aku pun mulai menjalani hidupku seperti biasa. Berhadapan dengan laptop dan tumpukan kertas-kertas dokumen di atas meja.Waktu itu aku libur dan bekerja di rumah. Adik perempuanku berteriak heboh dari arah teras menemuiku. Aku menatapnya bingung. Kenapa kamu teriak-teriak begitu?Adikku tampak panik. Ada banyak orang di luar, Kak! Aduh, mana gak ada Ibu sama Ayah di rumah lagi!Hah?Aku langsung mengintip dari gorden jendela, betapa terkejutnya aku saat melihat Mas Taehyung berdiri di depan rumahnya dengan memakai kemeja batik. Aku menahan napas melihat pesonanya. Di sampingnya, ada wanita berusia sekitar empat puluh tahunan dan pria paruh baya. Aku juga melihat Jafri membawakan sekotak bingkisan. Semuanya sangat mulus saat itu, hingga akhirnya Jafri menatap mataku.Loh, itu Nazma! tunjuk Jafri. Aku langsung menutup gorden dengan panik. Adikku menelepon Ibu dan Ayah bergantian, dan berkata bahwa ada laki-laki tampan yang datang membawa keluarganya ke rumah.Suara ketukan kembali terdengar, hingga akhirnya aku membuka pintu. Aku bersitatap dengan Mas Taehyung yang semakin tampan dan dewasa dari empat tahun yang lalu. Aku melemparkan senyum ramah kepada dua orang yang berada di samping kanan kiri Mas Taehyung dengan ramah, hingga aku kembali bertatapan dengan Mas Taehyung. Aku merasakan detak jantung yang menggila, serta euforia yang mengelilingiku. Aku menahan napas saat Mas Taehyung berbicara penuh pesona.Saya ingin bicara dengan Ayah dan Ibumu, boleh?Ayah dan Ibu datang bertepatan itu. Aku terpaku di ruang tamu. Jafri tersenyum-senyum melihatku, hingga Ayah Mas Taehyung berbicara tegas di depan Ayahku, menyatakan kedatangan mereka kemari untuk meminangku menjadi istri anaknya.Aku menatap Mas Taehyung yang kini pipinya bersemu merah. Dia menatapku malu, sementara kini jantungku berdetak tak karuan. Aku terdiam lama sebelum menerima lamarannya. Aku tidak menyangka maksud Mas Taehyung empat tahun memintaku menunggu adalah untuk ini. Di hari pernikahanku, Mas Taehyung berbisik.Sebenarnya, sebelum kamu bilang menyukaiku, aku sudah lebih dulu menyukaimu, Nazma.Aku tersenyum lebar selama itu. Aku mengingat-ingat masa empat tahun yang lalu ketika aku masih berada di semester dua perkuliahan. Aku tidak menyangka hari ini akan datang. Aku bahagia Mas Taehyung kini telah menjadi suamiku. [] 
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan