
Di sebuah kota yang dilupakan Tuhan, Persada Jaya bukanlah klub sepak bola, melainkan bangkai yang membusuk. Tercekik lilitan utang dan dirantai oleh kekalahan yang tak berkesudahan, harapan bukan lagi barang langka, melainkan hantu yang menertawakan mereka dalam tidur. Dalam keputusasaan total, sang manajer, Herman, akhirnya menyerah. Ia mengangkat telepon, dan dari seberang sana sebuah nama berbisik seperti ular—Mbah Gatho. Ini bukan lagi pertaruhan, ini adalah penyerahan diri pada kegelapan,...
Di sebuah kota yang dilupakan Tuhan, Persada Jaya bukanlah klub sepak bola, melainkan bangkai yang membusuk. Tercekik lilitan utang dan dirantai oleh kekalahan yang tak berkesudahan, harapan bukan lagi barang langka, melainkan hantu yang menertawakan mereka dalam tidur. Dalam keputusasaan total, sang manajer, Herman, akhirnya menyerah. Ia mengangkat telepon, dan dari seberang sana sebuah nama berbisik seperti ular—Mbah Gatho. Ini bukan lagi pertaruhan, ini adalah penyerahan diri pada kegelapan, karena di dasar neraka, satu-satunya jalan keluar adalah menjual jiwamu.
Sosok yang datang membawa keheningan ganjil, dengan tatapan mata yang tidak hanya menembus jiwa, tetapi juga membongkar semua ketakutan yang tersembunyi di dalamnya. Ritualnya adalah simfoni horor: bau kemenyan yang memualkan di tengah malam buta, gumaman mantra yang terasa mengikis udara, dan jimat yang ditanam di jantung lapangan seolah mengubur sisa-sisa akal sehat mereka. Lalu keajaiban busuk itu dimulai. Kemenangan demi kemenangan datang seperti wabah, lahir dari tiang gawang yang seolah hidup dan kiper lawan yang bergerak seperti boneka rusak. Pertanyaannya bukan lagi apakah ini kebetulan, melainkan seberapa besar harga yang harus mereka bayar pada kekuatan yang kini bermain bersama mereka.
Kemenangan menjadi candu yang mematikan. Latihan menjadi formalitas yang membosankan; strategi dilupakan. Persada Jaya tidak lagi bermain sepak bola, mereka hanya menunggu keajaiban terjadi. Para pemain berubah menjadi arogan dan kejam, meyakini diri mereka tak tersentuh, dilindungi oleh kekuatan gaib yang tak terlihat. Mereka bukan lagi tim, melainkan sekte pemuja Mbah Gatho. Di balik tatapan mata mereka yang kosong, teror sunyi mulai tumbuh: mereka telah lupa cara bermain, lupa cara berjuang. Mereka hanya tahu cara menanti keajaiban dari sang dukun.
Dengan tiket final di tangan, seluruh kota menyanjung mereka sebagai pahlawan. Namun, para pemain tahu kebenaran yang mengerikan: mereka adalah penipu. Seluruh fondasi kesuksesan mereka dibangun di atas mantra dan kemenyan. Keyakinan mereka kini telah bermutasi menjadi ketergantungan total. Mereka tidak lagi percaya pada kemampuan mereka sendiri, melainkan hanya pada kekuatan Mbah Gatho. Semua persiapan mental dan fisik menjelang laga puncak terfokus pada satu hal: menunggu ritual pamungkas yang dijanjikan sang dukun untuk mengunci gelar juara.
Malam sebelum pertarungan, udara terasa padat, sarat dengan firasat buruk. Jarum jam berdetak seperti hitungan mundur menuju eksekusi. Tim menunggu kedatangan sang dewa penyelamat untuk ritual terakhir, namun Mbah Gatho tidak pernah datang. Kepanikan mulai merayap seperti racun dingin, membekukan darah dan mengubah harapan menjadi gumpalan es di dalam dada. Dalam satu detik, seluruh semesta mereka meledak menjadi debu. Pilar gaib yang menopang jiwa mereka hancur, meninggalkan mereka telanjang dan gemetar di ambang pintu neraka yang sesungguhnya. Tanpa sihir, tanpa harapan, bagaimana mungkin mereka bisa menghadapi takdir esok hari?
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
