Love Me, Please 1-8 (Gratis)

3
0
Deskripsi

Demi merasakan dicintai, Shaylin rela membayar pria asing untuk memanjakannya. 

Rick Skyler tak menyangka menjadi pria bayaran untuk memenuhi keinginan Shaylin yang menurutnya agak gila. 

Namun, seiring waktu berjalan, Rick yang menjadi gila karena terjebak dalam pesona Shaylin yang haus cinta. 

Bab 1

 

Rick Skyler baru saja turun dari pesawat ketika terseret dalam kamar mewah di lantai sepuluh Hotel Jama Internasional. Rasa pening belum sepenuhnya hilang ketika pria itu terpaksa menghadapi seorang wanita cantik dengan wajah serius.  

“Shaylin.”

Mata Rick menyipit menatap tangan mulus dihiasi cat kuku warna merah menantang. Ketika mata Rick bergerak, tenggorokannya menjadi kering karena memandangi keindahan dari wajah Shaylin yang menggoda. 

Mata, hidung, bibir, pipi, rahang, dahi, bahkan rambut hitam bergelombang Shaylin tak lepas dari pandangan Rick. 

Sempurna, skor sepuluh melayang di kepala Rick menilai keseluruhan tampilan Shaylin yang memesona. 

Sebaliknya, Shaylin pun serius memindai keseluruhan wajah Rick. 

Tampan.

Satu kata itu mencuat di benak Shaylin yang juga belum 24 jam menginjakkan kaki di kota Jama. Meski bisa merasakan usia Rick cukup matang, Shaylin tetap tenang. 

“Sombong,” dengus Shaylin dalam hati karena Rick tidak menjabat tangannya. 

“Kau terlambat setengah jam,” kata Shaylin sambil menarik tangan yang sempat dia ulurkan. 

“Nona ….”

“Shaylin!”

Rick menahan napas sesaat, jengkel menghadapi gadis muda yang menyela ucapannya. 

Sejak awal bertemu, Shaylin tidak memberinya kesempatan bicara. Wanita itu langsung menyeret Rick ke dalam kamar, padahal Rick sedang terkejut menyadari telah mendatangi kamar yang salah. 

“Nona Shaylin, saya datang untuk menemui ….”

“Minumlah dulu, mungkin kau gugup karena permintaanku agak aneh,” sela Shaylin lagi. 

Biasanya tak ada yang berani menyela Rick, tapi Shaylin sudah beberapa kali melakukannya. 

“Apa permintaanmu?” tanya Rick mencoba sabar. 

Biasanya Rick tidak sabaran. Namun, mata bening Shaylin membuatnya rela meluangkan sedikit waktu bermain-main. 

“Bukan hanya di ranjang, aku ingin dimanjakan di semua tempat,” kata Shaylin membuat mata Rick memelotot. 

“Terserah bagaimana kau melakukannya, aku ingin disenangkan di berbagai kesempatan. Kau mengerti maksudku, kan?” sambung Shaylin. 

Tentu saja Rick tak mengerti.

Kepala pria itu masih berdenyut akibat perjalanan udara yang terserang badai ketika terseret ke dalam kamar wanita cantik yang usianya ditaksir Rick cukup jauh darinya.

 Rick belum sepenuhnya paham apa maksud Shaylin, tapi mengingat kata ranjang, senyum Rick melebar. 

“Gigolo?” tanya Rick langsung. 

“Ada sebutan lainnya? Terserahlah, intinya aku membayarmu untuk menyenangkanku,” jawab Shaylin tenang. 

Perlahan Rick menarik napas panjang lalu menoleh pada gelas di meja berisi minuman beralkohol, Rick sadar wanita cantik di hadapannya mulai mabuk. 

“Nona Shaylin, aku Rick ….”

“Oke, Rick. Sesuai kesepakatan, satu miliar untuk enam bulan, dicicil enam kali,” sela Shaylin lagi. 

Rick gemas tak terkira pada kebiasaan Shaylin menyela ucapannya. Selain itu, Rick pun geli mendengar cicilan pembayaran jasa gigolo. 

“Usiaku tiga puluh dua tahun. Berapa usiamu, Nona?” tanya Rick gemas. 

“Ah, lumayan tua!” sahut Shaylin agak terkejut. 

Rick tersinggung, tapi mencoba sabar lagi. 

“Tapi kau cukup tampan. Nggak kelihatan tua, kok. Aku dua puluh tiga. Haruskah kupanggil kau Paman?” balas Shaylin dengan ketenangan yang membuat Rick makin  gemas. 

“Aku bukan pamanmu,” kata Rick jengkel. 

“Tentu saja, aku bercanda. Meski kau lebih tua, tapi aku majikanmu. Aku yang membayarmu,” sambung Shaylin sambil berdiri lalu berjalan mendekati ranjang. 

Rick ingin mengomeli Shaylin yang menurutnya keterlaluan, tapi ponselnya bergetar menampilkan nama Blake. 

“Pak, Anda di mana? Saya mencari ke lobi, tapi ….”

“Kau bilang kamar 1002, kan?” sela Rick. 

“Bukan, 1004!” pekik Blake panik. 

“Kau!” balas Rick jengkel sambil berdiri. 

Tenggorokan Rick sudah gatal ingin mengeluarkan umpatan pada asistennya yang salah memberi nomor kamar, tapi semua kata itu tertelan kembali bersama air ludahnya ketika menatap Shaylin yang perlahan melepaskan gaun hitam dari tubuhnya. 

Telinga Rick serius mendengarkan Blake yang masih bicara, sementara matanya fokus menatap Shaylin yang berbalik ke arahnya.  

Dengan gaun yang sudah terlepas di lantai, tubuh seksi Shaylin makin terlihat sempurna di pandangan Rick. Apalagi dihiasi senyuman manis Shaylin. 

“Kemarilah, senangkan aku,” ucap Shaylin dengan ketenangan yang membuat Rick menutup telepon. 

“Kau mau disenangkan bagaimana, Nona?” tanya Rick juga dengan tenang. 

“Senang sampai terbuai hingga nggak ingat apa pun di dunia ini selain kesenangan yang kau berikan,” jawab Shaylin mencoba santai. 

Rick tahu dirinya salah kamar, tapi rezeki dan kesempatan tidak selalu datang dua kali, kan? 

Lagipula, bukankah wanita muda ini yang menawarkan diri sendiri untuk disenangkan? 

Sungguh pas, itulah keahlian Rick. Bersenang-senang di atas ranjang. 

Tanpa bicara lagi Rick langsung menyambar sisa alkohol di gelas lalu bergerak mendekat kemudian mencium bibir Shaylin. 

Ada getaran yang merambat di hati kedua insan yang tak saling mengenal itu. Dengan sadar keduanya meneruskan ciuman yang makin liar.  

“Kau nggak akan menyesal?” bisik Rick membuat jantung Shaylin semakin berdebar-debar.

Menyesal karena apa? Menyerahkan diri pada pria asing bahkan membayarnya?

Shaylin merasa gila, bahkan sempat ragu sejenak. Namun, saat terbaring di bawah tatapan Rick yang memesona, senyumnya mengembang. 

Bukan senyum manis, tapi senyum getir mengingat ucapan James Harold dua hari lalu. 

“Pulanglah, kami sudah menyiapkan pernikahan. Frans Duton menunggumu.”

Membayangkan wajah Frans Duton yang telah memiliki tiga anak serta membayangkan senyuman Serena Harold yang terbebas dari perjodohan itu, Shaylin tetawa miris. 

Apalagi saat mengingat pertemuan tak sengaja dengan James dan Serena. 

Shaylin yang baru saja mendarat di kota Jama tak menyangka bertemu kerabatnya yang sedang makan siang dengan hangat. Kakak beradik akur itu tertawa lepas tanpa menyadari kehadiran Shaylin di meja sebelah. 

“Kak, benar kau akan memberi hadiah vila saat aku menikah?” 

“Tentu saja. Kau pilih saja dari sekarang, vila itu akan kubelikan saat Derry menikahimu.”

“Kau baik sekali, Kak.”

“Kapan aku nggak baik pada adikku? Hiduplah bahagia dengan orang yang kau cintai.”

Serena tertawa lalu memeluk James dengan erat. 

Meski hatinya menangis, saat itu tak ada air yang menetes dari mata Shaylin. Setelah meletakkan garpu, Shaylin menertawakan hadiah paling mahal yang pernah diberikan James untuknya. 

Kalung berlian hampir satu milyar yang sebelumnya untuk Serena. Karena Serena tak menyukainya, James memberikan kalung itu untuk Shaylin. 

“Apa kau mulai menyesal?” 

Suara Rick menyadarkan Shaylin dari lamunan. 

Menyesalkah dia membayar seorang pria untuk menidurinya? 

Dalam rasa sakit mengingat dirinya diminta pulang untuk menikah demi bisnis keluarga, Shaylin tertawa miris. 

“Lebih baik kusenangkan diri sendiri, daripada tubuhku digunakan untuk menyenangkan orang lain!” desis Shaylin dalam rasa sakit mengingat Serena bisa menikahi lelaki yang dia cintai.

“Nona ….”

“Jangan buat aku menyesal memilihmu,” sela Shaylin pada Rick yang baru saja menunduk lebih dekat untuk mencium bibir merah Shaylin. 

Harga diri Rick tertantang, ditunjukkannya keahlian pada Shaylin yang sempat merasa ketakutan. 

“Kau tegang, ingin dilanjutkan?” tanya Rick curiga. 

“Hanya perasaan asing, lanjutkan saja,” jawab Shaylin. 

Rick tak bertanya lagi, dilanjutkan kegiatan yang telanjur memanas. Tak dipedulikannya jeritan Shaylin yang menggema di kamar juga cengkeraman gadis itu di sprei, bantal,  juga tubuhnya. 

“Love me, please,” racau Shaylin makin membuat Rick mengacaukan dirinya. 

Rick menggila, benar-benar berusaha memuaskan Shaylin yang terjebak dalam permainan panas pria asing yang tak dikenalnya. 

Rick baru peduli saat menyadari Shaylin menyerahkan keperawanan padanya. 

“Kau masih ….” 

“Tinggalkan nomor telepon dan rekening, akan segera kutransfer. Jangan matikan lampunya, bye!” kata Shaylin sambil menguap lalu meringkuk tidur dalam ranjang besar yang acak-acakan. 

Selama beberapa detik Rick terpaku menatap Shaylin yang tertidur begitu saja. Pelan-pelan Rick menjauh sembari menjawab panggilan telepon dari Blake yang membuatnya berhenti membuka pintu. 

“Pak Jonathan sudah ingat! Katanya gadis itu bernama Shaylin!” pekik Blake seolah baru saja mendapatkan undian besar. 

 

Bab 2

 

Wajah Blake memucat, kepalanya ikut berdenyut seperti Rick yang menjambak rambut dengan frustrasi. 

“Semua ini salahmu, Blake! Bagaimana bisa kunodai perempuan yang menolong Ayah?!” 

Blake menelan ludah, tak bisa membayangkan kemarahan Jonathan Skyler bila mengetahui anak kesayangannya telah tidur dengan gadis yang selama ini dia cari. 

Secara teknis, Rick yang bersalah. 

Rick yang salah mendengar nomor kamar. Rick juga yang dengan gila menuruti keinginan Shaylin untuk bercinta, padahal Rick tahu bukan dia yang ditunggu gadis muda itu. 

Namun, tetap saja Blake yang disalahkan Rick. 

“Shaylin ini kenapa begitu liar? Menyewa lelaki untuk memuaskannya,” gumam Rick dalam hati. 

Blake pun berpikir serupa. 

Menurut pengakuan Jonathan, gadis yang menyelamatkan nyawanya lima tahun lalu adalah anak baik dan lugu. Dulu, pria itu pernah menelpon Rick menceritakan gadis itu dengan antusias. 

“Ayah belum tahu siapa namanya, besok Ayah tanya.” 

Namun, keesokan hari setelah mengetahui nama penyelamatnya, Jonathan jatuh dari ranjang lalu kehilangan ingatan. Rick membawa ayahnya pulang ke Sallas untuk menjalani perawatan. 

Seminggu lalu ingatan Jonathan mulai membaik, pria tua itu meminta pindah ke Jama mencari gadis penyelamat meski belum ingat namanya.  

Harusnya semalam Rick bertemu orang lain di kamar 1004. Namun, Rick salah kamar hingga disangka sebagai lelaki bayaran. 

“Sudah lima tahun berlalu, mungkin keluguannya tergerus zaman,” gumam Blake. 

Rick diam saja karena sibuk menilai sikap Shaylin. Dari pengamatannya, Rick tahu Shaylin tidak ahli dalam bersentuhan dengan pria. 

Rick bahkan yang pertama menerobos kesucian Shaylin. 

Mengapa menyewa lelaki bayaran untuk merenggut kesuciannya? Apa hidupnya sangat kesepian?

“Ada yang aneh,” gumam Rick sambil membayangkan ekspresi setengah ketakutan Shaylin semalam.

Di kamar 1002, Shaylin mengeringkan rambut sambil menatap wajah di cermin. Sekejap Shaylin menoleh ke ranjang, mencoba mengingat kegilaannya semalam. 

“Dia belum meninggalkan nomor telepon dan nomor rekening,” gumam Shaylin seraya mengambil ponsel. 

Shaylin ingin menelpon perantara yang mengatur pekerjaan sang lelaki bayaran, tapi terlihat beberapa panggilan tak terjawab serta pesan dari si perantara. 

Seketika mata Shaylin memelotot. 

Nona, maaf, model belum bisa datang. Kami akan segera menghubungi untuk proses janji temu berikutnya dengan model pengganti.

“Jadi, semalam itu siapa?!” pekik Shaylin sambil melompat berdiri. 

Tepat saat itu bel berbunyi, dengan ragu Shaylin membuka pintu. Wajahnya seketika memucat melihat Rick berdiri sambil tersenyum. 

“Morning, Sayang. Hari ini ingin dimanjakan di mana?” tanya Rick membuat Shaylin sempat berhenti bernapas sejenak. 

Shaylin bahkan tak bisa bergerak ketika Rick menerobos masuk seraya menyentuh kedua bahunya. 

“Kau bukan lelaki yang kupesan!” pekik Shaylin setelah tersadar. 

“Akhirnya kau sadar,” kata Rick sambil tetap tersenyum. 

“Kau …. Itu … aku akan memberikan kompensasi,” ucap Shaylin sembari menjauh dari Rick yang merasa geli. 

“Kompensasi?” tanya Rick heran karena seharusnya yang merasa dirugikan adalah Shaylin. 

Rick justru merasa mendapat keuntungan menikmati gadis muda nan jelita yang pasrah padanya. 

“Lima ratus juta. Tunggu sebentar,” kata Shaylin sembari berjalan cepat mengambil cek. 

Tangan Shaylin tampak gemetar ketika mengeluarkan buku cek juga saat menulis. Semua gerakannya tak luput dari pengamatan Rick. 

“Jangan sebarkan hal ini atau aku akan membuatmu nggak bisa hidup lagi di Jama!” ancam Shaylin saat menyerahkan cek. 

Ancaman seharusnya disampaikan dengan sikap tegas dan percaya diri, tapi Shaylin tampak gemetar hingga Rick merasa geli. 

“Pergilah, lupakan yang semalam,” kata Shaylin dengan suara lebih tenang. 

“Nona, sayangnya aku nggak bisa lupa dengan mudah. Semalam itu terlalu ….”

“Mundur!”

Shaylin memekik sambil melangkah mundur. 

“Bukannya kau ingin dimanjakan di semua tempat?” tanya Rick geli, apalagi saat melihat ekspresi ketakutan di wajah Shaylin. 

“Lupakan! Kau … jangan berani mendekatiku lagi atau mengungkit hal semalam, keluargaku bisa membunuhmu!” balas Shaylin. 

“Siapa keluargamu?” pancing Rick. 

“Harold,” jawab Shaylin cepat. 

Sebenarnya Shaylin tak suka menyebut nama keluarga, tapi kali ini terpaksa. Shaylin takut Rick terus mendekat lalu membuat kekacauan dalam hidupnya. 

Rick sempat terdiam hingga Shaylin mengira pria itu sudah merasa terancam. 

“Mereka nggak suka terusik. Demi keselamatanmu, pergilah menjauh dariku,” kata Shaylin lagi. 

“Kau yang mulai, kau yang menyewa jasa lelaki bayaran,” kata Rick mengingatkan. 

“Itu berbeda. Kami telah menyepakati kerahasiaan, tapi ….”

“Aku juga bisa menyepakati kerahasiaan,” sela Rick sambil terus mendekat. 

“Kau …”

“Nona, kau agak aneh. Kau sewa lelaki sembarangan, tapi takut aku menyebarkan rahasia. Kau ….”

“Sudah kubilang situasinya berbeda!” sentak Shaylin panik sendiri. 

Rick ingin menjelaskan sesuatu, tapi Shaylin melarikan diri. Antisipasi membuat Shaylin membuka pintu untuk lari, tapi langkahnya terhenti karena di luar kamar berdiri seorang pria yang menatap dengan tajam. 

Gerrad Harold. 

“Kenapa nggak langsung pulang? Ingin membuat onar lagi?” tanya Gerrad sembari berusaha masuk kamar, tapi Shaylin menghalangi. 

Gerrad terdiam sejenak sembari berusaha menatap ke dalam kamar. 

“Apa yang kau sembunyikan?” tanya Gerrad ingin tahu. 

“Bukan hal yang menarik,” jawab Shaylin dingin. 

“Besok malam calon suamimu datang, bersikap baik. Jangan membuat Mama Papa marah lagi,” kata Gerrad sebelum berbalik pergi. 

Cepat-cepat Shaylin menutup pintu dengan bantingan keras yang membuat Gerrad juga Rick cukup terkejut. 

Rick baru saja mendekat ketika melihat Shaylin melemparkan vas ke lantai. Sorot mata Shaylin tampak dipenuhi kemarahan. 

Tak ada keluguan dan kebaikan seperti yang diceritakan Jonathan pada Rick. 

“Bajingan! Semua bajingan!” maki Shaylin emosional. 

“Apa dia memiliki kepribadian ganda?” tanya Rick dalam hati. 

Hampir Rick mencari celah menuju pintu keluar, tapi ketika dilihatnya Shaylin menangis, Rick hanya bisa terdiam. 

 

 

Bab 3

 

Shaylin masih menangis di dekat pintu hingga Rick memutuskan pergi ke toilet. Tiba-tiba saja terdengar suara bel lagi. 

Setelah menyeka mata, Shaylin membuka pintu dengan tenang. 

“Nona Shaylin, saya model yang ….”

“Sudah nggak butuh! Pergi!” usir Shaylin cepat sebelum pria tampan di hadapannya selesai bicara. 

Shaylin hampir menutup pintu ketika tangan pria itu menahan daun pintu. Tercium aroma alkohol yang membuat Shaylin panik. 

“Nona, tunggu!”

Pria itu memaksa masuk bahkan mendorong pintu dengan keras hingga Shaylin terpental.

“Kurang ajar! Kenapa mendorongku?! Keluar!” usir Shaylin dengan suara nyaring. 

“Nona, maaf. Saya datang karena pesanan Nona. Katanya Nona butuh layanan ….”

“Nggak lagi! Keluar!” usir Shaylin sambil berdiri.

Mata Shaylin tampak memelotot karena pria di hadapannya tidak juga pergi. Pria itu menarik napas panjang kemudian mendekati Shaylin lagi. 

“Nona, nggak perlu bayar. Saya ….”

“Jangan kurang ajar! Pergi!” usir Shaylin menyela pria yang tiba-tiba saja sudah mencengkeram tangan Shaylin. 

Kesal membuat Shaylin menggigit lengan sang model hingga pria itu terkejut. Cengkeraman terlepas, tapi pria itu kembali menyerang Shaylin.

“Bajingan! Pergi!” marah Shaylin saat terjatuh di lantai. 

Melihat Shaylin terjatuh, pria asing itu makin bersemangat. Namun, gerakannya mendekati Shaylin terhalangi oleh tendangan dari Rick. 

“Siapa kau?!” teriak pria itu kaget. 

Tanpa bicara Rick kembali menendang kemudian menarik kerah baju sang pria. Sambil menelpon Blake, Rick menahan pria itu kemudian menamparnya dengan kuat. 

Dalam beberapa detik pria itu terlempar ke luar kamar, disambut Blake yang langsung mengamankan. Sementara itu, Rick kembali menemui Shaylin yang masih duduk di lantai. 

“Tanganmu terluka, biar kuperiksa,” kata Rick sambil berjongkok. 

Tak ada perlawanan dari Shaylin ketika Rick membawanya ke sofa. Shaylin tetap diam saat Rick meminta pelayan hotel membawa obat. Shaylin juga tetap tidak bersuara ketika diobati Rick.

 Mata Shaylin fokus menatap pecahan vas yang dia lempar yang melukai tangan kanannya ketika terjatuh. 

Pikiran Shaylin melayang pada masa ketika dirinya terluka dan tak ada yang peduli untuk mengobatinya. 

Rasa sakit menghantam Shaylin, bukan dari tangannya yang berdarah, tapi dari ingatan tentang keluarga Harold. 

Bila Serena terluka, kedua kakaknya akan berlomba mengobati. Begitu juga dengan kedua orang tua mereka. Saat Serena sakit, semuanya waspada menemani dan berebut menjaga. 

“Hey, kau kenapa?” tegur Rick saat menyadari Shaylin melamun. 

“Terima kasih,” kata Shaylin seraya mengambil cek di meja lalu meletakkan di tangan Rick. 

“Pergilah,” ucap Shaylin sambil berdiri. 

“Aku nggak mau cek ini,” kata Rick tiba-tiba membuat Shaylin menoleh. 

“Akan kusebarkan kau memesan jasa lelaki bayaran,” lanjut Rick membuat Shaylin memelotot. 

“Kau sedang memerasku?!” tanya Shaylin terkejut. 

“Bayangkan reaksi keluarga Harold bila tahu putri mereka memesan lelaki bayaran, apalagi akan menikah,” jawab Rick sambil melipat tangan di depan dada. 

“Kau mau berapa lagi? Jangan keterlaluan. Kau hanya bisa memerasku, bukan mereka,” ucap Shaylin malas, tapi berhasil membuat dahi Rick mengerut. 

Ucapan Shaylin seolah menegaskan keluarganya tak akan mau repot mengeluarkan uang untuk dirinya. Sadar salah bicara, Shaylin mengambil cek lagi. 

“Berapa?” tanya Shaylin tak sabaran. 

“Kau,” jawab Rick singkat. 

Dahi Shaylin mengerut, tapi memilih diam saja mendengarkan Rick yang sedang merobek cek di tangannya. 

“Aku nggak butuh uangmu, Nona. Aku butuh kau. Ikut aku, temui ayahku,” kata Rick tenang. 

“Ayahmu? Kenapa?” tanya Shaylin. 

“Dia terobsesi denganmu lalu menyuruhku menikahimu,” jawab Rick sambil berdiri. 

Spontan Shaylin melangkah mundur, terkejut mendengar ucapan Rick yang menurutnya tak masuk akal. 

“Sepertinya kau juga nggak rela menikah dengan lelaki pilihan keluargamu, kan? Menikah denganku saja,” kata Rick sambil melebarkan senyuman manis. 

“Aku bisa memuaskan dan memanjakanmu di mana saja. Sesuai keinginanmu,” bisik Rick membuat Shaylin merinding. 

 

 

 

Bab 4

 

Saat melihat Jonathan, mata Shaylin menyipit. Secercah ingatan akan masa lalu mulai mengaburkan kecurigaannya pada Rick. Padahal bermenit-menit lalu ketika pria itu memaksanya pergi dari hotel, Shaylin takut ditipu. 

Anehnya, meski curiga Shaylin tetap mengekori Rick yang menggenggam tangannya dengan erat seolah takut Shaylin kabur. 

“Kau! Akhirnya kutemukan dirimu, anak baik!” 

Suara bersemangat Jonathan membuat Rick, Blake, bahkan dokter terperangah. Lelaki tua itu sangat antusias turun dari ranjang. 

“Paman yang waktu itu ditabrak sepeda, kan?” tanya Shaylin disambut anggukan kepala Jonathan.

Keduanya teringat kejadian di masa silam ketika Shaylin membawa Jonathan ke rumah sakit, di saat orang lain tak mau menolong Jonathan yang dikira gelandangan karena berpakaian sederhana. Padahal, saat itu Jonathan sedang menyamar untuk meninjau proyek di Jama.   

Shaylin muda dengan baik hati membawa Jonathan ke rumah sakit bahkan membayar biaya perawatan.

“Sudah lima tahun, bagaimana kabar, Paman? Maaf waktu itu saya pergi begitu saja melupakan janji menjenguk,” kata Shaylin membuat dahi Rick berkerut. 

“Ayahku hilang ingatan, baru sadar seminggu lalu dan ribut mencari dewi penolongnya. Rupanya itu kau, benar-benar takdir,” ucap Rick. 

Shaylin terbengong, tapi Jonathan tertawa. Disentuhnya tangan Shaylin lalu dia usap punggung tangannya. 

“Waktu itu aku berjanji akan menikahkanmu dengan putraku. Nah itu dia!” kata Jonathan membuat Shaylin makin terbelalak. 

“Egh, tapi ….”

“Nggak langsung. Kenalan saja dulu. Dia baik, kok. Dia belum menikah bukan karena nggak laku, tapi karena terlalu pilih-pilih,” sela Jonathan sambil tertawa. 

Shaylin menelan ludah lalu menatap Rick yang tersenyum. 

“Ayahku sudah tua, tolong bantu menyetujui ucapannya. Aku akan menebus kebaikanmu.”

Mengingat ucapan Rick yang disampaikan dalam perjalanan, Shaylin tersenyum pada Jonathan.

“Syukurlah Paman sudah membaik,” kata Shaylin sopan. 

“Waktu itu kau ke mana, Nona?” tanya Jonathan penasaran. 

“Ke Nebra,” jawab Shaylin. 

Beberapa menit kemudian Shaylin dan Jonathan terlibat obrolan seru, mengabaikan Rick dan Blake yang hanya bisa menguping sembari memperhatikan ruangan sederhana dari rumah yang juga sederhana.  

“Kenapa pindah ke rumah kecil ini?”  bisik Blake yang membuat Rick memelototinya. 

Jonathan tak mau tinggal di properti asli mereka yang ada di Jama dengan alasan tak mau mengejutkan Shaylin yang sejak awal mengira Jonathan adalah masyarakat kelas bawah.

“Ayah, istirahatlah. Sudah tenang karena bertemu Shaylin, kan? Aku akan mengantarnya pulang,” kata Rick setelah Shaylin membantu Jonathan minum obat. 

“Ya, sudah sedikit tenang. Lebih tenang kalau melihatmu menikah. Bagaimana? Shaylin baik dan cantik, kan?” tanya Jonathan sambil tertawa. 

Shaylin dan Rick menelan ludah bersamaan lalu ikut tertawa sebelum meninggalkan rumah. Untuk berterima kasih, Rick mengajak Shaylin makan di restoran. 

“Kau mau ke mana lagi? Aku antar,” kata Rick saat mereka akan pulang.  

Shaylin tidak terlalu menanggapi Rick karena matanya menatap rombongan eksekutif yang melintas. Di antara pria berjas hitam yang mengawal, ada seorang wanita muda berambut cokelat berwajah ramah yang berpegangan pada lengan seorang pria. 

Merasa Shaylin terpaku, Rick memperhatikan arah pandangnya. Keduanya sama-sama terdiam ketika rombongan berhenti di depan mereka.

“Shaylin!”

Serentak wanita berambut cokelat dan pria yang dia rangkul menyapa Shaylin dengan terkejut. Jelas terlihat keduanya berusaha menjauhkan diri satu sama lain dari rangkulan. 

“Kau sudah kembali? Kok nggak pulang? Mama menyiapkan pesta untukmu,” ucap sang wanita, Serena Harold. 

Shaylin tak menjawab, matanya bergeser menatap pria di samping Serena.

Derry Landmor. 

“Apa kabarmu?” tanya Derry sambil melirik Rick yang diam saja. 

“Kabarku bukan urusanmu!” jawab Shaylin sambil terus melangkah diikuti Rick. 

Spontan Serena dan Derry memisahkan diri lebih jauh untuk memberi jalan pada Shaylin dan Rick yang pergi begitu saja, sengaja membelah rombongan mereka. 

“Shaylin!” panggil Derry membuat langkah Shaylin terhenti. 

“Kuantar pulang,” kata Derry sambil mendekat, tapi Shaylin kembali melangkah. 

“Nggak perlu,” jawab Shaylin lantang sembari merangkul Rick lalu mempercepat langkah. 

Tak ada yang membalas Shaylin. Derry terdiam, begitu juga Serena. Rombongan pun saling pandang dengan tatapan serba salah karena merasakan aura tidak menyenangkan. 

“Ayo pulang,” kata Derry singkat sebelum merangkul Serena, membawanya ke arah berlainan dari Shaylin yang masih merangkul Rick. 

Rangkulan itu baru terlepas ketika berada di dalam mobil Rick. 

“Butuh penenang?” tanya Rick menawarkan. 

Shaylin diam saja, tapi mendadak terkejut karena Rick memeluknya. 

“Menangis itu nggak dosa. Menangis saja,” ucap Rick pelan. 

Shaylin merasa Rick berlebihan dan sok tahu, tapi lucunya dia benar-benar menangis dalam pelukan Rick, pria asing yang semalam merenggut kesuciannya. 

Rick tidak bertanya-tanya meski penasaran dengan hidup Shaylin yang nyaris tak ada dalam jejak kegiatan keluarga Harold. 

Menurut laporan Blake, awalnya keluarga Harold memiliki tiga anak. James, Gerrad, dan Serena, tapi delapan tahun lalu keluarga tersebut membawa satu anak perempuan lagi, Shaylin. 

Namun, Shaylin tidak terekspose. Nyaris tak pernah muncul dalam acara penting, nama Shaylin bahkan tidak terdaftar dalam profil keluarga Harold yang dipublikasi. 

“Kau mau istirahat?” tanya Rick menawarkan. 

“Ya, di hotel,” jawab Shaylin sambil melepas pelukan. 

Rick tidak bicara lagi, tapi membawa Shaylin ke tempat lain hingga Shaylin kebingungan. 

“Temanku meminjamkan tempat, bagus untuk melepas stres,” kata Rick menjawab kebingungan Shaylin yang dibawa ke vila Jama Beach.  

Tadinya Shaylin tidak bersemangat, tapi melihat pemandangan laut dari balkon vila, wajahnya berubah ceria. 

“Bagus sekali!” cetus Shaylin riang, seperti anak kecil yang baru saja mendapat hadiah. 

Di tepi balkon, Shaylin merentangkan tangan, berusaha menghirup udara segar sebanyak-banyaknya. Di belakang Shaylin, Rick memperhatikan lekuk tubuh indah Shaylin. 

Pelan-pelan Rick mendekat kemudian memeluk hingga mengejutkan Shaylin. 

“Kumanjakan di sini,” bisik Rick. 

Shaylin menegang, bingung menghadapi serangan mendadak Rick. Otak warasnya menyuruh melawan karena Rick jelas bukan model bayaran, tapi orang asing yang belum dia kenal dengan baik. 

Namun, sentuhan Rick sulit ditentang. 

“Rick, aku ….”

Shaylin baru saja menjauh ketika ponselnya bergetar. Cepat-cepat Shaylin merogoh tas untuk melihat nama penelpon. 

Derry.

Bertahun-tahun sebelumnya Shaylin sering mengharapkan telepon dari Derry, tapi saat kini pria itu menelponnya, Shaylin merasa muak. 

“Angkat saja,” kata Rick sambil melepaskan pinggang Shaylin. 

Entah apa yang merasuki Shaylin, mendadak dia menjawab panggilan telepon dalam mode loudspeaker. 

“Kau masih marah?” tanya Derry langsung. 

Tak ada jawaban dari Shaylin karena benaknya dipenuhi bayangan pengkhinatan Derry di masa lalu. 

“Oke, nggak apa-apa. Aku memang bajingan, tapi Serena nggak salah. Kalian bersaudara, jangan ….”

“Shaylin sedang berenang, nanti kusampaikan!” 

Mata Shaylin memelotot mendengar suara Rick yang sengaja menyela Derry. Seketika Derry pun terdiam hingga terjadi keheningan. 

“Kau siapa?” tanya Derry agak gugup. 

Tanpa menjawab apa pun, Rick mematikan sambungan telepon. 

“Rebutan lelaki dengan saudara?” tanya Rick sambil duduk di hadapan Shaylin yang memejamkan mata sejenak. 

“Kami bukan saudara,” jawab Shaylin mengejutkan Rick. 

“Dia bukan putri keluarga Harold?” tanya Rick. 

Perlahan Shaylin membuka mata lalu menatap Rick. 

“Aku yang bukan putri mereka,” jawab Shaylin dengan nada getir sambil berdiri. 

“Aku juga nggak rebutan dengannya,” lanjut Shaylin. 

“Ah ya, untuk apa rebutan? Sekarang kau punya aku,” balas Rick sambil berdiri kemudian menarik pinggang Shaylin lagi. 

“Ayo bersenang-senang sampai kau lupa pada dunia yang menyakitkan,” kata Rick bersemangat sebelum menggendong Shaylin yang terkejut. 

“Rick, aku ….”

Shaylin hampir protes, tapi tak berarti apa pun. Rick tak bisa dilawan, tak sanggup dilawan Shaylin. 

Di antara suara ombak yang masuk dari jendela dan pintu kamar, suara jeritan Shaylin membuat suasana makin meriah. 

Sementara itu, di bagian lain Jama, Serena duduk dengan wajah murung. 

“Ada apa Sayang?” tanya Jenny. 

“Aku bertemu Shaylin,” jawab Serena membuat mata Jenny membesar. 

“Di mana? Dia belum pulang, tapi keliaran di mana-mana!” omel Jenny. 

“Di restoran, bersama seorang pria,” kata Serena ragu. 

“Pria? Siapa?!” tanya Charles yang baru bergabung. 

“Nggak tahu, Pa,” jawab Serena masih ragu. 

“Bukankah James sudah memberitahu kalau dia akan menikah dengan Frans?!” tanya Charles dengan jengkel. 

“Pa, mungkin Shaylin nggak suka Frans,” kata Serena pelan, tapi berhasil membangkitkan kemarahan Charles. 

“Nggak suka? Memangnya ada orang kaya yang suka dia?! Sudah bagus ada konglomerat yang mau menikahinya!” balas Charles sembari mengambil ponsel untuk menelpon James. 

“James, cari Shaylin! Jangan sampai dia mengacau!” kata Charles sambil menjauhi Serena dan Jenny. 

“Ma, apa Shaylin sembarangan mencari pria karena … karena marah padaku?” tanya Serena kembali gugup. 

“Aku bersalah. Aku … nggak seharusnya merebut Derry,” kata Serena lagi. 

“Serena, sudahlah. Kau nggak bersalah. Siapa yang bisa mengatur perasaan? Lagipula Derry yang memilihmu. Jangan merasa bersalah terus,” kata Jenny sambil memeluk Serena yang diam saja. 

Saat ibu kandungnya menenangkan sang anak angkat, Shaylin sedang berada dalam pelukan panas Rick yang membuatnya mulai terjerat candu. 

“Kau mulai lihai,” kekeh Rick saat menatap mata Shaylin yang tampak memesona. 

“Rick, bagaimana kalau kita hidup bersama saja?” tanya Shaylin yang sedang terbuai kenikmatan dunia. 

“Apa syaratmu?” tanya Rick.

“Manjakan aku setiap saat,” jawab Shaylin sambil memejamkan mata. 

Rick langsung tertawa, tapi tawa itu menghilang saat melihat air mata menetes di pipi mulus Shaylin. 

 

 

Bab 5

 

Mata Shaylin terpejam, gugup melihat Rick masih berjongkok di lantai. Pria tampan itu sedang mengoleskan salep di kaki kiri Shaylin setelah terkilir akibat terpleset di tangga beberapa menit lalu. 

“Kalau besok masih nyeri, kita ke rumah sakit,” kata Rick sambil mengusap-usap kaki Shaylin. 

Tak hanya mengoles salep, sebelumnya Rick juga mencuci kaki Shaylin yang kotor karena jatuhnya di pasir. 

“Harusnya tadi langsung ke rumah sakit,” ucap Shaylin sambil membuka mata. 

Kegugupan Shaylin bertambah saat melihat senyum manis Rick yang menggoda. Senyum yang membuatnya teringat berbagai jenis ciuman dari pria itu. Ada yang lembut, manis, brutal, dan liar. 

“Kalau merasa nyaman di rumah sakit, aku antar sekarang,” kata Rick sambil berdiri kemudian menunduk, bersiap menggendong Shaylin. 

“Bukan itu maksudku,” tolak Shaylin sambil mendorong Rick yang mengerutkan dahi. 

“Sekarang sudah nggak apa-apa. Maksudku tadi. Kau nggak perlu repot mengurusku,” kata Shaylin. 

“Repot? Bukankah kau ingin dimanja di setiap kesempatan? Aku belum lupa,” goda Rick sambil duduk di samping Shaylin yang menahan napas sesaat. 

“Lupakan, waktu itu aku hanya sedang bingung. Lagipula, ternyata kau bukan model yang kubayar,” kata Shaylin tenang. 

“Nggak masalah. Aku bisa melakukannya,” balas Rick tak kalah tenang. 

“Kau penyelamat Papa, aku akan memanjakanmu. Gratis,” lanjut Rick sambil menyalakan TV.

“Kenapa kau diam saja saat kukira sebagai lelaki bayaran?” tanya Shaylin, teringat cerita tentang pekerjaan Rick sebagai wiraswasta biasa. 

“Bukankah kau nggak memberiku kesempatan bicara? Lagipula, siapa bisa menolak tubuh sebagus ini?” balas Rick sambil menyenggol buah dada Shaylin dengan sengaja. 

Shaylin mendelik marah, tapi tak sempat mengomel karena ponselnya berdering dengan berisik. 

Sudah berkali-kali muncul panggilan telepon dari James, tapi Shaylin mengabaikan.  

Keluarga Harold mengadakan pesta yang mereka sebut sebagai pesta penyambutan untuk Shaylin yang baru pulang ke Jama. 

Namun, sesungguhnya pesta itu sekaligus mengumumkan pertunangan Shaylin dengan Frans yang sudah dua kali cerai. 

Pesta sudah hampir mulai, tapi Shaylin hanya duduk-duduk di vila Jama Beach. 

“Nggak dijawab?” tanya Rick yang risih mendengar dering ponsel Shaylin. 

“Malas,” jawab Shaylin sambil menyandarkan punggung. 

“Kalau nggak mau pergi, kenapa nggak bilang saja? Setidaknya, mereka nggak menunggu,” kata Rick santai. 

“Biar sesekali mereka tahu rasanya menunggu,” balas Shaylin. 

Spontan Rick menoleh menatap Shaylin yang memandangi layar TV. Pikiran Shaylin sedang tenggelam pada kenangan menyakitkan bersama keluarga Harold. Berkali-kali Shaylin menunggu orang tua atau kakaknya, berkali-kali juga mereka mengecewakan. 

Tertinggal di sekolah tanpa ada yang menyadari hingga harus tidur di dalam kelas. 

Menunggu seharian di taman karena keluarga mendadak mengganti acara piknik menjadi menonton pertunjukan piano kesukaan Serena tanpa mengabarinya.  

Shaylin  berharap orang tua dan kedua kakaknya mengingat janji merayakan ulang tahun. Namun, sampai lewat jam 12 malam, tak ada yang pulang karena masih menonton pertunjukkan konser amal yang menampilkan Serena bermain piano. Padahal, seminggu sebelumnya mereka hadir merayakan ulang tahun Serena. 

Shaylin pernah  menunggu berjam-jam karena keluarga sibuk menjemput Serena yang baru pulang dari luar kota dan lupa menyuruh sopir menjemput Shaylin di pemakaman ibu angkatnya. 

Dalam keadaan terkapar di rumah sakit, Shaylin pernah menunggu kehadiran keluarga, paling tidak, suara mereka menyetujui operasi. Namun, sampai operasi selesai, harapan Shaylin tidak terwujud.

“Aku lahir saat terjadi gempa, usia satu hari, aku hilang dalam reruntuhan gempa susulan,” kata Shaylin tiba-tiba membuat Rick serius mendengarkan. 

“Katanya mereka mencariku ke mana-mana, tapi nggak ditemukan. Serena kehilangan orang tua dalam gempa tersebut, lalu mereka mengadopsinya sebagai gantiku agar Mama nggak mengalami stres,” lanjut Shaylin. 

Rick tertegun karena tak pernah mendengar kisah hilangnya keturunan keluarga Harold.

“Serena sangat manis, mereka semua menyayanginya seperti keluarga sendiri. Saking manisnya, mereka bahkan sudah lupa padaku,” gumam Shaylin. 

“Sebelumnya aku diasuh Mama Riss dan Papa Benly. Keduanya pekerja di kelab malam. Mama meninggal sebelum aku ditemukan lagi,” lanjut Shaylin. 

Rick masih diam tak menyela apa pun, serius mendengarkan cerita Shaylin. 

Di usia 15 tahun, keluarga Harold menemukan Shaylin di rumah sakit saat kehilangan banyak darah karena menjadi korban penganiayaan penagih utang. 

“Aku kira bertemu keluarga kandung akan mengubah hidupku,” kata Shaylin sambil memejamkan mata. 

Berikutnya air mata mengalir di pipi Shaylin ketika teringat ucapan-ucapan menyakitkan keluarga Harold saat dirinya kembali. 

“Bagaimana ini, dia dibesarkan oleh pelacur dan tukang utang! Didikan seperti apa yang selama ini dia jalani?” 

“Kita harus mendidiknya dengan lebih keras!”

“Dia berbeda dari Serena! Meski anak angkat, tapi kita yang membesarkan Serena. Semoga Shaylin bisa seperti Serena.”

 “Jadilah seperti Serena yang anggun dan penurut.”

“Ma, aku bawa Serena saja ke pesta temanku.”

“Shaylin harus dididik dahulu sebelum diakui di publik sebagai keluarga kita.”

Perlahan mata Shaylin terbuka lalu tertawa dengan miris. 

“Hidupku benar-benar berubah. Aku kembali pada keluarga kandung, tapi rasanya seperti anak tiri. Mereka menyesal menemukanku karena ternyata aku nggak sebanding dengan Serena yang mereka besarkan. Mereka nggak pernah puas denganku,” kata Shaylin sebelum menggigit punggung tangannya. 

“Awalnya aku bertahan dan berusaha mengikuti apa pun keinginan mereka, apalagi ada Derry yang mendukungku. Saat Nenek menjodohkanku dengannya, aku merasa beruntung, tapi ….”

Shaylin terdiam sejenak lalu kembali bicara. 

“Tiga tahun lalu dia bilang mencintai Serena. Tahu apa yang mereka bilang? Akulah yang bersalah,” gumam Shaylin. 

Shaylin masih ingat hari di mana dia pulang ke Jama lalu memergoki Derry berciuman dengan Serena. Saking marahnya, Shaylin menampar Serena dan Derry. Namun, Gerrad balas menamparnya. 

“Yang nggak tahu diri itu kamu! Derry dan Serena teman sejak bayi, kau siapa? Hanya karena Nenek kasihan padamu, kalian dijodohkan. Derry hanya sopan pada Nenek, tapi kaulah yang nggak tahu malu menerima saja perjodohan itu! Selama Nenek hidup, Serena sudah menderita menahan perasaannya untuk Derry, sekarang Nenek sudah nggak ada, jangan menghalangi cinta mereka!” 

Saat Gerrad mencercanya, Shaylin menatap Derry yang diam. 

“Kau yang bilang mencintaiku. Kau yang bersedia dijodohkan denganku. Kenapa kau nggak bilang sejak awal kalau menyukai Serena?”

Shaylin berharap Derry minta maaf dan mengakui khilaf berselingkuh dengan Serena, tapi jawaban pria itu membuatnya tertekan.  

“Belakangan ini aku baru menyadari mencintai Serena.”

Saat itu Shaylin tertawa, padahal hatinya sakit tak terkira. Dia begitu percaya pria itu mencintainya, tapi dengan mudahnya pria itu berpaling pada Serena. 

Keluarga Harold juga mendukung Serena, menyebut Shaylin yang harusnya tahu diri. Mereka biarkan Shaylin kembali ke Nebra dengan amarah, tanpa satu pun menenangkan hatinya yang patah berkeping-keping. 

Tanpa tahu Shaylin sempat mengalami kejadian traumatis yang membuatnya cukup lama dirawat. 

“Bagi mereka aku hanya lelucon yang nggak seharusnya kembali,” kata Shaylin sebelum menarik napas panjang.

“Saat aku pergi, mereka nggak tanya apa – apa. Aku nggak pernah pulang, mereka juga biasa saja. Sekarang saat membutuhkan bantuan keluarga Duton, seenaknya saja memaksaku pulang!” desis Shaylin emosi sembari menggigit punggung tanganya lagi. 

Perlahan Rick mengambil tangan Shaylin kemudian memeluknya. 

“Jangan lukai dirimu, gigit aku saja,” bisik Rick sambil mengusap rambut Shaylin.

Shaylin benar-benar menggigit pundak Rick. Tidak dengan kekuatan penuh, tapi dengan kelembutan yang membuat Rick balas mengecup leher jenjang Shaylin. 

“Kalau kumanjakan sekarang, apa kakimu aman?” bisik Rick. 

“Kau harus berhati-hati,” balas Shaylin yang sudah mabuk oleh sentuhan Rick. 

Tak peduli amukan keluarga Harold yang panik menunggunya, Shaylin kembali sibuk bersenang-senang dengan Rick sampai lemas dan tak bisa membuka mata. 

Shaylin tidur dengan lelap di samping Rick yang pelan-pelan beranjak menjauh untuk menelpon Blake. 

“Keluarga mengerahkan pencarian di semua tempat yang memungkinkan. Mereka menggeledah hotel, vila, dan bar.”

Rick tertawa ketika mendengar laporan Blake. 

“Silakan saja mencari. Kalau mereka berhasil menemukan Shaylin, aku angkat dua jempol!” balas Rick santai. 

Terdengar tawa Blake sebelum membalas Rick. 

“Siapa yang berani menyentuh keluarga Skyler?” tanya Blake. 

Rick tersenyum lalu menatap Shaylin yang masih tertidur dengan selimut tersingkap yang memperlihatkan paha mulusnya. 

“Shaylin. Dia yang berani membayar satu miliar dicicil enam kali untuk menyentuh Rick Skyler!” kata Rick geli. 

Blake tertawa lalu menasihati Rick.

“Kalau memang menyukainya, jaga dengan benar, Pak. Kasihan, tampaknya Nona Shaylin sudah banyak menderita,” kata Blake serius. 

“Aku lebih tua darimu, aku lebih tahu apa yang harus kulakukan,” kata Rick sebelum menutup telepon. 

Perlahan Rick mendekati Shaylin kemudian mencium pelan pipinya. 

“Terlepas kau ada penyelamat Papa, bagiku kau juga dewi yang menggoda. Siapa rela melepasmu untuk masuk sarang keluarga Duton yang bajingan?” gumam Rick dalam hati sembari mengusap rambut Shaylin. 

 

 

Bab 6

 

Keluarga Harlod panas dingin menghadapi Frans Duton yang tersinggung karena ketidakhadiran Shaylin. James mengarang cerita Shaylin sedang dirawat di rumah sakit, Ketika Frans ingin menjenguk Shaylin, Gerrad menghalangi. 

“Sebaiknya tunggu Shaylin sembuh saja,” kata Gerrad tenang. 

Frans mengalah, ditinggalkannya pesta dengan geram sementara keluarga Harold sibuk mencari keberadaan Shaylin. 

Namun, sampai dua hari berlalu, Shaylin tidak ditemukan. Ponselnya pun tidak aktif. 

“Ini aneh! Nggak ada jejak keberangkatan di bandara, stasiun, pelabuhan, atau terminal bus sekalipun!” kata Gerrad geram. 

“Terakhir kali dia di restoran,” kata Serena pelan. 

Namun, saat dicek cctv restoran, jejak Shaylin pun seakan terhapus. 

“Sepertinya Shaylin sengaja mempermainkan kita,” ucap Charles jengkel. 

Semua orang larut dalam pikiran masing-masing sembari menatap James yang merenung. 

“Pa, tenanglah. Kita akan menemukan Shaylin. Dia nggak mungkin pergi jauh,” ucap Gerrad. 

“Kita sudah memblokir rekeningnya, kalau nggak ada uang dia nggak bisa ke mana-mana. Pasti saat ini dia hanya bersembunyi di suatu tempat di Jama,” kata James. 

“Perjodohan ini pasti mengejutkannya,” gumam Jenny sambil berdiri. 

“Beri dia waktu. Kalau sudah butuh uang dan sadar uangnya diblokir, pasti dia pulang,” kata James.

“Kalau dia pulang akan kuberi pelajaran! Seenaknya mempermainkan keluarga!” marah Gerrad sambil mengepalkan tangan. 

“Kita terlalu memanjakannya. Dia berhenti kuliah pun kita biarkan. Selama ini hidupnya hanya bersenang-senang!” gerutu Charles. 

Saat Gerrad dan Charles menggerutu, Derry dan Serena diam saja. Keduanya sama-sama larut dalam pikiran masing-masing tentang Shaylin. Namun, keduanya sigap membantu mencari keberadaan Shaylin di Jama. 

Padahal, Shaylin sedang menikmati hari di Pulau Matha. 

Dengan kacamata hitam, wajah Shaylin tetap saja terlihat cantik. Di bawah sinar matahari terang, tubuh Shaylin dibalut celana pendek warna krem dengan kemeja pendek yang memperlihatkan perut seksinya. 

Di samping Shaylin, Rick mengenakan celana pendek dan kemeja yang tidak dikancing memperlihatkan kaos putih di dalamnya. Keduanya tampak santai. 

“Pasangan serasi!” kekeh Jonathan yang memperhatikan keduanya dari balkon vila. 

Blake tertawa, ikut senang melihat kebahagiaan Jonathan. Keduanya membalas lambaian tangan dari Shaylin yang sudah masuk ke mobil sport kuning cerah. 

“Shaylin benar-benar baik,” kata Jonathan saat mobil yang dikendarai Rick menghilang. 

Blake menghela napas pendek menatap cek di tangannya sembari mengingat ucapan Shaylin. 

“Paman Jo sudah tua, jangan dibawa lewat jalur darat. Kita sewa pesawat pribadi, pakai uangku saja.”

“Nona, Pak Rick ….”

“Aku tahu biaya perawatan orang sakit itu mahal. Sudahlah, jangan sungkan. Aku juga ingin berlibur. Aku yang bayar, Kak Blake bantu urus saja.”

Blake dan Jonathan tertawa mengingat keluguan Shaylin yang percaya Rick bekerja sebagai pemilik toko baju. Mengira Rick tak memiliki keuangan stabil, Shaylin sukarela membiayai liburan mereka demi menyehatkan Jonathan yang sebenarnya hanya ingin mendekatkan Shaylin dengan Rick. 

“Mengapa nggak jujur menyebut identitas keluarga Skyler?” tanya Blake pada Rick. 

“Takutnya dia sungkan menyewa jasaku lagi.”

Jawaban Rick membuat Blake geleng-geleng kepala. Apalagi Jonathan setuju saja menipu Shaylin sebagai keluarga biasa. 

“Pak, apakah ini penculikan?” tanya Blake saat teringat keluarga Harold yang mencari keberadaan Shaylin. 

“Penculikan apa? Shaylin sudah dewasa, berhak menentukan jalan hidupnya sendiri. Dia pergi dengan sukarela,” jawab Jonathan santai. 

“Semua aman, kan?” tanya Jonathan serius. 

“Tentu saja. Siapa bisa mengendus jejak kepergian keluarga Skyler?” balas Blake sambil tersenyum. 

Sebagai keluarga terpandang di ibukota, Sallas, kehidupan keluarga Skyler tidak tersentuh rakyat biasa. Selain namanya, hanya orang-orang tertentu yang pernah melihat dan berhubungan langsung dengan mereka. 

Jadi, keluarga terpandang di Jama seperti Harold pun tak memiliki kemampuan memeriksa informasi pribadi keluarga Skyler, kecuali memiliki hubungan kerjasama penting.

“Aku nggak mau mereka diganggu,” kata Jonathan sambil menyandarkan punggung. 

Seperti keinginan Jonathan, tak ada yang mengganggu Shaylin dan Rick. Keluarga Harold tidak tahu kalau putri mereka sedang bersenang-senang di Matha. Keluar masuk mall, Shaylin menyenangkan diri berbelanja. Rick tak mengeluh meski lelah menemani Shaylin memilih pakaian. 

Tak hanya berbelanja, mereka juga menikmati tempat-tempat wisata serta mencoba aneka kuliner lokal. Selama dua hari di Matha, keduanya juga menghabiskan malam panas di hotel lalu pagi-pagi mengendap ke vila agar bisa sarapan bersama Jonathan yang berpura tak tahu kelakuan keduanya. 

“Makan malam sudah siap!” seru Rick sambil membawa piring berisi daging panggang ke hadapan Shaylin. 

“Ternyata nggak rugi aku salah mengira kau sebagai lelaki bayaran. Kau paket lengkap,” balas Shaylin sembari meraih garpu, tapi Rick menyeret piringnya lagi. 

Shaylin terdiam memandangi Rick yang memotong daging agar Shaylin mudah memakannya. Senyum miris kembali diperlihatkan Shaylin karena teringat James dan Jenny yang sering melakukan hal serupa untuk Serena. 

“Sejak kecil Serena telanjur dimanja, dia nggak bisa memotong daging seperti ini. Shaylin, jangan iri ya. Kamu sudah biasa melakukan apa-apa secara mandiri, kan?” 

Teringat ucapan James, Shaylin tertawa sedih. Dulu dia diam saja karena tak ingin dianggap manja, padahal Benly dan Riss memang memanjakannya. Meski bukan keluarga kaya, keduanya selalu berusaha menjadikan Shaylin sebagai tuan putri di rumah kecil mereka. 

Ketika Shaylin tak bisa membuka cangkang kepiting, Gerrad mencemoohnya mencari perhatian. Tak peduli pada Shaylin yang kebingungan, Gerrad hanya membantu Serena menikmati kepiting hingga Shaylin kelaparan karena tak bisa makan.  

“Buka mulut,” perintah Rick membuat Shaylin geli, tapi menurut. 

Sambil mengunyah, Shaylin memandangi wajah tampan Rick yang menikmati masakannya sendiri. 

“Besok makan kepiting ya?” pinta Shaylin tiba-tiba. 

Rick mengerutkan dahi lalu mengomel. 

“Ada-ada saja permintaanmu!” gerutu Rick. 

“Aku membayarmu,” balas Shaylin. 

“Aku nggak mau uangmu. Kau yang memaksa membayar ini dan itu,” sahut Rick berpura tak terima. 

Padahal, cek yang diberikan Shaylin tidak dicairkan Blake. 

“Bukan hanya dengan uang, kan?” kata Shaylin sembari mencengkeram paha Rick. 

“Nona Shaylin!” pekik Rick karena tak tahan pada sentuhan lembut Shaylin serta suara tawanya yang menggoda. 

Bayaran yang diberikan Shaylin di ranjang membuat Rick bertekuk lutut, pagi-pagi saat kembali ke vila, Rick memasak kepiting untuk Shaylin. 

“Wah, kau benar-benar seperti superhero!” seru Shaylin bahagia. 

Saat dimanjakan Rick, Shaylin kembali teringat keluarga Harold yang hanya peduli pada keinginan Serena dan selalu menganggap remeh keinginan Shaylin. 

Namun, Rick berbeda. 

Satu bulan tinggal bersama Rick, Shaylin merasa menemukan teman baik sekaligus kakak bahkan sosok ayah. Rick benar-benar memanjakannya. 

Meski mengomel, pria itu tak mengeluh membuka cangkang kepiting, tutup botol, menggendong Shaylin yang lelah, menemani makan, tidur, membantu memilih pakaian, berbelanja di minimarket, bahkan memijatnya. 

Rick juga sabar mendengarkan saat tiba-tiba Shaylin tak sengaja mencurahkan perasaan dan isi hatinya yang terbuang dari keluarga Harold. 

“Kurasa sudah waktunya kembali ke Jama,” kata Shaylin saat Rick mendudukkannya di meja dapur. 

“Apa rencanamu?” tanya Rick sambil mengusap dahi Shaylin. 

“Mengakhiri segalanya. Pengacaraku bilang, berkas sudah siap,” jawab Shaylin. 

“Pengacara?” tanya Rick. 

“Aku mengundurkan diri dari keluarga Harold,” jawab Shaylin mengejutkan Rick. 

“Kau yakin?” tanya Rick kaget.

“Saat menolak Frans Duton, pasti mereka akan memutuskan hubungan denganku. Lebih baik aku duluan yang melakukannnya,” kata Shaylin santai. 

“Jadi, bagaimana denganku?” tanya Rick sambil mendekatkan diri dengan menarik pinggang Shaylin lebih rapat dengannnya. 

“Kau maunya bagaimana?” balas Shaylin sambil menatap mata Rick. 

“Menikah denganmu,” jawab Rick pasti. 

“Untuk Paman Jo?” tanya Shaylin. 

“Untuk kebaikan kita semua,” jawab Rick sembari mendekatkan bibir ke telinga Shaylin. 

“Aku bersedia memanjakanmu seumur hidup,” bisik Rick. 

Shaylin tertawa lalu menempelkan kepala di pundak Rick. Rasa hangat yang menjalar dalam hatinya membuat Shaylin merasa ringan. Meski sadar pernikahan harusnya didasari oleh cinta, Shaylin santai saja menanggapi permintaan Rick. 

Mengingat keluarga Harold dan Derry, Shaylin tak percaya ada cinta yang benar-benar tulus untuk orang yang terbuang seperti dirinya. Tak mau teperdaya cinta semu, Shaylin melepas pelukan untuk menatap Rick yang menunggu jawaban. 

“Setidaknya aku tahu dia melakukan ini demi uang dan ayahnya. Nggak munafik seperti Derry dan keluarga Harold yang berpura mencintai demi nama baik, reputasi, dan status,” gumam Shaylin sambil menyentuh wajah tampan Rick. 

“Oke, ayo menikah, kalau akhirnya nggak cocok, bercerai saja,” lanjut Shaylin santai.

“Menikah untuk bersenang-senang, untuk kebaikan Paman Jo. Nggak perlu ada cinta atau cemburu, nggak perlu ada sakit hati,” kata Shaylin sambil tersenyum. 

Rick sempat terdiam sambil memperhatikan ekspresi Shaylin yang tampak biasa saja menanggapi pernikahan yang biasanya dihebohkan oleh kaum wanita. 

“Menikah untuk melukai keluargamu?” tanya Rick. 

“Untuk kesenanganku sendiri. Mereka bukan keluargaku,” jawab Shaylin percaya diri. 

“Oke, besok kita menikah!” seru Rick. 

Shaylin tersenyum lalu memanggil Blake yang kebetulan melintas. 

“Kak Blake, tolong bantu pesankan cincin. Untuk diriku sendiri, aku mau yang nggak murah. Satu miliar. Bayar pakai uangku saja. Besok kuberikan cek lagi,” kata Shaylin manis sembari berjalan meninggalkan Rick yang terpaku memandangi kepergiannya. 

“Dengan senang hati, Nona,” kata Blake ketika Shaylin melewatinya. 

“Di mana saya harus mencarinya?” tanya Blake pada Rick yang menatapnya. 

Rick tak langsung menjawab karena matanya melirik Shaylin yang sedang menaiki tangga. Ketika merasa jarak Shaylin sudah jauh, Rick mendekati Blake. 

“Kubunuh kau kalau mencari cincin murahan,” bisik Rick sebelum menyusul ke kamar. 

 

 

Bab 7

 

Kesabaran keluarga Harold semakin menipis. Tekanan dari keluarga Duton yang membutuhkan pernikahan untuk Frans membuat mereka kebingungan

“Shaylin memang kekanakan, demi mempersiapkan pernikahan, ternyata dia menjalani operasi plastik di luar negeri. Semuanya demi Kak Frans!” kata Gerrad mengarang cerita karena sudah hampir sebulan Shaylin menghilang.  

“Kalau anak satu pergi, bukankah masih ada anak perempuan lain? Kakek Frans sudah sekarat dan harus melihat Frans menikah lagi. Biarkan Serena saja yang menikahi Frans!” 

Suara menggelegar ibu Frans membuat Jenny menelan ludah sembari merangkul Serena yang terkejut. 

“Saya sudah memiliki tunangan,” kata Serena gugup. 

Gerrad dan James saling pandang kemudian dengan cepat Gerrad membawa Serena pergi. 

“Nyonya, Shaylin hanya membutuhkan sedikit waktu lagi untuk pemulihan. Kami akan segera menikahkan mereka,” ucap Charles mencoba tenang. 

“Kalau nggak ada pernikahan, semua kontrak batal!” ancam Ny. Duton. 

Frans diam saja, tapi tiba-tiba dia membanting vas sebelum mengikuti ibunya. 

Sontak Jenny, Charles, dan James terkejut. 

“Apa dia memang pemarah seperti itu? Bagaimana nasib Shaylin kalau menikahinya?” gumam Jenny bingung. 

“Itu hanya rumor. Pantas dia marah karena merasa dipermainkan. Semua ini salah Shaylin!” balas Charles. 

James ingin bicara, tapi terdengar teriakan Gerrad. 

“Serena! Serena!” 

Cepat-cepat seluruh keluarga mendatangi asal suara di ruangan lain. 

“Serena, kenapa, Nak?” tanya Jenny panik sembari mendekati Serena yang tak sadarkan diri di sofa. 

“Dia ketakutan karena mendengar permintaan Nyonya Duton,” jawab Gerrad. 

“Kenapa kau ketakutan? Shaylin yang akan menikah dengan Frans, nggak mungkin kami menikahkan kau yang sudah menjadi tunangan Derry,” kata Charles sambil mendekati Serena yang perlahan membuka mata. 

Suara Charles sangat lembut, sangat berbeda dengan suara yang dikeluarkan saat mengumpat Shaylin. 

“Pa, tapi … kalau Shaylin nggak kembali ….”

“Batalkan saja kontraknya. Kita nggak mungkin juga menyinggung keluarga Landmor,” kata Charles sambil tersenyum. 

James dan Gerrad menarik napas panjang, gelisah bersamaan. Perusahaan keluarga Harold membutuhkan bantuan dari Duton untuk melanjutkan mega proyek yang tersendat, Sercity, kota dalam kota. 

“Nggak bisa! Kita sudah mempertaruhkan nyawa perusahaan untuk Sercity! Kita nggak boleh kehilangan Duton!” kata Gerrad geram. 

Enam tahun proyek berjalan, terjadi berbagai masalah yang membutuhkan bantuan investor besar untuk permodalan juga reputasi Sercity yang mulai menurun. 

“Kak, tapi aku ingin menikah dengan Derry,” isak Serena. 

“Bukan kau. Shaylin yang akan menikah,” balas Gerrad lembut. 

“Kalau dia menolak?” tanya Jenny. 

“Mengapa menolak? Frans sangat bermartabat. Banyak wanita mengantre menjadi istrinya, untuk apa Shaylin menolak?” balas Gerrad sambil tersenyum. 

“Kenapa aku harus menikah dengannya?” 

Seketika semua kepala menoleh ke sumber suara. Saking sibuk memperhatikan Serena, tak ada yang menyadari kedatangan Shaylin.

“Shaylin!”

Bergegas Jenny mendekati Shaylin lalu memeluknya, tapi tak ada balasan dari Shaylin yang diam saja. Melihat sikap dingin Shaylin, Gerrad dan Charles langsung emosi. 

“Kau ini senang mencari perkara!” maki Gerrad ketika Jenny melepas pelukan yang terasa canggung. 

“Gerrad!” pekik James sambil menarik Gerrad menjauh. 

Hampir Gerrad memukul Shaylin, tapi James menghalangi. Sama seperti Jenny, James lekat memandangi Shaylin yang tampak lebih dewasa dari terakhir mereka bertemu. 

Rasa bersalah menyusup dalam hati keduanya karena menyadari sudah bertahun-tahun tidak menanyakan kabar. 

Awal kuliah dan pindah ke Nebra, keluarga masih menghubungi Shaylin dan Serena. Semenjak Serena kembali ke Jama, perlahan tak ada yang menghubungi Shaylin. Saat menelpon pun, semuanya tergesa ingin mengakhiri pembicaraan.

 Tiga tahun lalu semenjak Shaylin pulang memergoki perselingkuhan Derry dan Serena, mereka tidak saling bicara lagi. 

“Apa alasanmu melarikan diri?!” marah Charles. 

Shaylin tak langsung menjawab, matanya melirik Serena yang perlahan duduk, tidak berani menatap Shaylin yang memandanginya. 

“Nanti saja bicaranya. Kita makan dulu, Shaylin, ayo makan! Kau pasti lelah,” kata Jenny sambil merangkul lengan Shaylin, tapi Shaylin menghindar. 

Jenny terkejut, begitu juga keluarga lain. 

“Aku pergi dulu,” kata Serena cepat sambil berdiri. 

“Aku juga akan pergi,” kata Shaylin membuat suasana semakin tegang. 

“Jangan pergi ke mana pun sebelum menikahi Frans!” kata Charles cepat. 

“Siapa bilang aku mau menikah dengannya?” balas Shaylin membuat wajah Charles memerah.

“Apa maksudmu?!” bentak Charles. 

“Shaylin, jangan membangkitkan kemarahan,” tegur James. 

“Aku sudah bilang kau pulang untuk menikah,” lanjut James. 

“Apa aku bilang iya? Kau bahkan menutup telepon sebelum aku membahasnya,” balas Shaylin. 

“Kita bicarakan nanti. Ayo makan dulu,” kata Jenny berusaha menengahi. 

“Makan? Apa dia masih berhak makan setelah membuat kekacauan?!” sahut Gerrad marah. 

Dahi Shaylin mengerut, ditatapnya Gerrad yang masih mengomel. 

“Kami sudah menyiapkan pesta menyambut kedatanganmu, tapi dengan kurang ajar kau melarikan diri! Mengabaikan telepon keluarga tanpa memberi kabar. Apa kau masih merasa pantas makan di rumah ini?!” bentak Gerrad. 

Mendadak Shaylin tertawa hingga keluarganya kesal karena merasa dipermainkan. 

“Siapa yang menyuruh membuat pesta? Bukankah selama ini nggak ada yang peduli aku datang dan pergi? Mengapa tiba-tiba repot bikin pesta? Dan, apa hanya aku yang suka mengabaikan telepon?” tanya Shaylin membuat wajah Jenny memerah.

Keluarga lain pun tersindir, tapi tak ada yang mau mengakui kalau pesta tersebut bermakna ambigu.  Juga tak mau mengakui kalau mereka sering mengabaikan telepon Shaylin. 

“Shaylin, Mama hanya ….”

“Aku tekankan, aku nggak pernah minta! Sama seperti penikahan dengan Frans, aku nggak meminta. Nggak usah repot menjodohkanku!” sela Shaylin membuat Jenny terdiam. 

“Kau benar-benar kurang ajar!” maki Gerrad sembari menampar Shaylin. 

“Gerrad!”

Jenny dan James memekik bersamaan sembari menarik Gerrad yang telanjur melukai pipi Shaylin, tapi sedikit pun Shaylin tidak mengeluh. 

“Kalau kau nggak kurang ajar, aku juga nggak akan memukulmu!” bentak Gerrad yang sebenarnya merasa bersalah. 

“Pergilah ke kamar. Mama akan obati pipimu,” kata Jenny sambil memaksa Shaylin pergi, tapi Shaylin menepis tangan Jenny. 

“Jangan kasar pada Mama!” bentak James yang kesal karena Shaylin tampak keras kepala. 

“Jangan paksa aku menjadi lebih kasar,” balas Shaylin sambil memegang pipinya yang bekas ditampar Gerrad. 

“Kak, bukan … Gerrad Harold!” bentak Shaylin membuat mata seluruh keluarga membelalak karena Shaylin tidak  memanggil Gerrad dengan sebutan Kakak. 

“Di mana sopan santunmu! Beginilah anak yang telanjur diasuh orang nggak berpendidikan!” maki Charles. 

“Kami bersabar kau berhenti kuliah, membiarkanmu bersenang-senang saja di Nebra. Kenapa kau makin kurang ajar?!” tanya James jengkel. 

“Apa kau punya bukti aku bersenang-senang saja, James?” tanya Shaylin membuat James membelalak karena juga tidak dipanggil Kakak. 

“Kau?!”

Charles yang gemas ikut melayangkan tamparan membuat Jenny dan Serena menjerit ketakutan. Namun, Shaylin tetap tegar menahan rasa sakit di pipi. 

“Kalian kan nggak punya waktu mengecek kegiatanku. Siapa yang memberi ide kalau selama ini aku hanya bersenang-senang?” tanya Shaylin sambil tertawa mengejek.

Sejenak James tersentak, merasa tersindir karena nyatanya selama Shaylin di Nebra, dia memang tak pernah menjenguk atau inisiatif menelpon.

James bahkan sering mengabaikan panggilan telepon Shaylin sampai akhirnya sang adik berhenti menghubungi. Hanya mengandalkan karyawan urusan rumah tangga, mereka yakin Shaylin baik-baik saja karena tak pernah ada yang melaporkan masalah. 

Keluarga Harold  yakin Shaylin hanya bersenang-senang karena semenjak Serena kembali ke Jama, karyawan bagian rumah tangga melaporkan Shaylin juga tidak terdaftar sebagai mahasiswi lagi di Universitas Nebra. 

James baru sadar kalau sudah lama tak ada laporan apa pun tentang Shaylin.  

“Kau nggak terdaftar di Universitas Nebra, kami diam saja membiarkanmu bersenang-senang. Sekarang keluarga susah payah mencarikan kau jodoh berkualitas, kau abaikan!” bentak Gerrad. 

“Kau tahu kenapa aku keluar dari Universitas Nebra?” tanya Shaylin tenang. 

“Karena kau bodoh!” jawab Gerrad cepat membuat Shaylin terdiam sesaat. 

“Rugi besar keluarga ini mengambilmu lagi! Seharusnya dulu kau nggak usah dibawa pulang! Selalu memalukan!” maki Gerrad menusuk Shaylin. 

“Kak Gerrad, sudah. Jangan begini,” kata Serena sembari menarik Gerrad menjauhi Shaylin yang tertawa. 

“Kau benar, Gerrad. Aku memang bodoh!” cetus Shaylin membuat yang lain menatapnya dengan bingung karena tawa Shaylin terlihat berbeda. 

Ada kesedihan, kekecewaan, tapi juga kesombongan. 

Lagi, Gerrad merasa bersalah, tapi tak mau mengakuinya. 

“Aku bodoh karena menginjakkan kaki di rumah ini dan pernah menginginkan cinta kalian!” kata Shaylin mengejutkan Jenny dan Charles yang membelalak. 

“Sekarang aku agak pintar,” lanjut Shaylin sambil tersenyum lalu mengeluarkan secarik kertas dari tas. 

Salinan surat pengubahan identitas itu dia lemparkan ke lantai diiringi suara tenang. Shaylin mengembalikan namanya menjadi Shaylin Samor, nama sebelum dia ditemukan keluarga Harold. 

“Aku bukan Shaylin Harold lagi, nggak perlu cemas kehidupanku akan mengotori keluarga kalian. Aku bodoh, aku kriminal, aku membuat onar, segalanya nggak ada urusan dengan kalian!” kata Shaylin tajam. 

“Gerrad, tenang saja, sama seperti bertahun-tahun ini, aku juga nggak akan makan di rumahmu lagi. Biaya hidup yang telanjur kupakai juga akan kukembalikan,” sambung Shaylin sebelum meninggalkan ruangan. 

Mendadak ruangan yang ramai itu menjadi sunyi karena dipenuhi rasa syok dari setiap nyawa, termasuk Derry yang sejak awal terdiam di luar ruangan mendengarkan semua ucapan Shaylin. 

 

 

 

 

Bab 8

 

Saat keluar dari rumah, Shaylin berpapasan dengan asisten rumah tangga senior. Wanita bernama Janet itu terkejut melihat Shaylin. 

“Nona? Kapan kembali? Sudah makan belum? Bibi buatkan sup kerang ya?” sambut Janet semringah sembari memeluk Shaylin yang tertegun. 

Satu-satunya manusia di kediaman Harold yang peduli padanya hanyalah Janet. 

“Bibi, lain kali buatkan aku sup kerang ya, di rumah lain,” balas Shaylin sambil melepas pelukan. 

“Kenapa?” tanya Janet curiga sambil memandangi mata basah Shaylin. 

“Aku nggak kembali ke rumah ini. Aku bukan Shaylin Harold lagi,” jawab Shaylin tenang, tapi Janet memelotot. 

“Mereka mengusir Nona? Apa karena menolak Tuan Frans?” tanya Janet cemas. 

“Aku mengusir diri sendiri,” jawab Shaylin sambil tersenyum. 

“Nona, tapi ….”

“Bibi, terima kasih sudah merawat selama aku tinggal di sini. Kita akan tetap berhubungan. Sampai jumpa, jangan cemas, aku baik-baik saja,” kata Shaylin sebelum meninggalkan Janet yang hanya bisa terpaku sambil meneteskan air mata. 

Janet tak berani menahan Shaylin, apalagi terdengar keributan di dalam rumah. Cepat-cepat Janet ke ruangan yang kembali berisik dipenuhi kemarahan keluarga Harold. 

Gerrad dan Charles sangat murka membaca surat perubahan identitas Shaylin. Jenny dan Serena tampak syok hingga hanya bisa duduk sambil berpegangan tangan. 

James terdiam sambil terus memandangi surat yang dilempar Shaylin. Derry berusaha menenangkan Serena yang wajahnya memucat. 

“Sudah berani main ancaman! Betul-betul kelakuan penjahat!” maki Gerrad. 

“Mungkin itu hanya gertakan, protes Shaylin karena nggak mau menikahi Frans,” kata Derry ragu. 

“Punya hak apa dia menolak perjodohan dengan Frans?” balas Gerrad jengkel. 

Saat Gerrad berteriak, Janet dan James sama-sama menatap Serena yang menangis. Cepat-cepat Gerrad mendekati Serena. 

“Egh, Serena, maaf, Kakak nggak meneriakimu. Jangan takut,” kata Gerrad  menenangkan. 

“Aku takut Frans memaksa menikah denganku,” gumam Serena panik. 

“Nggak, jangan takut,” ucap Derry sembari memeluk Serena. 

“Apa salah Nona Shaylin memiliki keluarga aneh seperti ini?” gumam Janet sembari meninggalkan ruangan begitu saja. 

“Charles, jangan paksa Shaylin menikahi Frans,” kata Jenny gemetar. 

“Ma, jangan kalah pada ancaman Shaylin! Kita harus keras padanya! Kalau kita terpengaruh  dengan surat perubahan identitas begini, dia akan melunjak!” sentak Gerrad. 

“Gerrad benar, kita harus mendidiknya dengan lebih keras! James, tarik semua sisa uang yang ada di rekening Shaylin! Biar dia tahu, kita nggak hanya memblokir keuangannya!” perintah Charles. 

James yang lebih banyak diam pun mulai menelpon karyawan keuangan keluarga untuk melakukan penarikan dana dari rekening Shaylin yang dikelola oleh keluarga. 

Sejak ditemukan keluarga Harold, Shaylin mendapatkan uang saku sama seperti anak lain. Setiap bulan rekening itu diisi oleh bagian keuangan dan dilaporkan pada Charles. Bila anak-anak bermasalah, biasanya Charles memberi pelajaran memblokir keuangan mereka. 

Charles dan Gerrad masih terus mengumpat Shaylin sebagai anak tidak tahu diri. Mengungkit semua sikap buruk Shaylin yang tidak bisa ditertibkan. Selama itu James dan Jenny hanya diam, sementara Serena dan Derry sudah meninggalkan ruangan.

Sepuluh menit kemudian James menerima email berupa laporan keuangan dari rekening Shaylin. 

“Sejak tiga tahun lalu Shaylin nggak pernah menggunakan uang dari rekeningnya!” kata James kaget. 

Charles, Gerrad, dan Jenny pun memelotot kaget. 

“Nggak mungkin! Memangnya selama ini dia hidup dengan apa?!” balas Gerrad tak percaya.

Namun, laporan yang diserahkan James  membuat Charles dan Gerrad terpaku. 

“Kenapa dia nggak pernah menggunakan uang dari kita?” tanya Jenny semakin cemas. 

“Lima tahun sebelumnya dia juga hanya menggunakan sedikit uang,” gumam Gerrad dengan tangan gemetar karena berkali-kali dia mencurigai Shaylin memanfaatkan harta keluarga Harold. 

“Apa yang terjadi?!” tanya Jenny kebingungan. 

Belum hilang kebingungan Jenny, James menerima pesan dari Shaylin berupa bukti transfer ke rekeningnya sendiri yang dikelola keluarga Harold. 

“Biaya hidupku selama lima tahun, tiga tahun setelahnya aku nggak pernah pakai uang kalian. Kalau merasa aku salah hitung, katakan saja. Kulunasi kekurangannya!”

Tangan James pun bergetar, perasaan tak nyaman merambat dalam hatinya membaca pesan dingin Shaylin. 

“Aku rasa … aku rasa Shaylin nggak main-main,” gumam James cemas. 

Charles diam saja dengan wajah memucat, sedetik berikutnya mereka berteriak karena Jenny jatuh pingsan. 

Sepuluh menit kemudian di dalam mobil sederhana yang melaju ke pinggiran kota, Shaylin hanya diam memandangi pesan dari James yang dia baca berkali-kali.

“Mama pingsan dibawa ke rumah sakit Jama Medis.”

“Ingin ke rumah sakit?” tanya Rick sambil menyetir. 

“Nggak, sudah telanjur jauh,” jawab Shaylin sambil memegangi buket bunga di pangkuannya. 

Tak hanya jarak mereka yang sudah terlalu jauh dari Jama Medis, tapi hati mereka pun sudah telanjur jauh. 

Shaylin tak mau kembali lagi, apa pun yang terjadi pada keluarga Harold. 

Rick tidak bertanya-tanya, diam saja membiarkan Shaylin melamun mengingat masa lalu.

Shaylin pernah merawat Jenny di rumah sakit saat Serena ditemani James dan Gerrad mengikuti kompetisi piano di luar kota. Saat Serena pulang, Jenny memeluknya erat dengan ceria. 

“Penyembuh Mama akhirnya datang!”

“Hanya dengan melihat Serena, Mama sudah membaik. Serena memang pembawa keberuntungan.”

Jenny dan Gerrad mengucapkannya tanpa memperhatikan Shaylin yang dua malam tak tidur menjaga Jenny. 

Diingat berkali-kali, rasa sakitnya tetap tidak berkurang. 

Perlahan Shaylin mengembuskan napas kesal untuk mengurangi rasa sakit, tepat saat mobil berhenti di area parkir pemakaman umum. 

Dengan sigap Rick membuka pintu mobil lalu mendampingi Shaylin mengunjungi makam ibu angkatnya. 

“Ma, aku datang lagi. Maaf agak lama,” kata Shaylin sambil tersenyum. 

Rick diam saja memperhatikan Shaylin membersihkan makam. Tak ada tangisan, Shaylin tersenyum ceria sampai meninggalkan makam. Namun, senyum itu memudar ketika bertemu pengunjung makam lain. 

“Shaylin?” tegur seorang pria tua yang dikenali Shaylin sebagai mantan bos kelab malam tempat kedua orang tuanya bekerja. 

“Paman Rudolf?” balas Shaylin. 

“Astaga, benar kau Shaylin!” pekik Rudolf sambil memukul lengan Shaylin dengan kuat. 

“Ke mana saja kau pergi? Meski sudah menemukan keluarga kaya, kenapa kau nggak peduli ayahmu?” tanya Rudolf emosi. 

“Papa yang pergi. Aku mencari Papa ke sana kemari,” balas Shaylin bingung. 

“Cari ke mana? Ayahmu dipenjara, sampai mati di dalam penjara!” bentak Rudolf mengejutkan Shaylin. 

“Apa maksud Paman? Bukankah orang tuaku sudah membebaskan Papa? Katanya Papa pergi keluar kota. Aku mencari Papa, aku ….”

“Kau bodoh atau bagaimana?!” sela Rudolf jengkel. 

“Ayahmu divonis lima tahun penjara, tapi di tahun kedua, ayahmu meninggal karena sakit!” bentak Rudolf. 

“Aku mencarimu, tapi kabarnya kau pindah ke luar kota. Tak apa kembali pada keluarga kandung, tapi tidak bisakah kau mengingat kebaikan kedua orang tuamu? Mereka bukan orang kaya, tapi ….”

Rudolf masih terus mengomel, tapi Shaylin sudah tak fokus mendengarkan. Tubuhnya limbung, kepalanya mendadak sakit mengingat kata kematian Benly. 

“Shaylin?!”

Rick memekik kaget sembari menahan tubuh Shaylin yang tak sadarkan diri. 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Love Me Please, 9, 10, 11
1
0
Demi merasakan dicintai, Shaylin rela membayar pria asing untuk memanjakannya. Rick Skyler tak menyangka menjadi pria bayaran untuk memenuhi keinginan Shaylin yang menurutnya agak gila. Namun, seiring waktu berjalan, Rick yang menjadi gila karena terjebak dalam pesona Shaylin yang haus cinta.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan